14.2.16

Ghirah

Q.S. Al Kahfi 9-26.

Seorang ustadz pernah menyampaikan dalam dakwahnya, kalau mau mencari inspirasi tentang semangat dan perjuangan anak-anak muda yang istimewa, bacalah ayat tadi.Di sana ada kisah Ashabul Kahfi. Siapa tak tau kisah ini. Lengkapnya ada di blog-blog islami atau di tafsir-tafsir Al-Qur’an karena saya tidak akan membahas atau menceritakan kembali kisah tersebut lalu kemudian diambil intisarinya. 

Ini soal perjuangan. Ini soal anak muda.

***

Akhir-akhir ini saya keranjingan baca buku-bukunya Buya HAMKA. Seperti ada nilai yang berbeda ketimbang buku-buku lain. Entah apa saya pun tidak bisa mendeskripsikannya dalam bahasa manusia. Memang sangat kental dengan nuansa religinya. Ya bagus. Tapi tidak terkesan seperti buku ceramah. Ada 1 buku yang masih saya buru. Judulnya Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam.

Bicara soal Ghirah, Hamka menyebutnya sebagai “kecemburuan”, meskipun kata ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata “gairah” yang berarti semangat. Ghirah / cemburu ini bukan hanya diartikan sebagai perasaan dimana hati seolah-olah terbakar karena suatu kejadian. Lebih dari itu, ghirah ini dianggap sebagai rasa ingin menang, ingin bangkit, dan menjadi motivasi untuk menaklukan sesuatu/seseorang sebagai bentuk lain dari iman. Misalnya, seorang akan tersinggung jika agamanya dihina, difitnah, dilecehkan. Seseorang akan merasa cemburu jika bangsa lain lebih maju dari bangsanya sendiri. Seseorang akan merasa ingin lebih hebat dari orang lain dengan bersaing secara sehat.

Lalu apa kaitan ghirah dengan pemuda? Dengan pemudi? Adakah yang menyadari kapankah dimulainya kebangkitan umat Muslim dahulu kala? Siapa tokoh-tokoh di balik rentetan kemenangan-kemenangan besar itu? Kemengan atas penaklukan-penaklukan bangsa eropa, asia tengah, dan afrika? Menurut sepengetahuan saya (dan ditegaskan dengan penjelasan ustadz-ustadz atau teman-teman ahli agama), kebangkitan umat islam justru bukan digagas orang-orang tua. Kebangkitan dan kedigdayaan umat Islam dahulu kala justru diinisiasi oleh para pemuda pemudi dengan usia rata-rata 20-30 tahun. Tidak percaya? Boleh digali iinfo mengenai tokoh-tokoh seperti Sultan Muhammad Al-Fatih penakluk Konstantinopel, Umar bin Khattab ketika awal-awal masuk Islam, Dokter Ibu Sina (Avicenna), Abbas Ibn Firnas, dan masih banyak lainnya. Tidak lain karena anak muda memiliki potensi yang luar biasa serta didukung oleh energi dan ghirah yang tinggi itu tadi. Di jaman sekarang, contoh ghirah-nya anak muda bisa dilihat di media sosial. Si A temenan sama si B. Ketika si A followersnya ada 24K misalnya, si B cenderung cemburu, dan termotivasi untuk ‘mengalahkan’ si A. Berbagai cara dilakukannya untuk nambah followers/likes. Dan ketika si B sudah menyamai/mengalahkan si A, index of happinessnya bisa jadi bertambah dan dia makin PD, misalnya. Padahal itu hal sepele saja. 

Taukah apa yang lebih baik daripada dapat followers 24K? Followers 25K! No. Kidding. Tapi, Ghirah itu akan lebih baik jika orientasinya dialihkan dari sekedar hanya mencari sensasi, menjadi ghirah untuk menjemput pahala Allah SWT. Jika kita sekarang hidup di satu wilayah, ghirah itu harusnya muncul untuk membuat wilayah kita lebih maju dan berkembang. Tidak mau kalah dengan majunya daerah lain, negara lain. Kalau diterapkan sebagai landasan nasionalisme, Insya Allah Indonesia akan jauh melampaui Negara manapun karena warganya, khususnya para pemuda pemudinya “cemburu” akan negara maju lain. Cemburu, karena Indonesia seringkali dipandah sebelah mata oleh developed countries lainnya. Kalau dalam cakupan kenegaraan dirasa terlalu luas, maka mulailah dengan keluarga sendiri. Cemburu suami pada istri. Cemburu jika keluarga dilecehkan. Barulah bergerak eksteral ke tetangga, RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota, dan seterusnya. Terusnya berjuang dengan rasa “cemburu” tadi guna membawa wilayah sendiri lebih baik dan menjadi kawasan maju dalam berbagai aspek kehidupan.

Ghirah lahir dari rasa cinta. Cemburu adalah tanda cinta. Maka, bagi seseorang yang sudah terlalu cinta dengan sesuatu, seseorang, tanah airnya, wilayahnya, suatu hal yang wajar jika ia akan sering cemburu. Cemburu untuk selalu ingin membela negaranya, membela tanah airnya sekalipun diinjak-injak berkali-kali, memajukan wilayahnya, dan seterusnya. Ia pun senaniasa akan menyempatkan waktu barang sedikit pun untuk peduli, mencurahkan perhatian, dan memperjuangkan segala sesuatunya untuk apa yang ia cintai tanpa disuruh orang lain. Memang begitu kan cinta itu?. Kebangkitan (Islam) itu bukan dilihat dari banyaknya pengikut, penganut, anggota, tapi nilai-nilai kemanusiaan, ke-Islaman yang ada di setiap adegan kehidupan.

Rapatkan barisan, bersihkan hati, luruskan niat.

2.2.16

Cita-cita. Disuruh berhenti atau berusaha lagi dengan jalan lain?

Buat saya, mendapat kalimat 'maaf kita tidak bisa lanjut ke tahap berikutnya' itu sudah biasa, saking terlalu seringnya, either work-related or love-related. Tapi kali ini, perlu waktu lama bagi saya untuk mencerna kalimat berikutnya yang berisi penjelasannya. Sebuah penjelasan panjang namun hanya satu kata yang saya tangkap. Jelas, meluncur deras, sampai roboh harapan-harapan saya selama ini.

Siapa tidak punya cita-cita? Anak kecil seringkali ditanya cita-cita oleh orangtuanya atau kerabat keluarganya kalau mereka sedang menggoda atau kehabisan topik untuk mengajak anaknya berbicara. Memang kebanyakan cita-cita masa kecil jauh berlainan ketika menginjak dewasa. Buat saya, perubahan cita-cita itu tidak terlalu jauh. Saya masih ingat lagu si joshua sama tukul soal pesawat terbang. 

* cita-citaku …u…u….u….ingin jadi professor (asik)
bikin pesawat terbang kubuat sendiri (wow canggih ya)
kalau bisa terbang kubawa mama kepasar ( ikutan dong…)
kalau bisa terbang kuantar papa kekantor ( wow ikut juga, ikutan ngeok )
Sepertinya dari situ awal mula saya senang mencorat coret bbuku atau tembok dengan gambar-gambar pesawat, mobil, motor, dan apapun yang seringkali ditunjukkan oleh orangtua ketika masih balita. Minat itu makin saya tekuni saat di smp, sma dan semakin menjadi ketika di perkuliahan. Bedanya, saat ini sudah mulai spesifik, saya mau membuat mobil. Biar kata orang mobil bikin macet, saya tetap ingin seperti joshua, bedanya, cita-citaku u u u u ingin jadi dhesainer, bhikin mobhil cangghih kubhuat sendhiri.. yang memang buat nganter ibu tak hanya ke pasar, tapi kemana-mana maunya beliau. tak mau tanggung, saya mau jadi top 4 desainer kelas dunia berjejer sama peter schreyer, chris bangle, giorgetto giugiarro. Ha ha..

Project kampus, mobil listrik. Lomba-lomba, mobil juga. Pekerjaan pertama, mobil listrik juga. Sampai sana saya bersyukur masih pada jalan yang benar. Oh Tuhan memang baik padaku.

Sampai kapanpun juga Tuhan amat baik. Saya yakin. Walaupun kelihatannya ke depannya agak sedikit sulit, Tuhan masih baik dengan memberi saya perkara ini. Pagi tadi, tahap final rekrutmen jadi desainer mobil sudah ada hasilnya. Hasilnya saya tidak lolos karena ternyata, saya divonis skoliosis yang sudah lama diderita, ketika medical check up minggu lalu. Tidak hanya itu, karena menurut dokter kelainan ini tidak dapat diperbaiki, dan umunya automotive company memiliki standar MCU yang sama, saya diberitahu bahwa akan tipis kemungkinan perusahaan2 lain juga menerima sampai menjadi pegawai tetap, desainer tetap. Untuk interview dan sampai apapun masih bisa, namun MCU tadi, sepertinya cenderung sulit lolos nika standarnya sama. Berapa kali dicoba pun, tidak akan berubah. Begitu kira-kira penjelasan hrd dan tim medisnya pagi tadi. Memang beginikah dunia? Seolah manusia makin ke sini makin dituntut untuk sempurna : pintar, memiliki keahlian di atas rata-rata, menarik itu nilai plus, lalu badan bagus. Lalu kemanakah mereka yang kurang salah satu di antara itu semua atau bahkan tidak memiliki sama sekali? Terasing? Tersisih? Terasing dan tersisih itu karena ada yang disishkan oleh objek yang menyisihkan.

Harapan saya terlalu tinggi. Mengingat beberapa rekan yang sudah menjadi pegawai di sana sudah mengontak saya beberapa kali menanyakan perihal factory visit, menawarkan tempat kosan sementara, menanyakan transport saya jika sudah di sana, dan sebagainya. Karena proses rekrutmen saya ternyata memang diketahui terutama tim rnd. Seolah saya sudah menginjakkan satu kaki di tim mereka dan hanya tinggal menunggu waku. Namun sepertinya bukan ini jalur yang harus saya tempuh untuk mengapai cita-cita.

Hal-hal yang sifatnya goib itu saya percaya. Kalau bukan rezekinya, berarti saya masih hutang banyak ibadah buat nutup dosa dulu. Mungkin dosa-dosa besar yang saya perbuat dan menghambat pintu rezeki, menyuruh saya mengambil jalur lain yang lebih berat sebagai 'hukuman' karena dosanya kebanyakan. Tapi saya rela dengan hukuman begini, asal Allah masih ada sayang pada saya biarpun sedikit. Tapi saya pun ingin disayang banyak. Ah banyak maunya.

Tulisan ini semata-mata saya jadikan pelajaran. Jatuh karena ekspektasi tinggi itu menyakitkan. Apalagi kita tahu bahwa kita harus menghadapi jutaan tangga kembali untuk naik ke posisi terakhir sebelum terjatuh itu, untuk selanjutnya meneruskan melangkah menuju gerbang cita-cita dan mebukanya dengan suka cita.

Mengahadapi tagihan asuransi (yang tadinya saya proyeksikan sekalian tabungan haji si ibu), lalu ketidakjelasan pemasukan saat ini untuk kebutuhan beberapa bulan ke depan, lalu target menikah, lalu ongkos ini itu, semuanya membuat pusing kepala sedari pagi. Hanya ada beberapa kerjaan kecil yang tidak seberapa dan itu tidak berkelanjutan. Seperti hilang haluan. Kapal oleng kapten, oleng.

Dipandang dan dibicarakan orang karena saya sebagai pengangguran cetakan perguruan tinggi sudah tidak saya gubris. Tapi kalau itu dihubung-hubungkan ke keluarga saya, mending gelut weh yu!

***

P.s. : saya berharap post script ini dibaca oleh para orang tua terutama sang ayah, bapak, sebagai pemegang keputusan, pemimpin keluarga yang dihormati. Selalu perhatikan anak-anakmu sampai saatnya kalian melepas menyerahkan tanggung jawab anakmu pada orang lain. Kalau anakmu berumur 30 dan masih satu rumah, artinya ia tanggung jawab orangtua, baik menuntut kewajibannya ataupun memberi haknya sebagai anak. Perhatian dan sayang bukan soal materi saja. Kondisi fisik dan mental anak. Mau itu anak usia SMP, kalau orangtua menyadari ada kelainan, atau tanda-tanda yang berbeda dari anak seumurnya, bergegaslah wahai para ayah, karena sang ibu seringkali hanya bisa mengingatkan, tapi si bapaknya yang memutuskan apa yang harus dilakukan. Karena ada hal-hal yang anak itu tidak bisa menyadari sendiri keadannya, tapi orang lain melihatnya. Kelainan saya ini sama sekali tidak saya ketahui ketika masih SMP, dimana awal mula terjadinya. Sma dan kuliah mulai terasa, dan orangtua saya hanya bertanya, yang bahkan saya sendiri tidak tahu. Ibu saya yang lebih memerhatikan, namun karena kondisi finansial yang tidak memungkinkan untuk tes kesehatan pada saat itu, dan bapak yang jarang menemui saya, maka dibiarkanlah sampai sekarang karena saya pikir ini bukan suatu kelainan yang menghambat aktivitas sehari-hari. Baru sadar sekarang kan. Dan buat anak-anak yang baru merasakan dampak dari kurangnya perhatian orang tua terutama ayah, semoga tiada kebencian pada mereka karena bagaimanapun, tidak ada istilah mantan ayah.

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...