27.10.14

Hari pertama di Pare (Episode 2)

Ocotber 24th.

I can't resist to not write my recent experiences that happened couple of days ago. Awalanya waktu berangkat ke Pare naik bis Jurusan Bandung-Kediri. Pahala Kencana, you named it. Dari terminal Cicaheum jam 4 sore. Saya perhatikan lagi, ternyata ini exactly the same bus waktu saya sama si abeng ke Pare pertama kali. Supirnya juga sama. Si Gondrong. Dari Cicaheum, mulus-mulus saja.

Sampai malapetaka terjadi jam 11 malam. Bis tiba-tiba mengeluarkan bunyi melengking ultrasonik dari bagian belakang. I thought it's not a big deal. Mungkin kendala mesin biasa yang nanti juga hilang lagi. Namun beberapa ratus meter kemudian, tepatnya di daerah Banyumas si supir gondrong itu memberhentikan bis lalu ke luar. Dia memeriksa mesin belakang. Hampir 15 menit tak kunjung selesai, si supir gondrong dengan sah mengatakan bahwa bis sudah tak mungkin bisa berjalan kembali. There's something cannot fixed immediately with its radiator. Seluruh penumpang hanya bisa pasrah menunggu solusi. Tak lama, supir itu mengatakan bahwa akan ada bis jemputan. Tinggal tunggu saja.

Tunggu...
Tunggu...

5 jam kemudian, masih belum muncul. Sudah pagi-pagi.
8 jam kemudian, badan mulai gatal-gatal. Bibir pecah-pecah, susah buang air besar.
9 jam kemudian, voila! Bis jemputan datang, and i'm officially a hundred years old guy.
Jam 9 pagi, kami baru berangkat lagi naik bis jemputan. Setengah jalan saja belum.

Kalau bukan karena kebaikan para kru Pahala Kencana ini yang menawarkan makan sampai 3 kali dalam perjalanan, saya mungkin sudah maki-maki (tapi mana berani). But, seriously, mereka bela-belain berhenti sampai 3 kali dan menawarkan makan gratis sebagai kompensasi. Padahal biasanya cuma sekali makan/jalan. Applause.

Sampai di Kediri jam 11 malam, yang artinya 30 jam di perjalanan. Damn! Put me on a Guinness Book of Record! Sampai di Kediri jam segitu artinya sudah tidak ada angkutan umum atau bis kecil yang ke arah Pare. Ke office terminal, dibilangnya ada bis lagi jam 3 dini hari. Karena saking sudah capeknya badan, saya putuskan naik ojek saja. Tarif sudah tidak saya pikirkan lagi, karena isi pikiran saya sudah kamar dan appropriate bed. Sedikit nego-nego, saya berhasil menawar dari 75rb jadi 50rb. Lumayan kan buat makan 4 kali.

Akhirnya, saya sampai di Pare jam 11.34. Turun di Elfast, dijemput dulu si Bang Jamal, ke Zeal, ketemu anak-anak lama (Saiput Twins, Rafi, Harun yang bentar lagi jadi tutor, dan Viki, what a surprise). Konon katanya dia selalu bertanya-tanya soal saya yang dulu jadi partner main musik waktu farewell party. Malam tadi juga seperti itu lagi. Dia ngajak lagi main buat the next farewell, tapi saya sudah bukan anak Zeal. Habis dari Zeal, pindah ke kosan si Abeng. Baru bangun dia. Jam 2 dini hari baru tidur kembali.

***


Senin, 27 Oktober.

Memulai kelas IELTS perdana. Let's see what i can do here. It's more challenging than i thought. Very exiting!

23.10.14

PrePARE

October 24

Hampir 3 minggu di bandung. Rasanya baru kemarin di sini.Tidak banyak bepergian kemana-mana selama di sini. Ke luar teritori lingkungan rumah paling bisa dihitung jari. Karena selain malas, perlu ada approval dari isi kantong. Well yes I'm officially unemployed for more than 4 weeks. Honestly, I feel little bit ashamed of myself regarding to my recent condition. Unlike my friends who already got their settle job. Merintis usaha surabi tadinya supaya ada tambahan buat biaya eilts. Tapi atas nama karang taruna, saya serahkan pada beberapa orang yang memang bisa pegang komitmen di usaha ini. Ajeng, Deri, Dedi, Lukman, Fika. Melihat jadwal ke depan, saya memang masih bisa jadi pengawas, tapi tidak untuk menjadi pemilik. Maka saya lepas saja segala pendapatan dari usaha itu untuk mereka-mereka yang memang bekerja keras untuk itu. Ya mereka berlima tadi.

Besok sudah pergi lagi ke Pare. Bis sudah dipesan dan Insya Allah berangkat jam 4 sore karena tak kebagian tiket kereta. Malam ini rasanya panjang. Masih jam 12..40. Besok-besok mungkin saya akan jarang lihat jam-jam malam seperti ini. Si Abeng sudah mendaftarkan saya di program pre IELTS. Di jadwal tercatat, masuk jam 7 pagi - 4 sore. Habis itu magrib, isya, lalu tidur cepat.

Belum packing. Bekal-bekal belum dipersiapkan. Padahal rencananya akhir course mau ke Rinjani sama Bang Jamal and the gank. Untungnya kemarin malam dapat bekal penting dari ustadz Afif. "The less you give a damn on somebody's belonging, the happier you will be." Sekarang, saya belum punya pekerjaan tetap. Kadang garap ini garap itu. Perasaan kurang itu selalu terbersit ketika update-an posisi pekerjaan seorang teman. Sekarang, saya pun belum mapan. Perasaan kurang itu selalu terbersit ketika senior-senior saya memajang foto dalam mobilnya. Sekarang saya pun belum laku di pasaran. Perasaan kuranng itu selalu terbersit ketika melihat undangan pernikahan kawan. Tapi ternyata kebahagiaan itu bukan pada apa yang telah dimiliki, namun apa yang bisa diberi untuk kemudian disyukuri.



Sepertinya akan menjadi catatan penutup Oktober. My prediction said that I probably will pass this November without any posts. We'll see. Dadah Bandung. Sampai bertemu lagi di lain waktu.

21.10.14

Serah Terima Nusantara

October 22th

Saya benar-benar melewatkan momen-momen transisi kepemimpinan di tanah air ini. Benar-benar skip. Karena sebelumnya dikecewakan dengan tayangan televisi dalam negeri yang isinya tidak banyak yang penting. Sekalinya ada yang penting semacam pelantikan presiden, saya sedang ogah-ogahan. Juga karena ada kesibukan lain.


Bicara soal pemimpin baru, saya jadi ingat note yang pernah saya tulis dulu ketika Ridwan Kamil baru saja dilantik menjadi walikota Bandung. Isinya begini :


Sore kemarin saya berkunjung ke sebuah kampus, di sebuah kota yang walikotanya baru saja terpilih. Sore kemarin saya mendengarkan kisah seorang pemimpin yang menurut saya keren, berkharisma, tegas, adil, teladan bagi semua pemimpin, tidak hanya sebuah negara, atau kota, atau RT atau RW, tapi juga keluarga. Saya tulis sesingkat mungkin supaya sy ingat nanti ketika bercerita pada anak sendiri. Pada malas juga baca banyak2.


Jadi kisahnya, dulu sekitar abad ke-7 masehi, ada seorang pemimpin hebat. Jendral perang pemberani. Ia terpilih sebagai pemimpin di suatu negeri. Presiden kalau jaman sekarang. Pria ini berwatak keras, tegas, namun ada kalanya lembut. Di bawah pemerintahannya, beliau menciptakan tatanan pemerintahan yang jauh di depan pemikiran pemimpin2 negeri lainnya pada saat itu. Visioner.


Presiden ini yang menciptakan pembagian negara menjadi sebut saja provinsi, kabupaten, atau kotamadya. Sekarang ada kecamatan, desa, RT, RW,dst. Presiden ini juga mencetuskan ide gubernur, sekretaris, mentri pendapatan negara, hakim, panglima perang,dll. Pegawai-pegawai pemerintahan ini asalnya dari para ahli, namun mereka selalu diawasi dengan teliti oleh sang pemimpin yang sangar ini agar rakyat aman sentosa dan terjauh dari aniaya dan kezaliman. Dengan ketelitiannya, tiap orang yang akan mencalonkan jadi gubernur harus diaudit (dihitung) harta bendanya sebelum dia menjalankan pekerjaannya (di Indonesia ada tapi banyak tipu2). Apabila telah usai masa tugasnya, hartanya dihitung kembali. Kalau ditemukan hartanya melebihi dari yang dahulu, dan kelebihannya itu diperoleh dengan jalan melanggar peraturan negara, maka kelebihannya itu atau sebagiannya harus diambil dan diserahkan kepada Baitul Mal (Perbendaharaan Negara).(di sini boro-boro. Malah diternak bikin boro budur di rumah sendiri). Operasi Pasar yang sekarang-sekarang sering keliatan di tivi, dulu sudah ada. Yang melakukan ya sang pemimpin ini sendiri turun ke TKP. Bukan utusan siapapun. Blusukan ke TKP nya juga bener. Ada susu yang dicampur air atau santan langsung diminta ganti pake susu asli bergizi semua. Enyak enyak.. Pengiriman pesan lewat pos juga sudah. Undang-undang yang sekarang ada juga sudah dibentuk pada zamannya. Kesetaraan warga negara, adil pada semua, walaupun saat negaranya perang dengan bangsa romawi, ada penduduk nasrani di negaranya, dan penduduk ini tetap hidup layak tanpa ada diskriminasi. Adil. Pokoknya semuanya udah beyond the future dah! Gilee bener-bener orientasinya masa depan banget. Pemikiran modern yang diaplikasikan secara benar. Bukan momoderenan.
Hasilnya, negaranya maju. Jawara perang. Negaranya disegani oleh dunia. Semua rakyatnya pun makmur sejahtera, semua aspek kehidupannya maju, peradabannya maju. SELURUH RAKYATNYA tidak ada yang miskin kecuali satu orang. Sang Pemimpin itu sendiri. Karena baginya, kesejahteraan rakyatnya adalah prioritas utama.
Pemimpin itu namanya Umar bin Khattab.


***


Saya akui saya bukan mahasiswa agamis. Kadang banyak salah ketimbang soleh. Tapi cerita kemarin sore di masjid Salman ini luar biasa. Kalau saya gambarkan saat itu, sore itu, di dalam masjid itu, semua hening, hanya ada ustad yang bercerita berapi-api, dan hampir semua yang ada di sana diam. Merinding asli. Terakhir saya merinding itu nonton Insidious setahun lalu.


Ada kutipan menarik yang menurut saya jadi bahan introspeksi buat saya pribadi, umumnya yang membaca ini, atau mendengar. "Kalau negara ini kacau, rakyat jangan salahkan pemimpinnya. Karena tidak semua orang berani dan mampu menjadi pemimpin. Salahkan rakyatnya sendiri. Kenapa sampai diberi pemimpin yang begitu, atau staf-stafnya yang berkhianat. Kalau negara kacau, dan pemimpinnya salah, rakyat harusnya mendoakan, membantu juga negara. Jangan mencemooh, atau menghina akibat buah kekecewaan pada pemimpin. Wong negara udah jelek masa dijelek-jelekin juga. Kalo udah maju, dijelek2in juga ndapapa, soalnya mau ngejelek2in apanya juga coba. Pun jangan manja dan hanya berarap dari sosok pemimpinnya. Pemimpin bukan pahlawan. Pahlawan itu tidak ada. "
Contoh simpelnya : Kita ribut-ribut demo bakar ban, nyolot-nyolot polisi gara-gara BBM naik, tapi tetangga sendiri dibiarkan makan nasi aking (misalnya). Atau kita banyak komplen soal susahnya tugas akhir sementara tetangga sendiri ada yang belum bisa ngaji, misalnya. (Tapi da emang hese sih TA euy kumaha deui .__.) Lalu apa hubungannya? Kebaikan suatu negara berasal dari kebaikan provinsinya. Kebaikan provinsinya berasal dari kebaikan kota-kotanya. Kebaikan kotanya berasal dari kebaikan RT RWnya. Kebaikan RT RWnya berasal dari kebaikan keluarga. Kebaikan keluarga berasal dari tiap individu di dalamnya.

Q.S Ar-Ra'd ayat 11


Kira-kira begitulah sore kemarin itu. Menurut saya, sudah bukan saat bermimpi mendapat pemimpin terbaik saja. Tapi juga membantu pemimpin untuk mencapai mimpi terbaik. Bersama. Bandung baru saja memilki walikota baru. Berdoa dan ikut berusaha untuk bandung yang lebih baik. Tahun depan Pilpres. Semoga Indonesia dianugrahi 'Singa Padang Pasir' seperti negeri yang makmur tadi. Amiin.

Bandung, 2 Agustus 2013. 07:04

*** 

Melihat kepemimpinan ala Ridwan Kamil sekarang, saya jadi ingat statement-statement yang dulu banyak menyudutkan bahkan cenderung meremehkan beliau, karena dianggap belum terlalu paham soal politik dan segala hal berkaitan dengan pemerintahan. Kenyataannya sekarang malah Bandung dianggap role model oleh kota-kota lain sebagai contoh penataan kota, pemerintahan, regulasi, pendekatan masyarakat, dan lain sebagainya.

Bandung Juara. Jargon yang sering terdengar di media-media terutama media sosial. Melalaui media sosial inilah, Kang Emil memanfaatkan waktu untuk sekaligus berinteraksi dengan masyarakat yang jumlahnya ribuan.

Saya jadi berpikir, dengan banyaknya penduduk Bandung, dan satu orang Walikota, tidak mudah menyelaraskan visi dan cita-cita. Masyarakatnya terlalu heterogen. Anggap kita sedang membandingkan dua masa. Tahun 1970-an dan tahun 2014. Jika pada saat itu, Pak Otje Djundjunan (Walkot Bandung periode 1971-1976) membuat banyak perubahan signifikan bagi kota Bandung, itu bisa disebabkan salah satunya karena masih sedikitnya penduduk kota bandung serta homogen. Sehingga mudah untuk menyatukan visi bersama.

Beralih ke masa sekarang, 2014. Jika 1 orang walikota memimpin suatu kota yang jumlah penduduknya sekitar 4 juta orang, heterogen, apakah mungkin semuanya mengikuti visi 1 orang itu? Mengatasi hal itu, ada sub-pemerintahan di bawah pemerintah kota seperti kecamatan, kelurahan, RW, hingga RT. Rukun Tetangga adalah sistem pemerintahan paling kecil yang mencakup beberapa orang saja.

Namun sepertinya sekarang saja satu RT saja terdiri dari puluhan keluarga dan bahkan tidak sedikit yang di dalamnya berbaur macam suku bangsa dan budaya. Heterogenitas ini cukup tricky jika disangkutpautkan dengan penyamaan visi suatu komunitas. Saya merasakan sendiri di karang taruna. Sub-sub terkecil ini saja masih rentan akan pro kontra suatu tujuan, visi. Banyak yang setuju, namun ada pula yang bertentangan. Dan kadang, mereka yang kontra ini malah memisahkan diri, membentuk komunitas baru.

Pertanyaannya sekarang adalah, apa perlu dibentuk sub pemerintahan baru yang menaungi suatu koloni masyarakat di bawah RT?

***

Tidak usah sepertinya. Andaikata tiap sub-sub kecil ini dipimpin oleh para pemuda terpelajar yang rela menyisakan waktunya untuk kegiatan-kegiatan sosial. Tujuannya bukan untuk pamer atau mencari popularitas, atau dalam istilah kekiniannya adalah pencitraan. If you wanna go fast, go alone. If you wanna go far, go together. Nah kalau mau far and fast, swasembada. Mandiri. Dimulai dari kumpulan terkecil dulu. Satu RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, hingga negara. Jika ada 10 pemuda terpelajar di suatu kampung punya tujuan sama, diutus ke 10 kelurahan berbeda, bukan tidak mungkin 1 kecamatan bisa berkembang pesat. Harus bersakit-sakit dahulu memang. Kenyataannya, tidak semua mau merana bersama sampai nantinya sukses bersama. Terlalu banyak distraksi bagi kaum intelektual muda sekarang.

13.10.14

Sekembailnya ke Bumi Parahyangan

Bandung, October 13th

Seringkali buah pemikiran yang ingin ditulis disini hanya berlalu begitu saja tanpa mau singgah sejenak di benak. Di jalan,di kereta, di sawah, di gunung, di warung kopi. Tidak mungkin saya bawa laptop kemana-mana untuk menuliskannya langsung, baik itu di software semacam mikocok word, notepad, atau blog yang terhubung langsung ke internet. Seringkali, sisa waktu di ujung hari hanya bisa dimaksimalkan untuk mencuci kaki, gosok gigi dan solat isya saja. Setelah itu tidur kembali, hingga besoknya memulai hari yang lain. Terus begitu hingga saya betul-betul meniatkan diri untuk menulis jurnal-jurnalan ini, seperti sekarang ini.

Sudah 2 minggu di bandung. Selain untuk break dari peringgrisan di pare, ada beberapa hal yang ingin saya lakukan.

***

Waktu itu, hari-hari pertama pulang ke bandung, pola hidup masih terbawa suasana pare yang damai, yang sesuai roda kehidupan masyarakat desa, masih bangun jam 5 pagi, tidur jam 9 malam. Tapi itu hanya bertahan selama 3 hari, sampai akhirnya saya kembali terbawa pada jam hidup kota metropolitan, dimana waktu untuk tidur adalah pukul 12 malam, dan bangun jam 8 pagi. Kadang masih sempat subuh, kadang bablas. Ada 1 kesimpulan yang bisa saya ambil dari fenomena ini. Ini yang berhubungan dengan diri saya pribadi. Saya hanya heran, mengapa saya merasa menjadi the best of me ketika berada di luar rumah? Di rumah bawaannya malas, ngantuk, tidak bergairah, bibir pecah-pecah dan sering buang air besar. Ini betulan. Akhir-akhir ini, kasur yang empuk adalah kasur terkejam bagi saya. Memang enak, sampai siang saya masih bisa leyeh-leyeh. Tapi kalau dipikir-pikir, kasur ini kejam karena merampas waktu-waktu berharga yang selama ini harusnya bisa saya isi dengan aktivitas penggerak badan. Beda dengan di pare. Kamar seperti neraka bocor bahkan jadi motivasi tersendiri biar banyak-banyakin aktivitas di luar. Cepet-cepetin bangun dan mandi waktu udara masih segar, olahraga, makan teratur, dsb.

Mungkin ini sebabnya orang bandung dikenal sebagai orang yang selow karena kondisi geografis dan suhu kota yang berpengaruh pada psikologisnya. Berbeda dengan orang makassar atau medan yang notabene kotanya panas, maka sifatnya pun cederung keras, tapi bukan kasar. Dalam hal usaha atau pekerjaan pun sama saja. Saya seringkali jengkel melihat tetangga yang maunya enaknya saja tapi usahanya minim. Atau di organisasi pun seperti ini. Padahal sebetulnya apa yang dicita-citakan tentunya untuk kemaslahatan bersama. Dan lagi-lagi, statement "selow weh atuh da masih lila" (selow aja lah masih lama ini) menjadi senjata untuk berdalih.

***

October 4th.

Idul Adha adalah salah satu alasan saya pulang ke Bandung. Selain untuk perbaikan gizi, juga perbaikan ekonomi. Pagi hari itu, ketika saya masih diselimuti belek dan jigong, pak RW menyatroni rumah. Entah si Pak RW yang sudah tau nama saya, atau cuma tau rumahnya dari hasil googling. Dia tiba-tiba ngasih kabar kalau besok ada takbir keiling ke lapangan tegalega. Instruksi tambahannya, kumpulkan 50 orang. Ebuset..secepat itu? Kenapa gak dari dulu, kenapa baru ngasih tau H-1? Yaa saya sih berusaha profesional, walaupun kenyataannya yang berhasil terkumpul hanya 14 orang. Tapi jumlah yang sedikit ini digabung dengan kecamatan lain, dan kami tetap berangkat sore harinya menjelang malam takbir.







October 5th.

Sepulang solat Ied, bergegas ambil kamera dan seperangkat alat jagal, menuju lapangan Pak Syarif. Di sana ada 2 ekor sapi. Yang 1 hasil donatur tunggal, satu lagi hasil dari 7 orang donatur. Di akhir, alhamdulillah diperoleh sekitar 500 bungkus daging beserta jeroannya untuk dibagikan ke warga.










October 10th

Mendengar cerita-cerita kawan-kawan soal acara terakhir Karang Taruna buat saya sedih. Katanya chaos, minim SDM, dan kendala-kendala lain. Dan menurut kabar, di hari-H acara puncak, 'petinggi-petinggi' di karang taruna yang seharusnya mewakili saya yang saat itu masih di Kediri, eh malah ikutan menghilang. Bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan sih memang, hanya saja, seorang perwakilan, utusan, atau siapapun yang diberi amanah sudah sepantasnya memenuhinya. Bukan 'melarikan diri' meskipun ada acara yang lebih penting. Jika memang kondisi saat itu, acara sudahlah tidak kondusif, seorang pemimpin harusnya berada di garda paling depan, bukannya bermain petak umpet dan anggotanya mencari-cari. 

Acara puncak memang sudah berlalu. Hampir seluruhnya kembali ke kesibukannya masing-masing. Sekolah, kuliah, kerja. Sedikit sekali yang masih peduli atau sekedar mampir di sekre. Daripada diam, saya coba rintis usaha kecil-kecilan bersama karang taruna ini. Meskipun kecil, kalau memang menjalaninya dengan tekun dan ikhlas, yaa why not? Insya Allah berkah. Grand Launchingnya diadakan hari ini. 












***

Alhamdulillah, sudah 4 hari ini sold out di bawah 3 jam. Padahal, kuantitas adonan dan bahan-bahan lainnya bertambah dari hari ke hari. Semoga dimudahkan dan dilancarkan rezeki kami Ya Rabb.

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...