11.12.12

Ada kurangnya

Desember 11.

Ini Draft ke-3 dari jurnal-jurnal sebelumnya yang ke semuanya tak bisa dipublikasikan karena bahasanya adalah bahasa Swahili. Draft ke-3 ini diusahakan bisa dipublish karena ini bahasa Timbuktu.

Yang muda yang bercinta. Karena kini tak bercinta bukan berarti tidak pemuda. Bisa duda, bisa janda. Tergantung siapa yang memandang. Kalau nona yang memandang, kita mungkin bisa memadu rasa.

itu sekedar intermezzo.

Selamat datang di Timbuktu. Tempat dimana saya bisa bicara tanpa ada pencela. Inilah timbuktu saya. Empat tahun berlalu menuntut ilmu juga belajar membeli baju sepatu. Tidak mudah. Dimulai dari keisengan menggambar teman waktu SMA, lalu tanpa disadari sampai kemarin sudah 200an gambar saya buat. Untuk 200 orang berbeda. Dari mulai sekedar dibayar terima kasih sampai alhamdulillah mampu membeli baju sepatu. Alhamdullah sampai saya mampu membayar ilmu. Sedikit tapi alhamdulillah (sekali lagi). Ditambah serabutan-serabutan lain yang kecil besarnya cukup membelikan roti bakar atau martabak lalau dibawa ke rumah.
Sederhana saja. Dengan sederhana ini saya bahagia. Pernah suatu ketika saat sepatu robek akibat jalan dari kaliurang jogja hingga tugu dan masih dipakai 4 bulan kemudian. Untungnya masih bisa dipakai walaupun disiram air hujan berkali-kali. Sepatu itu saya simpan di loker. Tiap berangkat kuliah, saya pakai sendal keyboard, masuk kuliah ganti sepatu, pulang ganti lagi sendal keyboard. Sepatu ini merk piero, dengan sol yang sudah tipis, kadang-kadang sering bikin pegel kaki. Tapi yaa masih bisa dipakai.

Jam tangan. Pecah kacanya terbentur besi kereta pramex waktu ke solo. Itu 6 bulan lalu. Sampai sekarang masih saya pakai karena waktu masih bisa hidup disana.

Dulu saya pernah punya handphone merek nokia c3. Suatu ketika itu hp jatuh dan layarnya putih bersih seperti habis dioles lotion. Untungnya masih ada software di komputer. Jadi masih bisa berkomunikasi sms tapi bergaya chatting. Memang ribet harus colok dulu laptop, tapi bagi saya dunia belum berakhir hanya karena layar blank.

Iya saya pelit. Pada diri sendiri. Mudah-mudahan tidak untuk orang lain.

Entah ini masih berhubungan sama cerita di atas atau tidak. Umur seperti ini, belum menjadi apa-apa namun bercita-cita menjadi apaapa yang luar biasa. Dalam sebuah buku ada sebuah ungkapan bahwa "karir seseorang perlu ada triggernya, supporternya, agar ia tidak merasa sendiri" Di paragraf selanjutnya saya baca "Ibu dengan do'anya serta istri dengan cinta-nya" untuk yang sudah menikah. Tapi tak ada salahnya ada pemacu.
Oke saya sendiri sadar akan hal itu karena merasa sendiri. Bekerja sendiri, susah sendiri, waktu senang pun tak ada tempat berbagi selain keluarga sendiri. No one to share and no one who truly care.

Ada kurangnya.

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...