28.7.14

Menjadi Laki-laki Abnormal

Sebagai pria, yang normal dan sendirian, saya akui terkadang ada perasaan iri, kepada laki-laki -- yang saya pikir, saya punya nilai plus lebih ketimbang dia -- tapi punya pacar baik, cantik, juga penyabar. Di usia segini, membicarakan pacar itu sepertinya sah-sah saja. Karena sudah bukan lagi anak remaja yang ingin punya pacar karena latah, atau sindiran teman-temannya. Bagi saya sekarang ini, definisi 'punya pacar' itu bukan lagi karena ingin ikut-ikutan gaya anak muda, tetapi lebih sebagai sosok yang nantinya menemani kehidupan.

Bicara soal iri, ternyata saya iri hanya sebatas apa yang dilihat. Semisal : 'oh laki-laki itu tukang judi dan pemarah, kenapa perempuan cantik itu sabar menghadapinya?' atau 'dia itu pemuda yang sehari-harinya hanya ngurusin hubungan asmara melulu tapi bukan masa depan, lantas kenapa ada perempuan cantik yang mau padanya?'. 

Ternyata, saya iri, bukan karena fisik, atau status teman-teman saya itu. Tetapi saya iri pada ketidakmampuan saya. Dari situ, nampak jelas kalau saya belum ada apa-apanya ketimbang teman-teman saya. Ternyata saya belum cukup hebat. Teman-teman saya dan laki-laki lain yang sudah memiliki pacar, tentu laki-laki hebat, karena sudah sangat siap untuk dititipi seorang perempuan. Sementara saya sendiri masih berkutat memperbaiki diri, memantaskan diri. Lama betul.

Semenjak pergaulan saya hanya mencakup area kelurahan, diantara pemuda-pemuda seumuran lain, sepertinya saya sendiri yang tidak berani meneriaki tiap perempuan manis yang lewat di depan jalan atau gang-gang sempit. Tragisnya, diantara kami, hanya saya sendiri yang 'sendirian' atau jomblo atau tak punya pacar. Itu artinya, mereka-mereka teman-teman saya itu sudah punya perempuan idaman masing-masing toh. Dalam kondisi seperti itu, siapa yang terlihat normal dan tidak normal? Tentu saya sendiri. Dikatanya saya tak doyan cewek manis. Lagipula, kalaupun saya ikut nge-trek-in, itu cewek mana mau juga sama saya. Tampang pas-pasan ala pertamina pasti pas. Buang-buang suara.

***

Saya adalah laki-laki tidak normal bagi mereka. Karena bagi mereka, meneriaki /nge-trek perempuan yang lewat depan gang itu adalah sesuatu yang dianggap manly, keren, coolgentle. Dengan harapan perempuan yang diteriakinya itu akan merespon dengan senyum-senyum malu, atau lirikan mata saja. Setelah itu tercapai, tahap perkenalan lebih lanjut bisa dilakukan.

Saya adalah laki-laki tidak normal bagi mereka. Karena selalu menutup-nutupi soal ketertarikan pada perempuan, terutama menutupi identitas. Karena kalau ditanya siapa perempuan yang disukai, saya kerap bungkam. Lain halnya dengan mereka. Ada rasa kebanggaan yang tinggi. Kebanggaan atas dirinya karena telah 'laku', dan kebanggaan atas paras pasangannya yang aduhai cantiknya menurut dia. Yang ia puja puji dan banggakan di depan teman-temannya termasuk di hadapan saya.

Saya adalah laki-laki tidak normal bagi mereka. Karena setiap malam minggu tidak pergi ke-mana-mana mengajak seseorang perempuan untuk jalan-jalan bermalam mingguan. Itu sebabnya saya tidak banyak tahu tempat nongkrong anak muda (yang gaul) di sekitar kota.

***

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal seperti itu. Supaya saya tetap bisa menahan mulut ini untuk tidak meneriaki perempuan manis yang lewat depan gang. Karena itu tanda hormat dan respect saya pada perasaan perempuan, rasa aman, rasa nyaman, tanpa merasa risih.

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal seperti itu. Supaya tetap bisa menahan hasrat untuk menceritakan rindu yang teramat dalam pada seorang perempuan pujaan, meski dayung berlum tentu bersambut. Karena nama seorang perempuan (yang belum tentu jodoh) hanya boleh diucap dalam hati, dalam doa yang akan dibawa ke langit.

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal seperti itu. Supaya setiap sabtu malam saya habiskan mencari banyak ilmu tentang peran sebagai pria dewasa yang bertanggung jawab di masa depan. Yang mengerti banyak tentang perempuannya, anaknya, keluarga besarnya. Menjadi imam yang pantas bagi siapapun perempuan yang saya pimpin nantinya.

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal, sampai saya bertemu perempuan terakhir yang memang mau membuat saya terlihat normal di depan mereka. Pria normal yang dibanggakan perempuannya.

Malam Takbir(thday)

| Juli 27 |

Setelah sebulan lalu bersih-bersih sebelum ramadhan, ada baiknya kalau sebelum lebaran juga. Sore hari, bersih-bersih sebelum Lebaran di sekitar jalan-jalan utama RW 06. Bedanya dengan bersih-bersih sebelum ramadhan sebulan lalu, kali ini kami berhasil mengajak anak-anak usia 5-12 tahun untuk ikut ambil bagian. Mengajak anak-anak itu lebih sulit ketimbang kawan seumuran. Mereka pasti punya alasan yang berlainan dengan saya  atau kawan-kawan seumuran, tentang mengapa mereka mau bergabung.

Awalnya dari sasauran keliling seminggu kemarin. Di tengah jalan bertemu anak-anak masjid Al Huda yang sedang itikaf tapi sambil main-main di jalan depan masjid. Ketika saya ajak ikut keliling, mereka mau ikut. Keesokan harinya, anak-anak ini malah mendatangangi sekre jam 2 malam sambil membawa galon-galon bekas, ember bekas cat, botol, dan lain-lain. Sampai pada sasauran terakhir mereka tetap excited. Nah, dari situlah awal mula keterlibatan anak-anak di kegiatan karang taruna. Memang tidak diatur dalam AD ART tentang batasan umur warga untuk tergabung dalam karang taruna. Tetapi, ada sisi baiknya, dan baru akan terasa bertahun-tahun mendatang. Di sini, ada nilai-nilai yang coba kami tanamkan. Tentang kehidupan bermasyarakat, menjadi manusia yang berani berbuat di tengah minimnya simpati masyarakat sekitar. Ketika anak-anak ini beranjak dewasa, mereka menjadi peka dan sadar alasan mengapa kami mengajak mereka.

Masih sore hari H-1 lebaran. Ke caringin bawa bedug untuk kegiatan takbiran keliling malam nanti. 


Ba'da Isya. Rombongan sudah berkumpul di depan sekretariat. Kebanyakan anak-anak yang kemarin-kemarin. Mereka adalah sarana publikasi terhebat. Tanpa saya beritahu harus kapan berkumpul, mereka datang tepat waktu. Tanpa saya bilang harus datang, mereka akan datang membawa kawan lainnya. Dan begitu seterusnya. Jam 20.04 sudah berangkat keliling. Perasaan saya, sudah lama sekali di sini tidak ada takbir keliling macam ini. Kalau tidak salah.


Takbiran keliling selesai jam 9.01-an. Rombongan telah pulang ke rumah masing-masing. Di sekre hanya tersisa beberapa orang anak tarka. Mampir ke Al Ikhlas. Takbiran. Kebanyakan anak-anak dan bapak-bapak. Ini pertama kalinya seumur hidup saya takbiran di masjid. ha ha. Dari jam 10 malam, pulang jam 4 pagi. Bagi saya, malam takbir kemarin amat sangat punya arti. Alhamdulillah, di malam ini, saya mengalami pertambahan umur di tempat dan momen yang istimewa pula.


***

Selamat lebaran 1435 H. Semoga bertemu lagi tahun depan.

27.7.14

Bukan Benar Bukan Salah

Ketika seseorang beranggapan bahwa dirinya sudah merasa paling benar, sedangkan orang lain--yang berseberangan paham dengannya--dianggap salah, maka ada yang salah dengannya. Ada yang salah dengan pemahaman bahasa kita. Sejak SD, selalu belajar "lawan kata". Benar, lawan katanya : salah. Baik, lawan katanya : buruk. Jujur, lawan katanya : bohong, dst. Dari kecil sudah belajar me-'lawan'. Padahal, inti dari 'lawan' itu adalah perbedaan yang varibelnya amat banyak.

Orang kita, mendengar kata 'lawan' itu dianggapnya tantangan, ngajak ribut, berantem, dihajar. Kalaupun tidak sampai dihabisi, yaa minimal membuat orang yang berseberangan paham dengan dirinya itu menjadi followersnya, yang mengikuti visinya. Takluk kepadanya. Itulah ego kekuasaan.

Jadi jelas, ini soal perbedaan. Dalam hal apa? Jelas banyak. Menghadapi perbedaan itu tidak hanya butuh Intellectual saja, namun juga Emotional, nilai-nilai kemanusiaan, religi, dan rasa. Ada perbedaan antara 'ini benar, dan itu salah' dengan 'ini benar, dan itu belum tentu salah'.

Kedua statement itu hanya bisa terjadi jika subjek pelakunya berimbang dalam kuantiti. 50 orang dibandingkan 40 orang misalnya. Itu masih sebanding. Akan berbeda kejadiannya jika 1 : 23, misalnya. Di sinilah munculnya peribahasa 'karena nila setitik rusak susu sebelanga'. Karena 1 orang yang 'beda' sendiri, dampak pada mayoritas bisa besar. Namanya parasit, walaupun 1 di tengah ribuan inang, dia bisa menyebar cepat dan banyak. Parasit lebih dikenal dengan sifat merusak, buruk, merugikan, dan kalau pada manusia, maka disebut 'orang salah'.

Berbeda dengan orang baik di tengah kumpulan orang-orang yang salah. Di kumpulan itu, banyak yang melakukan perilaku buruk/salah, namun merasa benar dan tenang-tenang saja karena banyak kawan (mayoritas) yang sama-sama salah. Di saat itulah, orang yang melakukan hal benar malah terlihat salah. Berani dan teguh pendirian untuk tetap benar meskipun sendirian dalah hal yang sulit jika belum terbiasa lepas dari ketergantungan pada orang lain. Di sinilah peran kepemimpinan pada diri sendiri.

Jiwa kepemimpinan itu ada pada setiap orang. Memimpin dirinya sendiri. Nilai-nilai seorang pemimpin itu dilihat dari cara dia menghargai orang lain, yang notabene punya juga sifat kepemimpinan akan dirinya sendiri. 

26.7.14

Di Ujung-ujung

 | Juli 27 |

Persiapan pelaksanaan bersih-bersih sebelum lebaran. Jarkom dari saya berisi meeting point buat nyebarin poster. Jam 2 hujan besar. Baru gerak jam 16.34. Seharian saya di sekre sambil gambar-gambar.


Malam terakhir taraweh rasanya merinding. Begitu cepatnya bulan ini numpang lewat. Agak menyesal teraweh masih bolong-bolong. Sebelum penyesalan itu bertambah, subuh nanti saya harus ikut sasauran edisi terakhir. Ngantuk sekali. Tapi ternyata, pecyaaah sob! :)) Terima kasih kepada para warga yang sudah memberikan THR. untuk kami. Semoga bisa diamalkan sebaik mungkin.


24.7.14

Perlu di-charge

| Juli 25 |

Mari bermain truth or dare. Kalau mau jujur-jujuran, saya lelah. Lelah sekali. Beberapa hari ini tidur hanya 3-4 jam, lalu bangun dengan segala agenda. Meskipun bukan rutin, tapi suatu dosa bagi saya pribadi jika itu ditinggalkan. Seperti dini hari ini. Energi pagi ini adalah hasil dari tidur habis teraweh sampai jam 11. Setelah itu ada panggilan lagi, meluncur lagi. Sepertinya butuh sehari saja full tanpa melakukan apa-apa. Tapi diam pun saya tidak suka. Jadi apa maunya?

Saya bukan seorang extrovert. Aslina. Saya pun heran masih banyak yang mengira kalau saya extrovert, karena sering main sana sini, kenal ini itu. Mungkin saya seorang introvert yang prematur di mata orang lain. Pagi ini, ke-prematuran introvert itu muncul kembali. Bagi-bagi undangan rapat persiapan 17 agustusan di RW. Siang bolong. 

Hasilnya, rapat dari 50 undangan yang disebar ke seluruh pemuda RW, hanya 2 orang yang hadir. Jangan dulu menyerah kawan-kawan.







Jam 11 malam ke sekre. Sekedar nge-cek sih sebenernya di dalam lagi ngapain. Bagus sih gak ada apa-apa. Jam 2, anak-anak SD entah dari mana menyusul ke sekre. Ngajak sasauran. Berangkatlah itu rombongan sampai jam 3. Malam ini tanpa hasil bung. Gak ada yang memberi makan. But at least we have some fun, right?





22.7.14

Hampir Penghujnug Ramadhan

| Juli 23 |

Kerjaan hampir kelar. Pagi-pagi si gun mempertontonkan dummy buku pertamanya. Tinggal bookmarks + Poster launching yang menunggu percetakan. Lebaran libur dulu lah ya.



Malamnya ke sekre. Dibeliin pizza sama si yoga.


Akibat mading penuh oleh sketsa-sketsa saya tiap malam, anak-anak jadi minta diajarin ngegambar muka. Murid pertama adalah si ajeng, yang paling atusias menggambar saya.



Sahur Calling-ling lagi-lagi didatangi bala bantuan santri-santri masjid al huda. Sudah 4 hari ini mereka rajin ke sekre tiap jam 2 malam untuk ikutan keliling. Sebenarnya saya ngantuk. Tapi anak-anak ini kasian kalau di-wacana-in.








Bagi-bagi konsumsi dari warga yang menyumbang makanan ketika Sahur Calling-ling tadi. Di luar masih hujan. Ngantuk sekali rasanya.

Sekolah Pra Nikah #2 - Manfaat Menikah Karena Allah

*Materi di pertemuan kedua ini saya sedang skip. Jadi lupa-lupa ingat. Hanya beberapa point yang saya catat tanpa penjelasan. Maafkan :(

***

Ciri-ciri rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah :

1. Anak-anaknya tertawa riang
2. Istri mudah tersenyum
3. Suami tidur nyenyak

***

Modal Hidup

- Hidup dengan astagfirullah, mati dengan alhamdulillah
- Jangan membenci dosa/kesalahan. Itu jati diri.
- Kesempurnaan itu bukan karena sesuatu yang tanpa celah, tetapi kesalahan/kekurangan yang kau penuhi/perbaiki.


***

- Jangan melakukan sesuatu selama masih ada 1% keraguan. Tunggu sampai betul-betul yakin (Haqul Yakin)
- Malu itu lebih tinggi daripada mati.

***

Melakukan sesuatu tidak diperintah
Gemar ibadah sunnah, ibadah wajib bernilai lebih

v

Membuka Ridho ALlah

v

Muara rumah tangga yang berniat karena Allah

***

Q : Bagaimana peran orangtua ketika menentukan pasangan?
A : Orang tua hanya menganjurkan dan mengarahkan. Bukan menentukan keputusan. Keputusan ada di kedua calon. Banyak terjadi terutama pada anak perempuan yang hendak menikah. Karena serba takut, orang tua terlalu pilih-pilih jodoh buat sang anak. Ujung-ujungnya sang anak jadi korban kawin paksa. Intinya, mengertilah jalan pikir orang tua, tetapi buat juga orang tua kita mengerti pilihan kita. Musyawarah.

Q : Bagaimana agar motivasi untuk menikah itu tetap terjaga sampai hari yang ditentukan? Karena seringkali goyah dan ragu.
A : Ilmu itu liar, maka ikat dengan tulisan. Hidayah itu liar, maka ikat dengan ibadah. Memang akan banyak godaan di depan. Tetapi jika dihadapi bersama, Insya Alah bisa terlewati. 

Contoh : Teman saya, Budi, baru menikah sebulan lalu. Ketika ditanya pertanyaan itu, ia jawab hal serupa. Memang seringkali ragu. Namun, beruntungnya dia karena memiliki istri dan keluarga yang mengingatkannya : "kalau belum yakin melulu, mau kapan?" Sampai akhirnya, mereka benar-benar menikah.

***

Jika ada orang baik datang, jangan ditolak. Definisikan dulu kebaikan menurut siapa. Diri sendiri? Orang tua? Tetangga? Seringkali intervensi dari luar mempengaruhi keyakinan. Tetapi, yang mengenal betul-betul kan pastinya diri sendiri. Tetapi, jika ada orang baik ditolak, waspadalah, nanti mendapat keburukan. Begitu pula jika ada orang jahat datang. Kata Abu Bakar, jangan curigai/judge pada saat itu pula. Karena hati urusan Allah. Jibril saja tidak bisa ikut campur.

 Begitu kata ustad pengisi materi kedua ini.


Sekolah Pra Nikah #1 - Pemahaman Awal Menikah & Ta'aruf

Akhirnya, saya tulis juga materi-materi ini. Sudah lama berniat tapi selalu terganggu hal lain. Jadi, saya mulai sekarang saja menulis soal SPN. Bismillah.

***

Tulisan pertama tentang Sekolah Pra Nikah Salman.
Tema : Pemahaman Awal Menikah & Ta'aruf


Berbicara mengenai menikah, pasti bicara soal cinta dalam arti sebenarnya. Karena di menikah dibentuk atas dasar cinta. Dan sebaik-baiknya cinta, yakni cinta karena Allah.

Cinta adalah anugerah. Saya pribadi belum paham betul apa arti cinta, jika yang dimaksud adalah antara laki-laki dan perempuan. Kalau cinta pada ibu atau adik perempuan jelas lah ya. Tapi sepertinya tidak berbeda jauh. Cinta itu anugerah, maka tidak butuh alasan. Cinta itu berkah, maka cinta itu butuh landasan, kepercayaan, believe, dan itu terrangkum dalam satu kalimat : Lillahita'ala.

Al Hujurat : 13

Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku bangsa supaya kamu saling mengenal (bukan supaya saling membenci). Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di dalam pandangan Allah ialah orang yang paling bertakwa. Allah Maha Tahu, Maha Mengenal"

Sebelum menikah, cari tahu dulu motivasinya. Motivasi ini bisa diartikan menjadi 2:

1. Azzam : Pengen doang, kagak action. Biasanya berupa ide, nazar, hasrat, tapi belum dapat dilakukan.
2. Niat : Pengen, tapi ada actionnya. Bukan wacana. Yang seperti ini berarti jelas juntrungannya.

Nikah.

Q : Apa tujuanmu menikah?
A : Dalam rangka ibadah, menyempurnakan agama.

Q : Bagaimana caramu menikah?
A : Simpel. Yang pasti ada ijab qabul. Resepsi itu optional. Budaya di Indonesia membuatnya terkesan penting, padahal gak juga gakpapa.

Q : Dengan siapa kamu menikah?
A : (.......) *diisi dengan calon yang dikehendaki. Tidak ada yang cocok 100%. Makanya, menikah itu bukan mempersatukan 2 orang yang sudah cocok banget, tetapi membuat 2 insan manusia yang berbeda satu sama lain untuk saling mengenal secara terus menerus.

***

Menurut pemateri (lupa ustad siapa), jodoh itu wewenang Allah. Sama seperti "ibu kamu adalah orang ini, ayah kamu adalah orang ini". Sudah ada ketetapannya dengan siapa. Namun, dalam konteks rumah tangga pasca menikah, itu wewenang manusia. Wewenang suami istri dalam menjada rumah tangga, membina rumah tangga sakinah mawaddah warahmah, menjalin silaturahmi antar keluarga, dan sebagainya. Sudah bukan wewenang Allah karena manusia sudah diberikan kemampuan untuk melakukan semua itu. Jadi, perceraian dengan alasan "sudah takdirnya" itu totally nonsense. Itu menurut ustadnya. Menurut saya juga sih.

***

Ta'aruf

Ta’aruf adalah bagian dari budaya Islam yang berkaitan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Ta’aruf adalah cara terbaik (bagi laki-laki) untuk menentukan calon istrinya. Singkatnya, taaruf merupakan proses mengenali calon. Pastinya, sebelum melakukan itu, si laki-laki maupun perempuan harus saling kenal juga sebelumnya. Tahu latar belakangnya, keluarganya, pergaulannya, dll.

Beberapa point penting soal ta'aruf :

- Ta'aruf itu bukan soal menjudge seseorang, tetapi soal mengenali seseorang.
- Jangan lihat perbedaan sebegai halangan. Persoalannya bukan soal kamu menikah karena kamu sudah sangat cocok/mirip/sama dalam berbagai hal, tetapi menikahlah untuk melengkapi satu sama lain ketika keduanya memang berbeda dalam beberapa hal. Menikah itu bukan karena kesamaan, tetapi karena kecocokan.
- Jangan menilai seseorang dari  by her/his martabatnya, kemapanannya, kekuasaannya. Kamu bukan Tuhan.
- Mulailah memiliki empati. Tanya diri sendiri : Apa yang membuatmu tertarik pada perempuan ini dengan melihat kebaikan-kebaikan yang dimilikinya. Kecantikan, ke-shalehah-annya, dan lainnya. 
- Jangan menolak. Boleh saja memilih tapi Allah yang menentukan mana yang terbaik buat kamu. 
- Kita semua anak Adam dan Hawa. Punya sisi baik dan buruk. Terima apa adanya.
- Bagus pada impresi pertama. Tunjukkan kalau kamu memang orang baik dari keluarga baik-baik.
- Minimalisir kriteria. Kalau kamu bukan termasuk pria tampan mapan terkenal, realistis saja. Saya bukan menyuruh untuk menyerah dan berhenti berusaha. Tetapi mencoba mengingatkan agar tetap jadi orang waras :))

Pembahasan mengenai ta'aruf sudah banyak di google. Ini hanya ilmu yang didapat lalu dimasukkan dalam catatan pribadi.

20.7.14

Halte Bis

Seorang pemuda baru pulang larut malam. Merantau di kota besar tidak semudah dia kira. Terkadang ia harus pulang lebih hari esoknya, saat jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Yang ia pikirkan hanya pulang. Lelah.

Di sebuah halte ia menunggu bis yang biasa membawanya pulang. Bis yang baru 2 bulan sering ia tumpangi pulang pergi. Begitu akrabnya sampai ia mengenali supir, kondektur, bahkan penumpang yang terlihat sering menumpang bis itu. Seisi bis sudah ia anggap keluarga. Begitu lekat sampai ia enggan berpaling pada bis lain walaupun rutenya sama, atau bahkan patas AC. Terkadang, si pemuda merasa cemburu jika ada penumpang lain yang terlalu akrab dengan supir atau kondektur.

Sampai suatu ketika, ia harus bergegas meninggalkan pusat karena dipindahkan oleh perusahaannya. Pindah ke pinggiran kota dengan fasilitas yang jauh lebih wah. Itu artinya, ia sudah tidak akan lagi menumpang bis yang sama sehari-hari.

Di suatu malam, hari terakhir ia bekerja di pusat kota, ketika bis hanya tersisa satu penumpang saja -- dan itu adalah pemuda itu sendiri -- ia meminta supir bis langganannya mengantarnya ke rumahnya yang baru di dekat kantornya yang baru. Sang supir dan kondektur yang sudah akrab terlihat kebingunan. Satu sisi mereka ingin mengantar karena sudah merasa saudara, satu sisi, ia trauma karena dulu pernah tertipu oleh penumpang yang juga meminta diantar ke tujuan yang bukan rutenya. Meskipun sang pemuda meminta dengan tulus, bis tetap melaju tak tergoyahkan. Si pemuda turun di persimpangan. Berjalan kaki.

Bulan demi bulan berlalu. Meskipun dari kantornya yang baru menuju rumahnya banyak sekali bis, tinggal memilih mau yang mana, karena sama-sama saja tujuannya, ia tetap tidak betah. Supir, kondektur, penumpang, nuansa sekitar sudah berbeda jauh. Sehari-harinya kini hanya berjalan kaki atau bersepeda jika ada keperluan ke mana-mana, meskipun jaraknya cukup jauh.

Sesekali, si pemuda bersepeda melewati rute bis langganannya itu. Ia ingin sekali ikut menumpang, ke mana pun bis itu pergi, ia mau saja. Namun, ia pikir bis itu sudah berbeda lagi nuansanya. Supir dan kondektur yang mungkin lupa. Jadi, belum-belum ia sudah banyak takutnya. Tapi memang begitulah si pemuda. Ia menganalisa kemungkinan. Ia pernah diturunkan di tengah jalan sendirian.

***

Di halte bis lama, si pemuda memarkirkan sepeda. Sambil membawa ranselnya, ia berniat melaju lebih cepat dan lebih jauh ke tujuannya. Yang ada di benaknya hanya pergi lebih jauh dan jauh lagi. Melihat dunia lebih luas lagi. Lantas bis mana yang hendak ia tumpangi? Bis dengan bodi mulus mentereng, interior kelas executive atau bermesin tangguh juga irit? Andaikan ada bis yang memiliki keduanya, akan ia kejar meskipun berlari-lari terseret bis.

***

Sambil menunggu bis semacam itu, ia tentu harus mandi dahulu. Bersihkan diri supaya penumpang lain merasa nyaman duduk berdampingan.Jika agen bis itu menyediakan akses untuk reservasi tiket, si pemuda bisa memesan tiket itu terlebih dahulu. Untuk memastikan agar kursi kosong di bis itu tidak diduduki orang lain. Membawa bekal yang cukup untuk berjaga-jaga jika di jalan nanti sulit menemukan tempat makan. Sukur-sukur lebih. Jadi ia bisa berbagi dengan seisi bis, tidak hanya supir kondektur, namun juga seluruh penumpang. Si pemuda haruslah memantaskan diri terlebih dahulu untuk menjadi penumpang yang layak untuk masuk dalam bis executive itu. Ketika sudah pantas dan persiapan penuh, maka ia tidak ragu untuk menunggu selama apapun di halte bis itu untuk menanti bis termegah yang pernah ia lihat. Sampai waktunya tiba, ia akan naik bis yang memang sudah dipastikan.


***


Waiting...waiting for you tonight
I’m dreaming you are here with me tonight

Someday...I will be by your side
Together we climb mountain across the sea

Believe in me that you want it too
You never let somebody closed to you
Just promise me that you never let me down
none of this gone forever

Believe in me that you want it tooY
ou never let somebody closed to you
Just promise me that you never let me down
Love me till the end of time

Waiting... I gonna closed to you
Every time I see you, what you gonna do
I’m waiting... you gonna closed to me
no matter how the people want to say

Believe in me that you want it too
You never let somebody closed to you
Just promise me that you never let me down
none of this gone forever

Believe in me that you want it too
You never let somebody closed to you
Just promise me that you never let me down
Love me till the end of time
end of time
its time

Weekbukber

| Juli 19-20 |

Two days in a row bukber. Sabtunya kawan SMA, minggunya Karang Taruna. Beda rasa beda cerita.










18.7.14

Pemandangan Dini Hari

| Juli 19 |

Nothing good happens after 2 am. 

Seperti biasa, jam 2 pagi adalah waktu mulai Sasauran (Panggilan Sahur Keliling). Biasanya, saya begadang di sekre. Mau sambil jungkir balik atau ngapain kek yang penting segala macam kegiatan di sana terpantau. Namun tadi saya tidur dulu karena tidak kuat dan minta dibangunkan anak-anak. Pagi tadi sangat di luar dugaan. Mendadak saya merasa menjadi orang paling berdosa di dunia.

Jam 02.10. Saya bangun telat karena alarm HP yang tidak terdengar gara-gara masih di-charge. Sambil mengumpulkan nyawa, saya berlari ke sekre karena dikejar waktu. Dan apa yang saya temui di sini amat mengecewakan. Bir, rokok dan mabuk. Astagfirulloh.


Saya kecewa pada diri sendiri. Mana tanggung jawabnya. Saya juga tidak tahu harus berbuat apa. Mau marah, buat apa. Mau menyalahkan, menyalahkan siapa. Saya pun siapa, orang baru bergaul di sini membentak-bentak orang rasanya kurang etis. Jangan-jangan sayalah yang harus dimarahi. Jangan-jangan sayalah yang harus disalahkan karena tidak jadi begadang, mengawasi, atau mencegah hal ini terjadi. Saya pun tidak tahu harus bicara ini pada siapa, karena para tetinggi lainnya pun ikut menyaksikan di sana. 

Bukan orang-orang yang meminumnya yang saya permasalahkan. Namun pemuda-pemuda lain yang lebih muda yang melihat mereka melakukannya. Dampaknya memang belum terlihat. Tapi dengan melihat, seseorang bisa terpengaruh lalu ikut serta. Naudzubillah.

Memperbaiki itu mudah. Mempertahankan kebaikan yang sulit. Saya mulai mati langkah. Mulai malas akan semua ini.

10 Langkah Berbuka Sehat. Recommended gan!

Allah SWT tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Contohnya adalah gehu pedas yang kelebihan pedas. Kalau saya menjadi aktivis, saya akan buat label "Save Humanity" pada setiap gerobak gehu pedas yang kelebihan pedasnya. Itu karena pedasnya yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perincernaan. 

Jadi ceritanya selama ramadhan ini saya berbuka tidak dengan yang manis lebih dulu. Karena selain saya jomblo, di meja makan yang paling terlihat afdol untuk berbuka puasa adalah gorengan, ketimbang cendol elisabeth atau kolak. Jadi, di selera makan saya, hierarki nya adalah begini: adzan TVRI > Alohumalakasumtu > teh hangat > gorengan cocol sambel > yang manis-manis. Pagi harinya, saya baru paham makna lagu roma irama : "Kenapa semua yang enak-enak itu diharamkan". Perut melilit. Alarm untuk buang hajat sudah waktunya. Kalau di snooze juga tetep hasrat itu ada lagi.

Akibatnya, sedari pagi perut sala nyut-nyutan. Dioles paramex gak mempan-mempan. Hanya dengan bersabar sampai berbuka sepertinya, masalah perut ini bisa diselesaikan. Daripada tersiksa seperti saya, nih saya beri beberapa tips buka puasa ramadhan sehat ala Mi. Ala ami. Apa sih mi.

1. Berbuka saat adzan magrib. Karena kalau saat nya Tubby berpisah itu hanya dilakukan Tinky Winki, Dipsy, Lala, sama Poh.

2. Menyegerakan berbuka. Artinya, pilih tv lokal. TVRI lebih disarankan karena lebih netral. Adzan-nya sesuai KBBI (Kaidah Beradzan Bandung Insya-Allah-Sah). Contoh: Di bandung ada beberapa tv lokal. Kalau kamu tinggal di Cicaheum, jangan pilih MQTV, karena itu mereka menggunakan Waktu Daerah Ledeng dan sekitarnya. Jangan pula memilih BaliTv. 

3. Jangan Membaca Do'a Berbuka Puasa (Allohumma laka shumtu wabika aamantu waala rizqika aftortu. Birohmatika yaa arhamarrahimiin) di dalam hati. Karena di dalam hati cuma ada kamu.

4. Minum air teh hangat. Bukan teh panas. Pokoknya kadar hangatnya harus sesuai maunya perut. Cara membuat teh hangat sangat mudah. Air teh dimasukkan cairan minyak telon. Karena minyak telon...

5. Mulai cicipi kolak pisang atau sejenisnya. Kalau yang punya kurma juga gapapa dimakan saja. Yang punya bubur kacang juga makan saja. Asal jangan makan teman.

6. Jangan lupa, bernafas.

7. Baru masuk ke menu gorengan. Disarankan, gorengan itu digoreng dahulu sebelum dimakan. Karena lebih nikmat. Untuk beberapa jenis gorengan, perhatikan isinya. Kalau isinya orok jangan dimakan. Kalau isinya banyak cabe-cabeannya, keluarkan cabe-cabe itu dan beri nasihat, lalu berilah mereka kerudung syar'i suapaya tidak terjebak pergaulan bebas.

8. Beberapa jenis gorengan ada yang mengandung kolesterol tinggi. Supaya tetap sehat, makanlah sambil posisi kayang atau sikap lilin. Jangan salah! Itu adalah proses pendinginan. Mirip seperti habis senam SKJ2000.

9. Minum air langsung dari mata air pegunungan Alpen. Khasiatnya tinggi. Kalau gak mau repot, ya air biasa aja baik juga. Cuma khasiatnya tidak begitu tinggi.

10. Pulang dari pegunungan Alpen, solat Maghrib janganlah lupa. Bisa di Kazakhstan atau Timbuktu. Tergantung mana yang lebih dekat. Selama masih menghadap Kiblat. Bukan menghadap calon mertua.

Nah sekian tips dari saya. Sok coba sok sendiri. Saya sih enggak

17.7.14

Perkusi Sederhana

| Juli 17 |

Sepulangnya betulin kartu ATM + ambil foto wisuda di kampus, saya mencari tempat berbuka puasa bersama buat anak-anak tarka. Di kawasan Bojongkoneng, ke atas terus, lalu menemukan ini. Hunian mewah dengan lapangan golep dan pepohonan rindang. Sebuah hunian impian bagi kami para kaum 'bawah' yang memang masih tinggal di bawah Bandung.




Lanjut ke atas lagi. Jalanan sudah mulai tidak cocok untuk motor saya. Tapi worth it sekali begitu sampai di atas. Orang bandung asli pun belum tentu pernah ke sini selama hidupnya. Bagus kali.




 Jadi inilah yang namanya Caringin Tilu atau Cartill. Saya kurang tahu Caringin Hiji (satu) dan Caringin dua-nya di mana. Pohon besar ini sudah menjadi ikon tempat ini selama puluhan tahun.



Setelah hunting beberapa tempat bukber yang sudah pada penuh, dapet juga akhirnya. Bagus tempatnya. Jelek harganya. 30rb untuk satu orang adalah suatu bentuk penajajahan di atas dunia. Saya agak kurang sreg dengan harga di sini. Tapi karena anak-anak fine-fine saja, saya booked.



Malam ini tidak teraweh karena terlambat. Ibarat ketinggalan kereta, di masjid sudah adzan isya waktu saya masih di toilet, apalagi selain buang hajat. Berhubung tidak teraweh, ke sekre tarka. Si Faker bawa beberapa peralon. Beberapa hari sebelumnya saya memang minta dia mencari peralon buat bikin drum/perkusi sederhana. Malam tadi baru bikin. Tinggal finishing dipoles dipercantik sikit.




Pen on Paper



"Bulan Purnama itu pertanda kebaikan" katanya.
15 Juli - Purnama - 02.14 dini hari

16.7.14

Why The Greatest People Are Many Times The Loneliest - Repost

Loneliness. It comes in waves, days and just about anywhere you think you’re safe… crowded rooms, busy streets, coffee shops.

It slowly enters your body through your toes, working its way up to the pit of your stomach, coursing its way through the veins in your arms to your neck, until it reaches your eyes, ready to pour out in heavy streams of warm, salted water, running into your mouth and nose, choking you with its velocity.

It envelops you, terrifies you and destroys you. It manifests itself in couples walking down the street, children with their parents and groups of friends enjoying drinks outside an open bar.

It comes in songs, movies and late at night, in the deep darkness of your empty room. It comes in moments, fleeting and unknown, yet as painful and surreal as that time-warping instant you were told you are no longer loved.

There’s something about being in your 20s that invites these moments of loneliness, these harsh blows and deep stings.

We’re told these are the best years of our life, but they really just feel like the loneliest.

What people in their thirties, forties and lamenting fifties fail to remember in the glamorized testimonials of their youth, are all the moments of deep loneliness and despair that come with being a twenty-something. They forget the life they had before finding their partners, their kids, their perfect apartments.

They forget the late nights with the wrong people, the bad jobs with the bad pay and the years of unknowing. The days followed by months of complete and utter uncertainty.

Uncertainty about everything. Jobs, lovers, friends. We’re thrown into this array of “real life” and told to figure it out. We lose jobs, gain enemies and find out that true friendships are almost as hard to find as true love. We realize that, in this chaotic whirlwind of responsibility and life planning, we’re alone.

It’s like the infinite feeling of being abroad. However, unlike that semester in college, there is no foreseeable return date.

No reassurance that in these moments of debilitating homesickness and misery that you will eventually be back, in the comfort of your familiar house with your parents protecting you.

There is no more home. This loneliness, instability and chaos is your home. This emptiness, this sh*tty apartment with no one to come home to or meals cooked for you, is your life. This instability is infinite, or at least until you grow up and find ways to make a home for yourself.

According to “The Wall Street Journal,” “rates of depression, anxiety and other mental-health issues are higher in the teens and 20s than in any other decade except the 80s.”

It’s during this time that you experience the most severe and numerous makings and breakings of relationships, and the most chaotic of years in terms of your career. You are also still struggling to figure out who you are and what will define you.

However, there’s a silver lining to all this misery, a ray of light in your pit of loneliness and dark years of uncertainty.

According to a study published by “The Guardian,” loneliness, or what many attribute to be a “quarter-life crisis,” is a necessary process throughout adulthood that serves as a catalyst for change.

According to Dr. Oliver Robinson, from the University of Greenwich in London, there are four stages to a quarter-life crisis, in which the individual goes through feelings of entrapment and bewilderment, catalyzing change and eventually procuring a new start.

Without these feeling of insecurity and loneliness, we wouldn’t make the effort to change. Because you can’t start building a better life for yourself if you already have one, and you can’t work on feeling better if you’ve never felt bad.

Robinson goes on to explain that there is a proven pattern of positive change that results from these feelings. If harnessed correctly, loneliness is, indeed, good for you. And it makes sense; once you’re at rock bottom, the only place to go is up.

It Builds Character

Loneliness, like any type of pain, creates a threshold from which you learn and grow. It teaches you how to enjoy and appreciate the moments you are around others and how to cope with solitude, harnessing those feelings and that time towards something productive.

According to a study published by Harvard University, time spent alone actually increases one’s ability to empathize.

It makes us more prone to introspection and helps us to understand the loneliness of others. It helps us engage with our emotions and the emotions of those around us.

In an article by Leon Neyfakh, of “The Boston Globe,” “a certain amount of solitude has been shown to help teenagers improve their moods and earn good grades in school.”

Though it may hurt to be alone, forced in a corner with your worst thoughts and fears, it’s those thoughts and those feelings that make you stronger.

It Makes You More Creative

It was Robert Frost who said, “a poem begins with a lump in the throat.” Only out of deep suffering do we create our greatest, most passionate works. Only out of adversity and sorrow do we find ways to bring about change.

Pain brings feelings we numb ourselves to, feelings we avoid at all costs with distractions and diversions.

However, when you finally let yourself bask in those moments of pain and solitude, you will find that there’s a depth to your soul that can and should be expressed. Without pain, we wouldn’t have some of the greatest works of art known to mankind.

It Teaches You About Yourself

Loneliness gives you the time and space you need to find yourself and the things most important to you. It tells you how well you can cope with being alone and how much you rely on the presence of others.

Douglas Coupland, author of “Shampoo Planet” once said, “Remember: the time you feel lonely is the time you most need to be by yourself. Life’s cruelest irony.”

It’s the time you need to suffer through, to find how strong you really are. Because only in our deepest, darkest moments of loneliness and despair can we see exactly how low we can go and how high we can rise.


Source : http://elitedaily.com/life/youre-better-person-feel-lonely/667447/

15.7.14

Mini Kontemplasi

Belakangan aku disibukkan dengan kegiatan yang cukup penting : memilih kata 'aku' atau 'saya' sebagai kata ganti orang pertama di blog ini. Akhirnya, setelah mempertimbangkan dan menimang-nimang anakku sayang, aku pilih 'aku'. Terdengar aneh.

***

Ada satu waktu di mana kebingungan karena bingung. Bingung kan? Contoh nyatanya adalah pagi ini. Mungkin ada sekitar 23 detik hidupku sia-sia. Memandang tembok putih, bengong. Aku seperti kehilangan kendali atas diriku sendiri. Aku ini siapa? Harus berbuat apa? Ingin apa? Dan semua itu terkumpul dalam 23 detik yang sia-sia. Seperti burung lupa sarangnya.

***

Belakangan aku harus extra sabar jika sedang berada di sekre karang taruna. Aku tidak suka rokok dan perokok. Tiap malam aku harus merelakan beberapa detik untuk menghirup asap rokok yang berseliweran di udara. Ditegur? Sudah. Peringatan? Sudah cukup diingatkan. Apa yang saya perbuat ini bukan membiarkan anak-anak muda ini bebas merokok, tapi karena aku adalah minoritas. Minority always lose. Kalau sudah sangat tidak tahan, aku harus ke luar. Mengalah itu berarti kalah. Karena aku kalah dalam berdebat secara batin dengan anak-anak muda perokok yang berhasil mengusirku tanpa kata-kata. Siapa yang benar?

***

Tidak ada manusia yang serba tahu, bahkan seorang nabi. Maka dari itu, manusia butuh sosok yang ahli pada bidang tertentu untuk dijadikan role model atau sekedar numpang tanya tentang apa yang tidak diketahuinya. Hal-hal spesifik seperti belajar agama, pada kiyai. Belajar musik pada musisi. Belajar astronomi pada penjaga observatorium, misalnya. Tapi belajar menulis tidak harus pada penulis. Belajar berlari tidak harus pada pelari. Namun tetap saja, ketika kita tidak tahu menahu soal ilmu kehidupan, perlu sesosok orang hebat yang dikagumi untuk dicuri ilmu-ilmunya. Dan soal cinta, aku tidak tahu harus belajar pada siapa. Sejauh ini, mungkin Ali dan Fatimah -- yang hanya bisa kubaca ceritanya tanpa bisa bertanya bagaimana caranya.

***

Aku sedang hidup sebagai sebatang kara di kehidupan masyarakat. Sebatang kara yang aku artikan sendiri : tidak ada sebaya, tidak ada kawan sepemikiran, tidak ada tempat berkeluh kesah. Tiap hari karang taruna. Memang banyak anak muda tapi betul-betul masih muda, puber, dan mostly masih menganggap galau karena cinta itu termasuk dalam menu 4 sehat 5 sempurna, masih menganggap tato=cowok macho, masih berpikiran 'aku mau kaya tapi santai-santai saja'. Seringkali aku bingung menghadapinya. Seringkali aku lelah. Semoga Tuhan memberiku kekuatan lebih. Dari fisik, keteguhan hati, dan komitmen akan tanggung jawab yang kupikul ini.

***

Kit-kat green tea dari si Ausie belum diambil. Tadinya mau dikasih ke orang, tapi tidak di bandung. Kartu ATM belum diambil. Foto wisuda belum diambil. Semua itu bisa diselesaikan dalam satu hari dan satu tujuan saja sebenarnya. Tinggal ke kampus. Tapi Masya Allah, malas kali. Memang ada hal-hal yang bisa saya handle sepenuhnya sendiri, tapi ada pula hal-hal yang tidak bisa sepenuhnya sendiri. Bisa saja sih sendiri, tapi lebih dari satu orang berarti ada obrolan. Mengasah kemampuan bersosialisasi.

13.7.14

Pendakwah dari Irian Jaya

| Juli 14 | 

Cuplikan episode minggu kemarin. Isinya banyak silaturahmi, alhamdulillah.

Bukber Siaware 21 - Balubur

Calon-calon tatib minta diskusi soal kaderisasi

Arak-arakan Wisuda Juli 2014


Irvan - Wisudawan

Rapat persiapan 17-an




Inspiration Day Salman.

Saya mau cerita soal foto yang terakhir itu. Foto itu diambil sore tadi. Sepulang SPN, ada seorang Bapak-bapak yang cerita soal pengalaman dakwahnya di daerah pedalaman bernama Nuu Waar, Irian Jaya. Beliau (kalau tidak salah) bernama Ustad Fadhlan. Jadi pendakwah sudah sejak remaja. Dulu kuliah di Makassar. Ketika di makassar, beliau sempat diusir oleh dosennya karena perwujudannya yang tidak sesuai kaidah fibonacci alias jelek, dibandingkan teman-teman sekelasnya yang tampan tampan cantik cantik. Lalu singkat cerita, ia bertanya pada dosennya soal Islam adalah Rahmatan Lil'alamin. Dan meminta seluruh mahasiswa yang ada di ruangan itu membaca Al Qur-an satu persatu. Namun ketika dites, dari puluhan itu, cuma 3-5 orang yang benar-benar baik bacaannya. Salah satunya Ustad Fadhlan itu. Dan dia diperbolehkan kuliah di sana.

Di masa Orde Baru, beliau berdakwah di kawasan Jayapura. Dulu ada seorang Kepala Gereja se-Jayapura yang tidak suka pada beliau gara-gara dakwahnya si ustad di lingkungan tempat tinggalnya. Sampai suatu waktu pernah ada ancaman untuk mengusir sang ustad. Ustd Fadhlan ini lalu mendatangi rumahnya si Kepala Gereja ini. Hari pertama sampai bulan ke-3 hari ke-3, si pastor selalu berbohong. Dia menyuruh anak/istrinya supaya bilang pada sang ustad, kalau si pastor sedang tidak ada di rumah. Bulan ke 3 hari ke 5, si pastor jatuh sakit. Dirawat, dan sang ustad itu menjenguknya. Beberapa hari kemudian si pastor kepala gereja itu masuk islam. Berita itu bikin geger. Si ustad kemudian dipenjara berkali-kali. Ada yang 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Itu semua gara-gara dianggap pengganggu. Karena banyak orang sana yang menjadi pemeluk agama Islam. Tapi penjara justru tidak menyurutkan semangatnya.
Tahun-tahun berikutnya, dia berencana hijrah ke Wamena bersama rombongannya. Ada kabar di sana masih ada suku-suku daerah yang masih primitif. Mandi pakai minyak babi, anak yang lahir ari-arinya dipotong pakai batu, anak yang lahir hanya boleh disusui oleh payudara ibu bagian kiri karena bagian kanannya untuk menyusui babi, tidak boleh pakai pakaian, dan lain-lain. Sang ustad beserta rombongan itu kemudian tinggal di sana selama beberapa hari. Hari-hari pertama dilalui dengan perkenalan dan adaptasi. Hari-hari berikutnya, mulai intens. Sampai pada suatu ketika, kepala sukunya diajak untuk mandi di sungai terdekat. Oleh sang ustad dan para rombongan itu ditunjukkan sabun, shampo, cara mengusap sabun, berkeramas, membasuh, dan tata cara bersuci. Sang kepala suku senang bukan kepalang. Jadi wangi katanya. Mungkin seumur hidupnya, itulah wewangian yang pertama kali ia cium. Setelah mandi itu, ia tidur dari jam 3 sore sampai jam 9 pagi. Dia bilang itu tidur ternyenyak selama hidupnya. Karena kondisi badan yang enak.

Esoknya dia bilang pada keluarganya mengapa bisa tidur senyenyak itu. Dia bilang diajarin mandi. Lalu si kepala suku itu mengajak para warganya yang berjumlah 3000-an untuk mandi dengan sabun dan shampo. 

Belum sampai di situ. Ketika rombongan pendakwah itu solat di suatu panggung di tengah lapang, orang-orang pedalaman itu malah tawaf, mengelilingi jamaah solat seperti menganalisa gerakan dan perbuatan mereka. Di akhir solat, si kepala suku bertanya banyak hal tentang apa yang mereka lakukan. Sang Ustad lalu menjelaskan maksud setiap gerakan solat : Takbiratul ikhram itu berarti berserah diri, rukuk itu melihat bebatuan, tanah, dan alam sekitar, sujud itu tunduk, salam itu melihat sekeliling kita, apakah ada orang lain yang belum memeluk agama islam sebagai petunjuk hidup. Si kepala suku lalu berteriak teriak dengan bahasa aliennya, alalu mengajak seluluh warganya, 3000 orang, untuk mengucap 2 kalimat syahadat. Subhanallah. Setelah itu, banyak hal lagi yang diajarkan oleh para pendakwah itu kepada warga pedalaman tersebut. Hingga pada suatu saat, kepala suku beserta Ustad Fadlan itu bertemu presiden soeharto, untuk meminta pembangunan dilaksanakan di kawasan Irian Jaya khususnya Wamena. Semenjak saat itu, banyak bermunculan bangunan rumah, kantor, sekolah, masjid di daerah sana. Dan menurut keterangan sang ustad, jika berkunjung ke sana, kita akan menemukan kondisi masyarakat madani, yang hidup sesuai tuntunan Radulullah. Katanya sih, siapapun yang kesana, niscaya akan berlinang air mata karena terharu. Katanya. Jadi penasaran? Sama.Suatu keajaiban hidayah Allah.

***

Pelajaran hari ini : Reminder lagi sih. Bahwa apa yang disampaikan dengan hati, akan sampai ke hati. Apalagi ini yang sifatnya kebaikan.

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...