24.6.15

Greget Part 1

June 24

Fuuh fuuh... Belakangan sedang sibuk sendiri memperbaiki di bulan yang baik ini. Salah satu imbasnya ya blog ini jadi penuh jaring laba-laba dan debu. Fuuh.. Bangun subuh, masak, sahur, kerja pagi, pulang sore, teraweh, pulang masak nasi, tidur. Begitu kira-kira life-cycle kermarin-kemarin. Tak sempat buka-buka laptop menulis cerita hidup kurang menarik bagi para pembaca sekalian.

Kali ini saya coba menambah satu lagi catatan. Tentang ke-gregetan saya soal berita dan respon masyarakat akhir-akhir ini. Tentang kejadian yang menimpa perusahaan saya tempat 'mencoba mengabdi' pada bangsa--yang terpuruk nasibnya.

Sarimas. Saya enggan menulis nama lengkapnya karena mencegah pencarian google langsung masuk ke laman ini, karena merasa tulisan ini masih prematur dan belum layak untuk dibaca publik tapi saya sudah gregetan duluan.

Di tulisan ini saya hanya menulis berdasarkan pengalaman pribadi terlebih dahulu dan mengesampingkan fakta, karena itu amanah dari pak bos. Dedikasi seorang pegawai harus seperti itu bukan? Oh bukan, itu dedikasi seorang pembaca berita yang cerdas dan bijak yang enggan menyebar-nyebar suatu berita yang belum pasti kebenarannya.

***
Bukannya saya non aktif dari media sosial. Saya lebih memilih menjadi silent reader daripada aktivis yang doyan ngeshare apa-apa yang 'wow'. Toh berita-berita yang berseliweran akhir-akhir ini meragukan untuk dibaca dan pembaca-pembaca yang ngeshare enggan menambahkan fakta yang valid terkait apa-apa yang di-sharenya.

Sore ini baca postingan pak Riki Elshon (nama samaran tapi homofon). Entah itu admin atau beliau betulan. Semoga orangnya betulan. Tau sendiri lah siapa beliau dan mengapa beliau pun jadi salah satu yang paling aktif di dunia media sosial akhir-akhir ini. Ya, related to the electric vehicle case.

Terus baca komentar-komentar di bawahnya. Malu deh. Ditanya tuh mahasiswanya pada ke mana? Setaun kemarin saya masih mahasiswa, sebelum akhirnya memutuskan bergabung di sini meskipun (bukannya mo sombong,) yang nawarin kerja mah alhamdulillah lebih dari satu. Malu karena gak bisa ngasih jawaban berarti buat para komentator-komentator di bawah ini. Harusnya sayajawab dengan karya. Tapi apa daya, karya terhambat karena kejadian ini. Terhambat bukan berarti terhenti. Hanya perlu menghilangkan hambatan itu atau memperkecilnya.


8.6.15

Work. Eat. Sleep. Repeat.

June, 8.

Wait.. What?! What did i do in 8 days? Time truly flies.

Work. Eat. Sleep. Repeat. Guess i had no life lately.

***

Ada beberapa tawaran proyekan dari instagram. Entah ini berbayar atau bukan, yang penting kerjain dulu. Karena jujur saja saya benar-benar blank bagaimana bernegosiasi dan deal harga sama orang asing. Mana nih role model? Dengan bahasa inggris compang-camping, saya ladenin juga tuh bule.



***

Ramadhan sebentar lagi. Selalu berpikir untuk benar-benar memanfaatkan satu bulan penuh untuk setidaknya berbuat seperti orang waras. Tahun ini, entahlah. Berkali-kali sempat terpikirkan untuk keluar saja dari rutinitas ini. Pekerjaan yang tidak jelas, kegiatan di luar jam kerja yang lebih tidak jelas, dan berada dalam komunal yang amat kontradiktif dengan kampung halaman, membuat semuanya menjadi-jadi.

Kontrakan ada di ujung jalan. Dekat pohon bambu yang masih rindang, yang sejuk di pagi hari dan kelam di malam hari. Berada paling ujung berarti harus melewati rumah-rumah penduduk sana. TIDAK PERNAH sekalipun saya tidak menyapa siapapun yang sekiranya berada di pinggir jalan atau di teras rumah. I repeat. Never. Biar dikata sok akrab, tapi memang begitulah harusnya manusia semenjak Nabi Adam. Berkenalan. Perkara saya yang tidak dikenal oleh warga situ bukan jadi soal. Karena sering kali, beberapa kali, bukan salam hangat yang saya terima dari warga sekitar. Ada kalanya hanya 'Ya' tanpa menengok, ada yang tanpa kata tanpa senyum, ada yang ah sudahlah. Meskipun ada pula yang senyum ramah ikhlas. I appreciate.

***

Kemarin si Gesa jatuh dari sepeda saya. Dari jauh sudah saya duga, kecepatan macam begitu pas turunan dan rem torpedo pasti tidak akan sanggup menahan lajunya. Benar saja. Tembok pinggir jalan langsung ambrol dan fork depan bengkok. Hari ini dan seterusnya sampai sepeda kembali normal, saya jalan kaki ke mana-mana.

***

In the end, you have to be your own hero. Meminta bukanlah prinsip saya, kecuali sama Tuhan. Karena pada manusia, ikhlas itu, jaman sekarang mahal harganya. Ada yang memang mau membantu apa adanya, ada yang ada apanya. Yang ada apanya ini yang seringkali menimbulkan konflik batin di ujungnya. Males kan.

***

Ada ibu tiba-tiba datang dari Bandung. Disuruh ga usah ke mari malah kesini juga. Pulang cepat.

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...