28.4.13

Minggu produktif


Sudah lama gak nulis. <-- kalimat yang sudah harusnya dimakan jaman karena terlalu banyak orang menggunakannya untuk memulai suatu tulisan. Karena memang, kesulitan itu adanya di awal, yang ada di akhir hanyalah sodakowlohuladim.

Jum'at 26 April
Pagi tadi saya ada panggilan ke radio anak muda bandung. Jam 10 pagi ada introduksi internship ardan dari kang dinar. Hari itu pula deadline 3 print ad diumumkan via email. Selasa besok kirim 3print ad. Mampus-mampusin diri sendiri.

Ngecek progress si Cakrawala ke R-botix Ciumbuleuit. Di luar dugaan, si progress pak dian pak egan dkk secepat ini.



CLBK. Cemangat lama bersemi kembali. Setelah 3 bulanan lalu diumumkan hasil daftar ulang yang menjelaskan tim saya tidak lolos, baru saat ini lagi saya punya cemangat atau cpirit. Lanjut terus gan pake k. Kontinyu! Biar tak ke malaysia, setidaknya saya berusaha untuk indonesia. Ngemeng.


Malam ke gedung SR. Ada dramawisata. Bisa dikatakan begitu karena wisata malam ini perlu drama. Dari mafia, hingga anak TK. Yang jadi mafia itu si 2010. Anak TK itu si tpb. Dramawisata mengisahkan tengtang sekumpulan anak TK yang tadinya berniat untuk berwisata ke Kawah Candradimuke eh malah terdampar di sarang mafia. Mereka di sandera dan didoktrin untuk tahu kegiatan mafia di dalamnya. Ada ruangan yang mendoktrin untuk menjadi desainer produk, dkv, desain interior, ada pula ruangan yang membuat celana mereka merah seperti menstruasi. Saya juga di sana. Sedang menyamar menjadi tukang putu. Saya hanya datang ke DP putu-putu. Pake Nikon. Lalu pulang.

***

Sabtu, 27 April.

Saya harus tunggang langgang menuju Xtrans Cihampelas di malam minggu. Ngirim paket karikatur ke jakarta. Pagi-paginya, saya dikebut karikatur ini. Saya pernah janji bakal vakum dulu ngerjain karikatur. Ternyata vakum hanya di bibir saja. Tadinya saya sudah meminta seseorang bernama absen Leda doang buat ngerjain ini. Kebetulan waktu itu tanpa sengaja saya memergokinya posting terima jasa karikatur di sebuah situs purbakala. Tapi beliau ternyata dikejar setoran tugas katanya. Terpaksa saya garap juga karikatur couple ini. Dengan ini, pra ta saya mogok sehari.

Survey ke cihampelas. Manusianya ramai. Saya memotret beberapa titik di tempat-tempat terbuka. Pas saya cek lagi hasilnya fotonya, ternyata gak keliatan. Si titik. Saya hanya mendapatkan foto-foto orang duduk-duduk di teras depan. Gerombolan perempuan yang keliatannya tertarik pada saya.



Saya sudah gatal, karena tidak ada balsem, saya ingin berkomentar saja pada ketololan mahasiswa jalan dago tiap malam minggu. 



"Seribu aja seribu aja, seeeribu ajaa..."

Itu sebagian template lirik lagu yang dinyanyikan oleh mahasiswa tercinta dari ujung dago bawah sampai atas. Dengan membawa gitar (yang tdigendong saja, tidak dimainkan, karena dia nyanyi sambil tepok-tepok), juga kotak kardus bertuliskan "SUMBANGAN KORBAN BENCANA", semua riang bernyanyi. Dengan ekspresi seperti bukan berusaha mencari dana untuk korban bencana.

Saya pernah dengar cerita seorang dosen. Waktu dia malam mingguan sama keluarganya di jalan dago, di suatu masa. Beliau dihampiri beberapa anak muda bawa kotak yang hampir serupa. Bertujuan sosial. Lalu ngamen-ngamen bergerombol ke arah mobilnya. Beliau ngasih seribu (atau duaribu. Lupa). Doi pikir itu tindakan baik laaah. Habis dari situ, keluarganya kelaparan. Daripada lapar-laparan pikiran pusing tidak keruan, beliau pergi ke dago plaza. Di dago plaza, beliau sekeluarga sudah memesan makanan, lalu menyantap hidangan selagi panas tapi bukan di kompor.

Tak dinyana, di seberang meja, dia melihat rombongan mahasiswa tadi sedang asyik-asyiknya ngerumpi dan makan. Dengan kotak 'bantuan sosial' di bawah meja. Ternyata mahasiswa2 itu memakai duit bansos hasil ngamen itu buat foya-foyi. Si pak dosen menghampiri lalu marah2 memaki2 mereka. Saya lupa kata-katanya yang jelas itu memalukan. Dengan segera si pak dosen meminta kembali uang yang pernah diberikan pada mereka. "Kalau anak itb, sudah saya DO" katanya.

Sekian sabtu malam bersama Eyang Syukur. Saya masih senang jalan-jalan malam minggu sendiri. Kalau banyakan suka ngamen di dago.

Oya hari ini si adek ulang tahun. Selamat ya. Di rumah bikin nasi uduk pake kentang telor, bagiin ke tetangga. Mau beliin J.CO tapi saya lagi pake sendal capit ke ciwalk. Kampong.

21.4.13

Review CFD dan Konser ISO

"Pemirsa pemirsi, minggu pagi ada baiknya dihabiskan dengan senam remix di depan minimarket terdekat. Selagi belek masih melekat dan nafas bau babi laknat, mari berangkat."

Si om ngajak CFD-an sama anaknya. Berangkat pukul 7 pagi, dari rumah cuma pake sendal keybboard. Kali-kali kalo abis pulsa bisa dipake chating ke si om. Soalnya kita janjian di sana. Si om dari cibiru, saya sama puput, dari pagi.

Di jalan dago kebanyakan anak muda banyak cowok muda bersama cewek mudanya. Sebuah pemandangan yang tidak baik bagi perkembangan anak kecil yang sedang saya ajak berjalan-jalan. Saya sih pria. Sudah akil balig juga. Maka dari itu, kami berjalan-jalan saja di kampus.

Saya ajak si puput ke kolam intel. Ada pelangi. Katanya kepingin diambil. Tapi ini masih pagi. Belum banyak. Kapan-kapan lagi diambilnya.


Foto ini adalah do'a. Untuk adikku, Putri Rahmi Nur Kamilah.
Bisa saja 10 tahun lagi blog ini tidak lagi ada. Atau pelangi di kolam intel itu berubah menjadi beton bangunan.
Bisa saja 10 tahun lagi masuk sekolah ini bukan lagi lewat gerbang depan yang tadi dilalui.

Coba kejar.

***

Konser ISO 2013.

Waktu hari kamis ketemu si arina di CC barat. ISO mau ada konser di DTH. Awalnya saya pikir itu Darut TauHid. Ternyata Dago Tea House. Dipikir punya pikir, ini kesempatan terakhir saya nonton konser ISO selagi menjabat sebagai mahasiswa. Waktu itu, dia bilang tiketnya habis. Tapi untungnya diusahain ada oleh arina. Terima kasih sekali untuk 2 tiketnya.

Dua tiket. Buka kontak hp, scroll-scroll nama, gak ada yang memungkinkan buat diajak. Apalagi kontak yang namanya Perkakasku(dot)kom. Saya ingin punya pembantu seperti Mas Anca yang di Malam minggu Miko. Orangnya fleksibel dan mau diajak susah.

Jam 6 sore, saat tiada orang mau menonton berdua, ada nia nyari 1 tiket lagi. Saya jual 1. Sisanya buat nonton sendiri. Tak apa sendiri asal memberi apresiasi.

Jam 7 antrean panjang di depan teater tertutup. Tepat di depan saya sejoli lagi hangat-hangatnya tai kotok romantika. Membicarakan geologi, toksin, dan sejarah pulau Sumatera. Ini hari libur loh. Haram bicara begitu.

Saya duduk di tribun kanan bawah serong kanan baris 3 paling ujung. Ya di situ lah saya nyampah kripik kentang. Di samping saya ada bocah gendut bawa kamera yang tidak dipakai. Dilihat dari tingkah polahnya selama kurang lebih 1 jam, hipotesa saya adalah : anak ini dari kecil dikasih junk food, gak demen musik klasik, pantatnya bisulan. Karena dia gak bisa diam kecuali tertidur. Dan yak dia tertidur ketika konser baru setengah jam. Kelihatannya dia korban pemaksaan kakaknya - yang juga punya 2 tiket tapi ceweknya ngebatalin, dan kakaknya tetep pengen nonton tapi gamau sendiri.

Padahal udah nyiapin settingan kamera 1 tas. Saya hargai panitia, katanya gaboleh foto2 selama acara berlangsung. Jadi pulang-pulang tak bawa dokumentasi. Untungnya ada oleh-oleh : Plink Plank Plunk dari Leroy Anderson. Saya suka punch-lime-nya. 

Akhir kata, biarlah tahun depan menonton konser ini kembali. Terlalu bagus untuk dilewatkan begitu saja. Mau satu ada dua tiket, biar Allah yang memberi jalan. Malam.

Kamera Zoom 350 juta giga kilometer persegi

Watsapp saya ada, tapi gak nyala di HP. baru bisa bales kalo lg online laptop. Dan brendelan mesej yg masuk bikn otak saya jepret.

Kak Laras : Ardhyyyyy, ini laras. Kamu punya handycam digital ga? Atau gopro? Hehehehe. Atau kenal yang punya gak? Makasi ardhyyyy

Aing : Kak malmut, ku tak punya euuy.. haha.. kebanyakan temen2 ngerekam pake kamera LDR sih ka..jd gatau siapa yg punya handycam. Ke LFM atuh

Kak Laras : Ldr? Slr meureuuunnn. Apa ldr beneran?

Aing : Eh iya SLR -___-

***

18.4.13

Monolog tiga dini hari

Sejujurnya saya kurang suka postingan macam begini. Tapi ini sudah batas maksimum dan hampir tumpeh-tumpeh.

Belakangan, saya kerap kali disibukkan sama hal-hal yang sifatnya menguras waktu tenaga pikiran. Dari mulai jadi timses pemilu, pameran, prata, lomba, hingga beberapa kerjaan kecil yang saya tumpuk hingga menggunung. Saya suka saat mengerjakannya. Saya suka saat bertemu orang-orang baru. Mereka luar biasa. Tapi saya tidak suka saat menyadari bahwa semua hal ini sudah saya kerjakan. Ada momen yang tidak saya sukai di ujungnya. Itu adalah momen kosong. Masa reses. Di mana saya diingatkan kembali pada hal yang sudah lama terlantarkan. Di mana saya dihadapkan kembali pada kenyataan bahwa saya juga pemuda yang beranjak menjadi bapak. Dan tentu, jika ada bapak, maka ada ibu.

Dan ini masa reses.

Tiap hari rabu saya bertemu dika, kiki, masur, azhar. Kadang ada teman lain yang ikut nimbrung. Selama hampir 3 minggu kemarin saya diceramahi ini itu. Tentu tentang kodrat sebagai lelaki yang beranjak bapak. Dika dan kiki yang selalu bercerita si bagia dan si restunya masing-masing. Saya dengarkan tiap jengkal katanya. Saya ikut senang. Dan kalau memangitu jodohnya mereka, doaku setinggi langit untuk mereka.

Umur tidak bisa kompromi. Menginjak 23. Saya pernah menggambar Future Plan. Di sana, saya cantumkan tahun 2015 untuk menikah. Karena saya pikir lebih cepat lebih baik. Karena saya takut nafsu ini tak terjaga jika berlama-lama. Kalau dipikir, mustahil. Jangankan dipikir ke arah sana, saya terlampau acuh pada masalah cinte-cinte begini. Karena saya pernah membuang satu dekade dengan kesia-siaan.

Dilihat sekilas, track record saya masalah cinte-cinte tak seburuk yang lain. Pernah 2 kali memasang ikatan imajiner bernama pacaran adalah pencapaian yang tidak terlalu buruk bagi saya yang masih kampung. Tidak ada yang bertahan lebih dari 1 tahun karena satu dan lain hal.

Dua tahun berjibaku fokus pada hal lain selain hal remeh temeh cinte-cinte, mungkin, membuat saya lupa kalau saya punya mimpi 10 tahun mendatang. Dengan kehidupan baru, orang-orang baru, keluarga baru. Jika Allah menghendaki. Saya sadar mendasar kalau setelah fase kuliah, hidup sudah tidak ditemani teman sepergaulan. Saat itu tiba, saya bakal dihadapi kenyataan kalau nantinya tidak mudah bertemu teman untuk berbagi traktiran gaji pertama. Tidak mudah berbagi cerita dengan teman sebaya. Tentang sehari kemarin, hari ini, lalu harapan hari esok, juga seterusnya. Tidak ada kecuali teman hidup yang diikat oleh suatu hukum bernama pernikahan. Tapi itu masih jauh. 10 tahun mendatang.

Sekarang sedang meniti kembali. Memang sudah kata Rasul dari sana untuk mencari perempuan yang cantik parasnya, lalu agamanya. Saya dalam tahap itu. Dan sahabat saya juga. Dan sepertinya kami mengejar tujuan yang sama. Hanya saja, saya tidak mau membeberkan juga saya menuju perempuan yang sama pada sahabat saya ini. Kau tahu sendiri, jika membangun persahabatan  perlu setengah abad, maka hanya perlu waktu seminggu saja untuk menghancurkannya. Seminggu semenjak seorang perempuan hadir di dalamnya dan keduanya mengetahui satu sama lain.

Ini seru! seperti bermain permainan tebak kata. Siapa punyaku, siapa punyamu nantinya. Tapi saya semakin hilang selera membahas lebih lanjut. Sudah dini hari.

Rangkuman Selasa-Kamis

Jum'at.. hah jumat lagi? 18 April..hah 18 april?

Siang tadi bu tita menampar saya dengan1 kalimat saja. "TA itu identitas kalian. Ketika kalian lulus, bakal ditanya TA kalian dulu apa". Itu 2 kalimat. Melihat kondisi alga sekarang yang tidak jelas juntrungannya, saya memilih diam. Memilih topik ini memang bukan passion sesungguhnya. Tapi ada latar belakang lain yang bisa saya jelaskan tapi pasti tidak akan mengerti. Setelah siang tadi, semua keoptimisan hancur lebur babak belur. Saya tidak tahu mau dibawa kemana ini the bagindaz. Jalan buntu.

Di waktu dan tempat lain, bandung hujan lebat. Ini hari terakhir pameran DPB. Sepi sedari pagi, lalu ramai di sore hari. Sehari sebelumnya, hari rabu. Ada yang datang bertamu dari jauh sana. Saya senang orang ini datang. Jam 11.48 saya antar berkeliling pameran. Jam 12.04 langsung bergegas pergi. Mau bertemu temannya di arsitektur. Terima kasih sudah datang.

Tadi itu hari terakhir DPB. Lega rasanya. Tidak sesukses pameran-pameran besar, tapi kami menikmatinya. Karena terkadang, sederhana itu kesenangan dunia. Proyek kinect sama si beni IF selesai dengan membawa goresan buruk di absen prata. Saya bablas 1 kali pengumpulan proposal. Saya biarkan karena memang seminggu kemarin tidak melakukan apa-apa. Percuma kalau saya pura-pura tulis data kalau hanya di bibir saja. Tidak valid, kalau kata si ka bebek.

Tadi juga ketemu si buluk. Tak disangka dia juga lagi indehoy-indehoynya sama perempuan. Jaman dulu, hal-hal begini diistilahkan : naksir. Anak tpb. Sehari itu dia berkali-kali nyeletuk aneh. Dia nanya cewek ini dari cirebon ya? Saya bilang gak tau. Padahal saya tau. Dan setelah itu, saya tidak mau tahu.

Di CC timur ketemu anas. Saya berterima kasih pada kawan satu ini. Banyak mendukung dan legowo pada setiap putusan yang pernah saya ambil. Dia bilang saya begini begitu dan lainnya. Sungguh bukan apa-apa. Hanya saja, berat sekali mendengar pujian dari kawan begitu melihat diri sendiri bahwa sebenarnya saya belum apa-apa, belum menjadi siapa-siapa.

12.4.13

Catatan tidak seru

Saya selalu lupa menulis tanggal. Sekalipun menulis tanggal, pasti salah.
Ini 12 April 2013

Seperti biasa setiap hari selalu biasa. Dan kebanyakan apa yang saya tulis di sini memang tidak ada yang terlalu luar biasa walaupun itu kejadian sehari-hari. Saya suka iri pada orang-orang yang mempunyai cerita bagus di blognya, tiap harinya, dan apa saja yang membuat catatan itu 'bercerita'.

Tadi ke kampus ngasiin karikatur Thessa. Saya lupa meminta maaf. Sebetulnya saya baru mengerjakan pesanannya 4 jam sebelum janjian tadi. Padahal diberi waktu seminggu. Payah. Lalu menuju simpul space. Ada BIA Talks. Seru. Lumayan seru, juga dapat berguru.

Selesai jam 8. Pulang. Melewati jembatan pasopati bawah. Mahasiswa-mahasiswi berjejer di trotoar seperti paduan suara. Laki-laki di atas. Bedanya, mereka membawa kardus. Murah. Katanya maha, tapi kelakuan masih siswa. Siswa playgroup. Maaf-maaf saja, 9 jam yang lalu saya harus habiskan 4 jam menggores pensil di atas kertas gambar demi mendapat 150ribu. Dan itu masih laba kotor. Lalu di bawah pasopati ini, dalam beberapa jam saja bisa lebih dari itu. Ngamen. Maaf, tapi itu pecundang, untuk ukuran mahasiswa yang katanya bibit penerus bangsa.

Menceritakan kembali hal tadi membuat saya ngantuk dan malas. Selamat malam. Lanjut besok pagi, ketika pagi dijamu oleh kue sorabi.

7.4.13

364 hari menuju 'Today Is Mine'


Selamat malam pemirsa pemirsi sodara sodari. Saya baru muncul kembali di ranah maya ini stelah seharian di tempat tidur. Tergeletak. Cuaca di luar membuat saya hobi bersarung karena sarung ini lebih menghangatkan dibandingkan panasnya api cemburu. Sedari pagi saya terkena flu. Batuknya kemarin, tapi awet hingga kini. Tuh kan keluar yang lengket-lengket. Di hidung.

Kemarin 6 April. Harinya wisuda tahap 2 kampus yang baik ini. Saya bukan fotografer. Saya hanya remaja beranjak tua dengan Nikon. Saya kadang berharap punya instagram supaya saya bisa masukin foto dengan hestek banyak seperti : #wisuda #fsrd #2012 #di #plawid #wisudafsrd2012diplawid, misalnya. Tapi ya sudah. Lagipula, saya tidak mengerti instagram itu berapa kalinya kilogram.




Dasar bocah-bocah kentang. Nama temennya dijadiin lagu arak-arakan wisuda. Itu tuh si William. Tapi kelihatannya dia menikmati.



Selamat wisuda kakak-kakakku yang berseni rupa maupun bukan. TODAY IS SATURDAY! BECAUSE 'TODAY IS YOURS' IS OVERRATED. Dan kalian bocah-bocah ayam. Standing applause untuk kalian dan pokemon satu itu. Pantes saja namanya Archaic.Itu akronim dari Arak-arakan Charizard Indonesa Cenggelam.

Serah!

Selamat malam juga. salam flu.

4.4.13

Lagi lagi belum cukup umur

Sebetul-betulnya ada setumpuk kerjaan di ujung ingatan saya. Ada 20 pesanan karikatur wisuda dan 1 project branding suatu produk sabun. Tapi saya sedang mesra-mesranya sama malas.

Ada 1 kabar baik dan 1 kabar (yang baik tapi menjadi buruk). Kabar baiknya, draft laporan pra TA di cap "Proceed". Yang kedua, telepon dari mbak Dian. Dia memperkenalkan diri. Katanya dari Astra Daihatsu Motor. Saya tanya ada hal apa. Lalu dia bilang dia tau nama saya dari mas slamet riyadi. Oh iya itu si kak Didi asdos permodelan digital.

Jadi ceritanya saya memang pernah apply buat jadi pendamping professor Jepang yang lagi garap disertasi soal desain mobil. Sebetul-betulnya, si Professor memang nyari fresh graduate atau yang lagi S2. Ah saya pikir saya mau coba saja bersaing masukin CV + Porto. Siapa tahu siapa tahu. Saya submit ke email ka Didi waktu itu. Saya tidak tahu apakah ada anak S1 lainnya yang juga terlalu idiot buat submit atau tidak. Itu kan bukan peruntukkan mahasiswa S1.

Oh si takdir benar-benar terlalu. Ketika si mbak Dian bertanya "Mas Ardhyaska ini memang lulusan mana?", saya jawab seadanya. "Saya masih S1 sih mbak. tingkat akhir". Terdengar suara di sana bilang Oh sepanjang-panjangnya jarak di antara kita. Lalu saya ditanya lulus kapan. Saya jawab April. Simbaknya kedengerannya girang. "Wah bentar lagi ya". Lalu 1 kalimat ini membuyarkan ekspektasi saya juga dia. "Taun depan mbak". Sejurus kemudian si mbak dian ini menjelaskan ini itu lalu mengucapkan maaf dan terima kasih. Kesimpulannya, saya diterima sebagai pendamping professor, tapi belum cukup umur, tapi sudah sunat. Saya kecewa. Berharap lulus esok hari tanpa harus melalui jembatan sirotolmusTAkim.

Sudah dulu. Perpus ini hanya buka sampai jam 9 dan saya mau menonton gladi resik wisudaan. Ada yang manis tapi diam saja.

2.4.13

Explore! Dream! Discover!

Kepada para desainer dan seniman muda 2012.

Selasa, pukul 3.10 WIB.

Saat saya menulis ini, Bandung sedang dini hari dan saya telah melalui 7,2 kilometer jalan kota dengan menerobos kabut, dari kampus menuju kamar. Dengan jaket bulu tebal dan itu masih belum cukup.

Saat saya menulis ini, di jalan raya sana sedang pikuk para pedagang membuka lapak pinggir jalan. Sejarah bilang, pasar tradisional sudah bertarung melawan hidup bahkan sebelum kokok ayam.

Dalam benak saya, ini waktu normal manusia untuk beristirahat. Lalu kenapa di luar sana masih saja ada orang membuka mata berlalu lalang?

Kemudian saya teringat 5 jam sebelumnya di jantung kampus ini. Itu berarti jam 10.10 malam di hari sebelumnya. Di jam-jam itu, kalian tahu sendiri suhu kota ini yang bisa mengubah menu teh manis panas menjadi es teh manis dalam hitungan menit saja.

Kalau saya membayangkan malam tadi, ada sekumpulan anak muda berteriak-teriak ea ea ea eo nyanyian aneh yang setan pun tak tahu artinya. Di saat yang sama, anak muda lainnya sedang bernyanyi lagu yang lebih jelas artinya dan lebih merdu. Mungkin di kamarnya, mungkin di jalanan, mungkin di panggung, mungkin sendirian.

Malam tadi, ada sekumpulan anak muda membenamkan setengah badannya di tengah kolam kotor yang kodok saja enggan hidup di dalamnya. Di saat yang sama, anak muda lain yang seumuran dengannya sedang membenamkan badannya dalam selimut bulu tebal yang kodok saja bisa hidup beranak pinak di dalamnya.

Malam tadi, ada sekumpulan anak muda dengan wajah-wajah kelelah, kusam, juga ketakutan. Saya pikir itu bukan ketakutan karena bentakan, bukan ketakutan karena tekanan bahkan ancaman. Itu ketakutan pada ketidakpuasan. Takut melewatkan momentum bahagia juga bersenang-senang. Takut akan penyesalan.

Saat saya menulis ini, dunia yang saya huni ini mampu menciptakan 236 lulusan desain dan seni rupa tiap tahunnya. Itu hanya dari satu perguruan tinggi ini saja. Katakan saja satu kota 3 perguruan tinggi, maka ada sekitar 600 lulusan. Di kota-kota besar lain. Di provinsi lain. Di negara lain. Di dunia. Dan terus bertambah setiap tahunnya.

Malam ini, ketika surat ini saya ketik dengan komputer yang mampu mengumpulkan 411 juta informasi dalam 0.23 detik untuk pencarian kata "KULIAH". Lalu saya membayangkan keterbatasan mencari pengatahuan yg dihadapi ayah saya, saat mimpinya untuk sekolah sirna karena desakan ekonomi. Saya memikirkan daya apa yang dimilikinya, sehingga dia berani mendobrak keterbatasannya dengan merantau dan berjibaku untuk survive di berbagai kota di Jawa Barat hingga akhirnya sampai di Bandung, Tidakkah dia takut dengan keterbatasannya? Tidakkah dia takut dengan perkataan orang yang pesimis? Saat itu umur saya masih satu bulan dalam janin. Belum tahu apa-apa.

Tahun 1998, saat itu negeri ini kalang kabut. Moneter. Harga-harga kebutuhan pokok membumbung. Pun harga menuntut ilmu. Saat itu, saya 7 tahun, harus pindah SD karena biaya terlalu mahal. Berlanjut SMP, SMA, hingga lulus. 
Sampai pada saatnya saya bersekolah di sini, saya adalah turunan pertama keluarga yang pernah bersekolah di kampus negeri. Satu sisi saya bersyukur. Sangat bersyukur. Satu sisi lain, ini justru sebuah tantangan besar. Belum lagi harus meyakinkan pada orang tua kalau fakultas yang saya pilih ini kerjanya bukan hanya melukis dan menggambar.

Tahun pertama perkuliahan menjadi ajang pembuktian bahwa memang INI sekolah yang saya cita-citakan. Dari awal saya berniat saya harus kuliah dengan rajin, IP tinggi, tak usah ikut-ikut acara gak jelas, lalu lulus mencari pekerjaan. Titik! Lalu sesimpel itukah kehidupan masa remaja? Semudah itukah menuntut ilmu di kampus dengan label 'terbaik bangsa'
 ini? Banyak cara menuntut ilmu. Dan ilmu sesungguhnya bukan di sini saja. Ilmu sesungguhnya bukan didapat dari tulisan rapi pada buku catatan. Ilmu sesungguhnya bukan hanya dari suapan dosen tentang materi kuliah ini itu. Ilmu sesungguhnya bukan dari rentetan absen yang tanpa celah. Yang saya tahu, ilmu sesungguhnya ada di luaran sana. Di balik tumpahan cat yang mengenai baju saat mural. Di balik tertawaan orang ketika melihat perform berdansa-dansi. Ilmu sesungguhnya bukan diukur dari tingkat keahlian pada suatu hal yang biasa dilakukan, tapi hal yang belum pernah dilakukan sama sekali. 

Akan sia-sia hidup di kampus yang konon terbaik jika hanya numpang lewat. Nikmati sulitnya perang di kampus ini, syukuri kemudahannya. Kalaupun mati, saya akan mengakhiri perang ini dengan senyum, karena saya tahu saya telah belajar hidup sebaik-baiknya di kampus ini.

Saat saya menulis ini, saya mahasiswa tingkat akhir. Masa-masa di mana sudah tidak ada kuliah dalam satu ruangan dengan manusia lainnya. Sendiri dan mandiri. Andaikata saya lulus besok, sudah tidak ada kata menyesal dalam diri saya, karena saya pernah melewati tahun-tahun ketika sahabat sepenanggungan masih banyak dan jaraknya hanya 2 langkah saja dari tempat saya berdiri meminta pertolongan. Yang ada hanya rasa belum puas. Belum puas berkarya. Tapi memang itu sifat manusia dari zaman Adam Hawa.

Mark Twain pernah menulis : "Twenty years from now you will be more disappointed in the things that you didn't do than in the ones you did do. So throw off the bow lines. Sail away from the safe harbour. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover."

Saat saya menulis ini, saya sudah bisa menceritakan bagaimana kehidupan mahasiswa desain dan seni rupa dari awal masuk hingga lulusnya. Saya berani bertaruh, selepas saya bercerita, maka siapapun yang mendengarnya akan berkata dengan raut wajah cerah "seru ya anak SR, rame ya tiap harinya berbeda, penuh warna". Dengan cerita ini pula saya berhasil meyakinkan orang tua bahwa saya kuliah di tempat yang luar biasa bersama orang-orang luar biasa.

Selamat membuat cerita kalian sendiri. Tapi jangan pernah mau bersenang-senang sendirian. Karena bersenang-senang itu kemudian.

Bandung, 2 April 2013.

Untuk para desainer dan seniman muda 2012.

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...