25.12.13

Lulus - Seminggu


Sudah seminggu, 
ku di depanmu, 
leptop di setiap waktu

di sepanjang Te A-ku

TA mungkin susah
engkau tak tau
bila ku menyimpan data
yang kupandang lama-lama


Setiap pagi
ku mengantuk coz belum turu

siangnya kena bentak ibu
karna tidur tak tentu

Cukup bagiku
mandi tiga hari sekali
di setiap siangku, kalau mauuu

Chorus : 
Sekalinya begadang
Besoknya pusing kepalang

Rasanya gak karuan
Baunya badan, kayak selokan


TA rusakkan aku
semua usahaku
semua pagi beta

semua malam betaaa

Reff :

Oh.. TA akan lagi
Menunggu turu gak pake baju
Dan
TA akan lagi
Lulus manis, menantiku,,

Jujur memang, sakit di hati
Bila kini nyatanya, kawan sudah wisuda
Kan lagi Te A
Bodoh ku se ini
Nyata la bikininya
Ngaco aja jadinyaaa....

21.12.13

Bulu Idung, Jangan Kebanyakan Bahas Cinta. Giung!

Musim hujan tiba. Itulah saat yang tepat dimana bulu-bulu wajib 'ain diperlihara dengan baik. Karena dengan bulu, makhluk hidup bisa survive di tengah musim hujan atau musim dingin. Sudah diketahui sendiri gimana itu beruang kutub bisa selamat di antartika. Itu karena dia mengemudi dengan hati-hati dan ingat keluarga. Makanya selamat. Lain halnya dengan saya, homo sapiens. Akhir-akhir ini sering mencabuti bulu hidungnya. Sekali cabut bisa 2-3 helai tercabut. Pernah waktu itu 5 dalam satu tarikan. Emang sih jadi plong. Tapi efek sampingnya itu, saya jadi rutin dikoyo. Masuk angin. Mungkin saking ga ada filternya. Sekali inhale bak pompa air Shimizu dengan tagline : Sedotannya kuat, semburannya kuenceng.

***

Bagi sebagian orang yang berprofesi sebagai penulis, motivator, konsultan, atau biro jodoh, menulis pesan moral, wejangan, quotes-quotes yang menginspirasi (terlebih soal cinta-cinta) itu membanggakan. Jadi dikenal, mungkin. Followers melonjak, dianggap ahlinya percintaan, banyak yang meminta saran, jadi tempat konsultasi pasangan-pasangan romansa telor asin, opini-opininya benar, sudut pandangnya selalu dijadikan pedoman, dan image-image baik lainnya. Yang lagi laku sekarang  itu yang mengaitkannya dengan dakwah-dakwah agamis. Saya menaruh pandangan positif bagi yang menyebarkan kebaikan atas dasar ikhlas ingin menyebar kebaikan. Namun ada kalanya kalau dakwah cinte-cinte itu terlalu sering dengan kuantitas perharinya melebihi batas normal. Misalnya di twitter, dalam sehari ia ngetwit puluhan soal cinte-cinte yang didasari sudut pandang agama. Belum lagi tautan yang menyambung ke blog. Memang bagus, saya bilang. Memberikan petunjuk, pandangan yang benar secara agama akan pentingnya memandang cinta, kasih sayang, dalam sudut pandang agama. Tapi sesuatu yang berlebihan itu, ya begitulah. Kalau ibarat teh kebanyakan gula, itu giung. Kalau sudah begitu, biasanya jadi mual. Biasanya.

Kenapa tidak membahas aspek kehidupan lain selain hal-hal berbau perasaan hati saja? Seakan-akan topik hidup hanya sebatas cinta melulu. Jangan cengeng melulu lah. Pendidikan, politik, ekonomi, hukum perdagangan, tata kota, pemerintahan, coba bahas itu juga dari segi agama. 


Seseorang yang berilmu dan visioner tidak akan blurts out menceritakan semua pemikiran, gagasan-gagasan, dan apapun hal yang diketahuinya secara blak-blakan. It won't make you seem bold or cool or visionary or anything, but is in fact labelling you as dangerous, potentially treasonous and definitely not the sort of person who will ear promotions. Pribadi yang begitu punya alasan. Dia tidak berharap diketahui banyak karena pemikirannya, tapi pemikirannya yang membuat orang lain mencari tahu siapa dia. So, just keep your card close on your chest, dude. 

***



Saya masih bodoh tentang cinta dan wanita. Tapi setidaknya saya bersyukur dengan kebodohan itu, saya tidak berhenti belajar memahami perasaan seseorang yang saya kagumi. Tidak hanya wanita, laki-laki, hewan, tumbuhan, alam. That's what we live for, isn't it? Karena fokus pada satu hati, satu perasaan saja tidak akan membuat bahagia. Bukan artinya harus memecah perasaan pada banyak hati perempuan (bagi laki-laki), tapi berbagi hati pada semesta. 

Bertemu jodoh? Anekdot of the year, kalau saya bilang. Biarlah pengalaman yang mencaci-caci ketika diri sedang berusaha mencari-cari lagi teman hidup. Pada yang 1, saya dan dia bagai magnet U dan U. Didekati makin menjauh, Dipaksakan malah lebih parah daya dorongnya. Yang 2, magnet U dan S yang dibatasi kaca 1 mili. Kepercayaan. Yang 3, magnet U dan S. U untuk Uda dan Sister. Uda berarti kakak laki, sister adik perempuan. Dan sebatas itu saja, tidak akan lebih.


Itu mungkin salah satunya yang kian membuat saya mual dengan masalah cinte-cinta. Mau itu tulisan, quotes, ftv (apalagi), film blockbuster. Drama. Kalau banyak kolega menilai saya perfeksionis masalah cinte-cinte ini, ya it haknya. Mungkin bukan perfeksionis, tapi oportunis. Orang oportunis biasanya tahu momentumnya. Dan semesta setuju, bahwa saat ini, momentum itu masih dalam perjalanannya. Tidak usah cengeng memikirkan, nanti juga berpapasan.

14.12.13

Benar Benar Salah.

"Merasa melakukan hal bener ternyata gak bener."

Satu ucapan ustad lutfi di tvri pagi tadi. Saya agak menyesal nonton cuma bagian ekornya. Ada ustad yusuf mansur juga. Intinya, lagi mengkaji masalah privasi seseorang ketika di masjid. Misalnya, waktu habis shalat fardu tiba-tiba ada kultum kan agak mengganggu orang lain yang hendak berdzikir atau shalat sunnah. Ada baiknya memberi waktu dulu beberapa menit untuk dzikir habis itu baru kultum. Atau, sebelum shalat berjamaah, diumumkan terlebih dahulu bahwa nanti habis shalat ada kultum, jadi bagi siapapun yang hendak shalat sunnah bisa mengambil ancang-ancang.

Ada juga kasusnya yang membaca Qur'an dengan suara yang terlalu keras. Bisa mengganggu orang lain yang sedang melaksanakan shalat. Kemudian, ada juga pengalaman ustad lutfi itu. Pernah lagi ceramah, tapi di tengah-tengah ceramah itu ada orang yang membaca Qur'an. Kurang sopan, tidak baik, juga tidak menghargai orang lain berbicara. Orang yang seperti itu menurut beliau adalah yang tidak mengerti, bahwa dia melakukan hal benar ternyata tidak benar. Bagusnya sih ya menghargai orang yang sedang ceramah itu. Mendengarkan baik-baik. Atau, kalaupun mau mengaji, ya mengambil spot-spot ujung yang tidak mengganggu.

Yang satu ini yang paling sering kejadian dan mungkin sering saya alami sendiri. Ustad Lutfi itu bercerita, satu waktu doi lagi shalat berjamaah, di depannya ada anak muda. Pakaiannya skinny jeans + baju 'kurang bahan'. "Kan keliatan itu belahannya" kata ustad. "Masalahnya itu sama-sama laki juga" Ustad Yusuf mansur menimpali. Masa iya sih mau ngadep Tuhan pakaiannya aja gak bener. Celengannya keliatan mungkin bukan hanya sama orang di belakangnya aja. Bisa juga yang di belakanganya lagi, kanan kirinya juga. Nah pemuda itu pasti merasa dirinya sudah berbuat bener tapi ternyata gak bener akibat niatnya. Niat itu ya diliat dari cara dia mempersiapkan diri dalam ibadahnya. Begitu katanya ustad-ustad itu.

Serupa tapi tak sama dengan celana celengan itu, saya juga pernah melihat pemuda-pemuda yang memakai baju/kaos yang ada tulisan di belakang punggungya. Kalau di kampus itu banyak unit-unit/himpunan/organisasi/event suatu acara. Biasanya, member-member itu punya sesuatu yang dipakai sebagai penanda bahwa dia termasuk di kelompok tersebut. Memang keren. Tapi, alangkah baiknya kalau itu pakaian yang ada tulisannya tidak dipakai kalau mau ibadah, apalagi berjamaah. Karena akan ganggu buat orang yang ada di belakangnya. Mulutnya sih baca al Fatihah, tapi kan mata ngeliat tulisan itu, dan hati baca tulisan yang di punggunya orang yang di depannya itu. Sah? Sah? Ya gak khusyuk aja sih.

Intinya, Islam itu menghargai privasi seseorang sekecil apapun dan dimanapun. Begitu kata acara subuh tadi.

***

Senangnya jam hidup kembali normal.


DIY hotwheels track

Dalam rangka menabung untuk keperluan TA, hujan pun tak menyrutkan niat buat ketemu klien. Jam 3 mampir dulu ke salman. Jam setengah 4 menuju rumah mode, janjian sama si kak erik bahas rebranding restonya. Selesai setengah 5an. Pulang lagi.

Ada duplek sisa dibikin aja track hotwheels DIY. Sederhana tapi menyenangkan juga. Main sama si de alfan + puput sampai jam 9 malam. Besok encore. 





***

Sedang tidak punya mood untuk menulis apa-apa. Akhir-akhir ini kreativitas membeku.

12.12.13

Hari Makan Ban Nasional

Desember 10.

Akhir tahun. Jadi sering mendengar istilah "tutup buku". Pengalaman saya berurusan dengan pihak-pihak yang punya wewenang mengelola anggaran, istilah itu terkesan 'wah'. Tempo hari misalnya sepulang lomba di Surabaya. Mendadak diminta cepat-cepat buat Surat perjalanan dinas oleh lembaga X. Tujuannya memang baik buat kami. Mengganti biaya akomodasi. Namun agak janggal ketika pihak-pihak tersebut-lah yang terkesan memburu kami, bukan sebaliknya. Padahal kalau dilihat faktor siapa yang butuh kan kami yang membutuhkan banget dibanding beliau-beliau. Tapi memang tujuan beliau baik. Berusaha melayani sebaik mungkin.

Ada lagi di program studi. Ruang dosen baru saja kedatangan tamu Televisi segede waladdolin inchi. Buat apa? Nonton. Nonton apa? Pelem. Ditonton sama siapa? ya yang di situ. Keuntungan buat mahasiswanya? Nggak ada (kalau gak ikutan nonton). Ada lagi copic tuh di meja. Banyak bener. Padahal harga satuannya mahal bener. Bener-bener deh. Oya btw WC juga jadi kelas vvip, tapi musholla kagak diurus sekalian. Masa mentingin berak ketimbang ibadah.


***

Sore ke suniaraja. Ke tukang akrilik yang hampir tutup. Ada sebatang teteh-teteh yang keliatannya udah ngebet banget pengen balik. Pas nanya-nyanya juga dia jawabnya asa males-malesan. Malah nyuruh "coba ke tempat X aja di jalan otista". Bukannya malah bikin tertarik menggunakan jasa tempatnya bekerja, yang ada malah males juga ke sana lagi. Memang sih sudah jam pulang. Tapi namanya pelanggan bo ya dilayani sebaik mungkin lah. Kalau begitu terus kerjaan teteh ga ada barokahnya.

***

Desember 11 - Hari Makan Ban.

Baru memulai aktivitas siang hari setelah pagi-paginya diserang migrain tak surut-surut. Maksain biarpun hujan becek-becek. Pertama ke karapitan dulu cari pompa air, selang, sambungan, sama nanya pembuatan kolam ikan custom. Toko-toko di sana lagi menyambut Natal, musik-musiknya kristian semua. Ikan di sana KTP-nya Katolik/Protestan.

Kontradiktif dengan hari kemarin, pelayan kali ini teteh-teteh juga namun ramah dan murah senyum. Nanya ini itu dilayani sepenuh hati. Bingun nyari kasir juga ditunjukin. Pindah ke toko sebelah sama. Ditanya bukanya sampai jam berapa, dia bilang sampai jam setengah 6 juga gapapa. 

Sepulang dari sana, mampir ke suniaraja lagi, ke tempat yang berbeda dari yang kemarin. Nanya pembuatan kolam juga, tapi gak bisa. Untungnya koko-koko ini orangnya asik gitu. Dia ngasih tau tempat yang bisa bikin di daerah RS. Santosa. Maka bergegaslah saya ke sana. Kalau saja bukan karena bertemu orang-orang ramah, hari itu bakal jadi hari paling menjengkelkan semumur-umur mengerjakan TA. Ban motor kempes/bocor. Padahal baru berapa hari yang lalu itu ganti ban dalem. Didorong sampai daerah stasion ada tukang tambal ban. Abis dari sana, kok rasanya masih ada yang salah. Di jalan motor gak beres. Gak sampe sejam, itu ban hacep di depan pasar baru. Duar!! Dorong lagi sampai jalan Sudirman. Kali ini ganti daleman lagi. Ban-nya. Pas dilihat, ternyata ban luar yang masalah. Yaudin sementara pake dulu. Pulang dari tempat akrilik yang ditunjukin si koko suniaraja, ketemu tempat tambal ban yang gak cuma bisa ganti daleman, tapi juga yang luar. Pas ditanya ke si aa-nya, doi musti ngambil dulu di gudang. Yaudang ditungguin. 

Pas nunggu, ketemu jajanan langka masa kini. Bandrek bajigur! Budak pendek gede bujur. Yaampun terakhir jajan beginian tuh entah jaman paleolitikum atau mesopolipantai lupa. Waktu itu masih pacaran. Yang pasti sekarang ini ketemu gerobaknya aja susah apalagi isinya.


Jadi, jajanan ini isinya bukan cuma bandrek bajigur, tapi ada kacang rebus, nagasari (kue basah isi pisang), pisang rebus, ketan, hui (ubi), dll. Saya beli nagasari + kacang rebus. Harganya sekarang 2000an. Jaman dulu nagasari masih 200 perak dengan kualitas pisang yang telah diuji di itb dan ipb. Tapi ketemu jajanan begini saja udah bahagia. Tapi sayangnya ini hujan, dan sendirian, dan di tukang tambal ban. #combo.


9.12.13

Napak Tilas - Iman

Saat ketika kamu ingat siapa jati dirimu, siapa kamu di mata manusia lainnya, bagaimana kamu diperlakukan di dalamnya, dan bagaimana kamu memperlakukan sesama. Saat dimana kamu ingat dari mana asalmu. Saat itulah, ingat Tuhan.

***

10 Desember. 02.53 WIB

Berkali-kali dicoba, berkali-kali digulingkan, berkali-kali mencoba tidur, tidak mau juga. Ada yang salah dengan hidupku akhir-akhir ini. Bukan semata-mata karena tuntutan tugas dan semacamnya. Kalau aku tahu kenapa, pasti tidak akan menulis ini.


Sebelumnya sudah mencoba tertidur. Mencoba melakukan hal yang biasa dilakukan saat hendak tidur. Membayangkan memasuki dunia doraemon. Bukan bercanda, tapi memang begini dari SD hingga kini. Kalau sulit tidur, ya mencoba tidur, sambil berkhayal memiliki doraemon. Sampai sekarang masih dicoba karena masih ampuh. Tapi sepertinya tidak untuk malam ini.


Lalu mencoba plan B. Mengingat masa kecil. Belum pernah dicoba sebelumnya karena ngapain juga. Dikomparasikan dengan keadaan diri yang sekarang, ternyata bagai paris dan paris van java. Biarpun namanya sama, kondisinya jomplang. Let say dulu masih sering mengaji. Tiap sore jam setengah 6 bergegas ambil iqro, peci, dan penunjuk. Berangkat bareng anak tetangga, si Asep Ma Eteh, Ujang Apit, Hendra, Agung, Aen, dll. Kalau datang ke masjid paling dulu, mukul bedug paling duluan. Masih ingat betul kalau mukul bedug adzan itu posisi prestisius. Tapi begitu disuruh adzan, ga ada yang minat. Waktu itu yang paling kesohor jago adzan adalah si kang Miftahul Huda. Beda 5 tahun denganku. Kata teman-teman, dia selain terkenal jago adzan, juga jago mengaji Lagam (membaca Qur'an dengan cengkok merdu). Saat itu aku belum kenal siapa doi.

Kelas 2 SD, levelku naik dari bocah iqro jadi baca Al Qur'an. Masih nga ngi ngu fail. Untung ibu seorang guru ngaji di masjid yang sama. Jadi sikit-sikit cari ilmunya. Bocah tengil sepertiku saat itu masih diajari oleh ibu-ibu. Kalau level expert diajari oleh Kiyainya, Pak Solihin. Beliau ini masternya guru. Bukan hanya mengaji, juga kehidupan. 

Masih teringat betul awal mula belajar mengaji oleh beliau. Harus hafal juz 'ama dulu baru bisa mulai Al-Baqarah. Ujian ini rasanya paling membekas hingga sekarang. Perlu kerja ekstra untuk lolos ujian itu. Di kelas ngapalin, di rumah ngapalin, sambil main layangan ngapalin, terus begitu sampai hari H tes. Di depan sudah ada Pak Solihin. Posisinya sambil tiduran. Baca surat ini, surat itu, terbata-bata. Begitu ada yang salah, Pak Solihin pukul mimbar kayu sekencang-kencangnya. Bentak-bentak kalau apa yang kubaca itu salah makhrajnya/tajwidnya. Lucunya, semua orang saat itu malah menonton dan aku jadi bahan tertawaan. Hari-hari berikutnya kalau ada tes, suka beralasan pergi ke masjid. Alasannya takut kena bentak lagi, marah lagi, dan sebaginya. Tapi kalau tidak berangkat mengaji, Pak Solihin ini yang getol manggil satu-satu anak-anak yang bolos lewat toa masjid. Kedengeran seantero kampung. Malu. Berikutnya, mengaji lagi, bolos lagi, dipanggil lagi, mengaji lagi. FYI, waktu dipanggil lewat toa masjid itu, Pak Solihin memanggilku bukan dengan nama "Dias", tapi "Penjas". Alias Pendidikan jasmani dan rohani.

Lambat laun, aku mulai meniti level-level berikutnya. Hafal Surah Yasin (yang sekarang lupa-lupa lagi), belajar Lagam, juga adzan. Waktu itu belajar lagam Surah Al Baqarah, Al-Waqi'ah, dan lupa satu lagi pokoknya awalnya tuh alam taro ilalladziina aamanu.. Masya Allah lupa. Yang mengajar itu Ibu Maimunah. Tiap bada magrib mulainya, selesainya jam setengah 9 malam, dan masjid Al Mubarok baru adzan Isya jam segitu. Btw waktu ngaji itu dites satu-satu lewat tia masjid juga. Jadi ya suara tiap murid terdengar seantero kampong. Dulu katanya suaraku merdu, sekarang jadi merebek. Tapi itu katanya.

Awalnya bisa adzan itu karena dipaksa Pak Solihin. Pengalaman pertama mengumandangkan adzan itu masih berasa. Nafas pendek, suara gemetaran, biasa saja, hayya 'alal falaaa (nafas, sambung lagi) aaaah. Epic fail. Setelah itu jadi ketagihan. Aneh. Jarak rumah-masjid itu sekitar 400 meter. Tapi dulu sering banget jadi adzan dzuhur, ashar, dan kalo gak salah subuh juga pernah.

Solat apalagi. Bak orang sakau. Istirahat sekolah jam 10, pulang ke rumah solat duha. Pernah satu ketika ketiduran, sekip solat dzuhur, si ibu gak bangunin soalnya kasihan. Itu mah nangis sejadi-jadinya gara-gara lewat solat. Gila gak nyangka dulu soleh pisun.

Alhamdulillah hatam Qur'an pertama kalinya di umur 9 tahun. Pas mau melanjutkan ke kitab kuning, pindah rumah ke Bandung. Sampai sekarnag, belum pernah merasakan belajar baca kitab. Padahal dulu ngebet parah.

***

Sekarang, mari lihat setelah 10 tahun kemudian. Anggap saja lupakan postingan di atas. Itu ibaratnya orang yang berbeda. Mungkin benar kata hadist-hadist, amal seorang anak yang belum baligh itu amal untuk orang tuanya, sedangkan setelah baligh itu amal untuk dirinya sendiri, kalau gak salah ya. Kondisinya sejarang begitu jungkir balik. Saya adalah tipikal manusia kekinian yang imannya tergerus jaman. Belajar agama sedikit-dikit, banyak salah dari pada soleh, banyak pikiran kotor, hati kotor, panca indera tidak banyak diberdayakan untuk hal-hal baik, dan banyak sekali, sangat banyak pisan sekali dosa perdosaan. Ya Ampun. Mungkin guru-guruku yang dulu itu akan membentakku sebentak-bentaknya jika melihat aku yang sekarang. Ketika ilmu yang dulu beliau ajarkan tidak dipergunakan dengan baik oleh muridnya.

Rindu masa-masa itu. Rindu ketenangan hati saat itu, rindu Pak Solihin, Bu Dedeh, Pak Yana yang galak, Bu Ade penjual gehu sepulang ngaji, Bu Maimunah, bapak ini, bapak itu, dan semua orang di kampung Cikohkolm Banjarsari era 90an. Rindu yang teramat sangat. Entah kapan akan bertemu lagi. Tapi yang pasti, saya lah yang harus mencari keberadaan mereka semua. Sebelum wisuda. Janji
***



P.S : 
Sepertinya aku masih butuh pembimbing sepertimu, Pak. Yang mengingatkanku dengan pukulan di mimbar kayu ketika aku salah dan terlalu sibuk dengan dunia. Yang memanggilku lewat toa masjid ketika aku malas atau membuang waktu. Yang mengajarkanku ketika aku tidak tahu apa-apa. Baru 10 tahun berpamitan saja aku seperti hilang arah. Padahal, di hadapanku mungkin masih ada puluhan tahun, belasan tahun, 5 tahun, setahun, atau mungkin hanya sampai besok Allah mengizinkanku.

Hormat dan baktiku padamu, Pak. Semoga Allah melindungimu. Selalu.

8.12.13

Dari pupujian sampai huhujanan

Éling-éling dulur kabéh,
ibadah ulah campoléh, 
beurang peuting ulah weléh, 
bisina kaburu paéh. 

Sabab urang bakal mati, 
nyawa dipundut ku gusti, 
matak kudu ati-ati, 
ka ibadah singguh mati. 

Karasana keur sakarat, 
nyerina kaliwat-liwat, 
kaduhung kaliwat langkung, 
henteu nyembah ka yang agung.

Itu hanya sepenggal pupujian (serupa lagu-lagu sebelum dilaksanakannya sholat di masjid-masjid), yang sekarang sudah tidak banyak terdengar lagi. Terakhir saya dengar dan lantunkan sendiri sekitar 10 tahun lalu di kampong pedalaman dekat Pangandaran sana. Nadanya masih saya hafal betul. Karena liriknya berbahasa Sunda, saya terjemahkan sebagai berikut :

Ingatlah saudaraku semua,
ibadah jangan lalai
siang malam jangan terlewat
nanti keburu wafat

Karena kita semua akan mati
nyawa diambil oleh Allah
makanya musti hati-hati
soal ibadah harus sampai mati

Terasanya ketika sekarat
sakitnya luar biasa
penyesalan tinggal penyesalan
tidak taat pada Yang Maha Agung.

Simpel. Tapi sarat makna. Saya iri pada orang yang masih teguh penidiriannya dalam hal ibadah. Lebih iri daripada melihat kawan liburan di negeri indah antah berantah. Lebih iri lagi pada pencipta lagu ini. Siapapun dia, pastilah amalnya baik dunia akhirat.

***

Hujan sore. Lalu lintas media sosial dilaporkan sedang ramai-ramainya. Oleh komplen-komplen, oleh kekesalan, dan segala bentuk tidak senang jika datang hujan. Orang-orang tipe itu tidak pernah tau bagaimana rasanya kekurangan apa? Kalau saya bilang (maaf), manja. Janganlah dibuat susah. Ada payung, jas hujan, sepatu boot, kresek, perahu, atap rumah, gayung. Semua itu dibuat untuk manusia melewati hujan. Kalau manja-nya keterlaluan, naik saja pesawat terbang, lewati awan, maka kamu tidak akan kehujanan.

7.12.13

Triplecomboringdays

6 Desember
03.34 WIB

Akhir-akhir ini pikiran mati mikir. Ada kata-kata di kepala tapi lidah kelu rasanya. Mungkin karena berhari-hari tidur tidak pasti. Kadang di ruang TA yang tiada orang di dalamnya. Kadang di meja dengan lendir berceceran. Kadang tidak sama sekali. Seperti sekarang ini. 

Baru saja di tv swasta ada sedikit hiburan. Film Ghost City. Alkisah seorang dokter gigi bernama Dr. Pincus yang sifatnya acuh pada sekitar, hidup sendirian, dan itu-itu saja. Awal-awal agak membosankan, sampai akhirnya saya bisa mencerna plot film ini terutama ketika si Dr. Pincus berada pada titik dimana dia memutuskan bahwa hidupnya 'haruslah hidup'. Dia mulai membantu arwah-arwah yang mendatanginya. Menemui keluarga-keluarga yang ditinggalkannya untuk menyampaikan pesan yang tak sempat disampaikan dari arwah-arwah yang mendatangi dr. Pincus ini. Tujuannya tak lain supaya arwah-arwah ini dapat tenang di alam sana. Ada bumbu romantikanya pula. Terutama ketika dia bertemu Gwen, seorang janda yang ditinggal suaminya yang notabene sahabat si Dr. Pincus sendiri. Ternyata, arwah suaminya ini meminta Dr. Pincus untuk membuat Gwen mengikhlaskan kepergian mendiang suaminya tersebut. Di akhir-akhir cerita, si Gwen baru bisa mengikhlaskan mantan suaminya itu setelah suaminya melihat Gwen menangis ketika Dr. Pincus tertabrak bis. Dari sana, Dr. Pincus tak tidak lagi 'sendiri'.

***

Tidak beradu pandang bukan berarti melupakan. Justru dengan itu ada rindu yang mendalam. Jadi beginilah rasanya kupu dalam paru. Padahal hanya teringat nama, satu nama saja. Yang bisa membuat rongga dada mendadak rancu, sesak menyusup tiap tarikan nafas. Padahal, laki-laki ini pernah singgah di dermaga lain. Tapi tidak ada bekasnya. Semesta angkat bicara. Menuntun hambanya sedemikian rupa. Sampai pada titik ini, adakah kita saling bertanya? Tentang siapa mencari siapa, siapa menunggu siapa, siapa untuk siapa. 

***

7 Desember
01.56 WIB

Media-media tv di negara ini mayoritas gak beres. Jauh-jauh cari berita kerusuhan di Chile, berita bagus di negeri sendiri gak diekspos. Atau berita tengah malam. Perhatikan saja isinya kriminal, pelecehan sexuil, sama tabrakan. Kalau yang tabrakan itu akije, exposenya diledak-ledakin kek nuklir. Kalau tabrakannya orang susah mana ada diceritain. Yang ada dijadiin kambing hitam.

***

Dapat kabar agak kurang baik dari sahabat terdekat. Hubungan asmaranya kandas setelah jalan kurang lebih 3 tahunan. Tak banyak yang bisa saya lakukan selain bertanya berusaha mengalihkan pikirannya supaya tidak terlalu membebaninya. Saya pernah di posisi seperti dia. Pria biasanya lebih tegar di awal. Namun sayang, batu saja bisa berlubang jika berkali-kali ditempa air. Yang bisa saya lakukan cuma mendoakan kebaikan. Untuk sahabat, juga untuk hati-hati yang dikecewakan

***

8 Desember
02.57 WIB

Watching Nanny's Diary. Pelajarannya : apalah artinya punya banyak harta tapi bahagia saja masih wacana.

4.12.13

Hoi Desember

Tempo hari ada tamu met**rotv ke kampus. Mau syuting soal mobil cakrawala ini katanya. Pagi-pagi memang wawancara si hafid, sore mau test drive tapi gajadi karena hujan. Lanjut besoknya. Bulak balik LK ngurusin SPPD bekas iemc surabaya. 

Tadi baru nonton kustikus di depan grafis. Cuma mau nonton teman-teman seangkatan nampil aja sik. Taunya main larutan malem. Tadi juga bimbingan TA pak agus. Kayanya mood-nya lagi bagus. Ke omunium beli cd-cd musik. Stok musik di rumah itu-itu melulu. Dapet Wsatcc, Sore, sama Gugun. 

35 hari lagi menuju sidang akhir dan saya masih sering bara-bara leyeh-leyeh.

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...