26.12.15

Tentang Memberi Kabar

Mungkin sudah cukup banyak yang tahu cerita tentang seorang pemuda yang mengeluarkan gadget mahalnya di dalam kereta penuh sesak semata-mata untuk mendonasikan uang untuk orang yang membutuhkan, tapi orang lain melihatnya sebagai tukang pamer. Saya tidak akan menceritakan ulang. Tapi poinnya adalah, kita memasuki era 'nge-judge' yang hanya didasari terhadap apa yang dilihat oleh mata. Tok.

***

Manusia seolah harus selalu mempertunjukkan apa yang dia kerjakan, apa yang dia dengarkan, bersama siapa, di mana, dan lainnya, supaya ada recognition dari sekitarnya bahwa ia existed. Bahwa dia ada. Kalau sedari pagi tadi saya melakukan itu semua, hilanglah amalnya. Well, definisi ikhlas setiap orang berbeda-beda. menurut saya, kalau itu sebuah kebaikan, dan hanya kamu yang tahu, dan besoknya kamu lupa perbuatan itu, menurut saya itu ikhlas. 

Yang lucu adalah, jika rencana perbuatan, rencana aktivitas, rencana apapun itu yang sifatnya dikerjakan bersama beberapa orang, harusnya gotong royong, tapi hanya kamu yang mengerjakan, itu baru lucu. Apakah dengan mengerjakan semua beban kerja itu sendiri termasuk ikhlas? 

***

Pelantikan RW. Straight to the point saja. Rasa-rasanya tidak perlulah saya menyebutkan hal-hal apa saja yang sudah dilakukan demi menyelenggarakan acara ini. Seharusnya sebelum beraktivitas dari pagi tadi, saya makan garam beryodium biar gak gondok. Dosisnya 4 kali sehari semalam. Pertama, pagi-pagi, pas bikin banner, spanduk, dan lain setelah baru saja bangun tidur. Siang pas bikin komik ini itu. Dosis terbanyak saat sore hari ketika datang ke spot acara, tapi tidak ada siapa2 karena tahu-tahu mereka yang seharusnya membantu malah bepergian entah kemana, katanya karaoke lah. Bukan maksudnya ingin diajak. Atau pundung karena dilupakan. Hahaha rasanya lucu kalau ada yang mengira saya 'pundung' karena tidak diajak acara begitu. Saya mah oke-oke saja jika sesorang memilih orang-orang tertentu karena rasa nyaman yang lebih. Dude,i'm not that childish. Toh kita sudah dewasa dan paham tanggung jawab dan arti menepati janji. Hanya saja, agak mengecewaan jika saya dilupakan janjinya. Dilupakan atau pura-pura lupa impactnya sama saja. Apa sulitnya memberi kabar kalau membatalkan janji mendadak? Ditanya hendak kemana saja tidak dijawab. Tadi itu mendadak sekali , karena mereka sudah bilang 'siap, oke, sip, dan segala macam sinonimnya' dan semua itu seolah meyakinkan saat dikatakan tapi tai banteng saat itu juga. Tanpa ada plan B C D E dan seterusnya saat itu, buat saya, itu bisa dimaafkan, tapi sulit dilupakan. Terakhir, dosis malam dimakan ketika habis isya tadi karena menyaksikan raut-raut wajah seolah tanpa salah. Say salam, hello, sampurasun whatsoever wouldn't be that hard guys. Tapi lihat faktanya, Siapa yang menepati janji dan siapa yang tidak. Siapa yang mengecewakan dan siapa yang dikecewakan. Hanya saja, semua terlalu naif akan ego masing-masing karena beranggapan tidak ada salah yang diperbuat. Hebat. Saya juga heran, kalau kesalahan ada pada saya, saya heran sebelah mananya? Hem.

***

Malam ini saya melewatkan reuni SMA dan rekan kerja. Karena prediksi saya meleset. Saya pikir dengan gotong royong dan SDM yang akan banyak dari sore, persiapan bisa selesai pukul 8. Tapi meleset jauh karena itu tadi. Tapi kan, siapa yang peduli akan hal itu selain saya sendiri? 

***

Pesanku untuk siapapun yang membaca. Jangan membuat orang yang amat peduli, sampai pada titik dimana dia hilang rasa pedulinya.

14.12.15

Bulan Bhakti Karang Taruna 2015

December 12

Jari-jari tangan manusia adalah simbol kehidupan. Saat kau buka telapak tangan kananmu dengan kelima jarinya berdiri tegak, saat itulah kau tahu makna kehidupan sebenarnya.

Saat manusia terlahir, telapak tangan masih terkepal. Kelima jari masih belum mekar menandakan kehidupan baru saja dimulai.

Kemudian manusia bertumbuh dan berkembang. Satu persatu jari-jarinya terbuka.

Jari kelingking yang berdiri tegak, menunjukkan bahwa kita sudah bisa mengurus diri sendiri. Dewasa secara fisik maupun psikis.

Jari manis, merupakan simbol pernikahan. Jari ini tidak akan bisa berdiri tegak jika jari kelingking tidak ikut diangkat. Artinya, untuk memiliki keluarga yang kokoh fondasinya, pastikan kita sudah bisa mengurus diri sendiri dulu.

Jari tengah meurpakan simbol masyarakat. Ketika diri pribadi sudah matang lalu disupport oleh keluarga yang baik, maka tegaklah suatu masyarakat yang madani, yang senergis dan harmonis. Ketika tiga jari terangkat tegak. Maka satu jari bisa ikut tegak.

Telunjuk. Simbol kepemimpinan. Menunjuk, memerintah, memimpin.


Ketika semua jari terangkat, tinggal satu jari yang tersisa. Jempol. Simbol dari peran seorang individu di pergaulan internasional.

Memang sulit dan penuh tantangan untuk menegakkan seluruh jari tangan tersebut secara makna konotatif. Namun setidaknya kita berusaha. Sekecil apapun usaha untuk menegakkan jari, pasti akan terangkat.

***

Itulah sebagian materi kepemimpinan yang disampaikan oleh seorang seniman senior Indonesia, Iman Sholeh di acara Bulan Bhakti Karang Taruna kota Bandung 2015 kemarin.

Beliau juga menyampaikan tentang Wawasan Nasionalisme untuk pemuda-pemudi Indonesia.

  • Baca!
Iqra. Adalah sebuah perintah pertama kali di dalam Al-Qur’an sebelum perintah sholat, zakat, puasa, haji, dan lainnya. Salah satu indikator kualitas pendidikan di dunia adalah membaca. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin cerdas bangsa tersebut. Jadi kecerdasan dan kepintaran bukan hanya diukur dari seberapa tinggi nilai ujian matematika, biologi, fisika, dan lainnya ketika UAS/UTS saja.

  • Tulis!
Syarat untuk bisa menulis adalah tidak buta huruf. Saya pernah membaca sebuah artikel yang menunjukkan peringkat Negara-negara Asia Tenggara ditinjau dari banyaknya jurnal yang dipublish di taraf internasional. Pakar-pakar di Indonesia masih sedikit sekali yang mempublikasikan keilmuan-keilmuan terbarukan jika dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura. Apa mungkin karena orang-orang Indonesia lebih senang menulis cerita-cerita picisan, romansa, yang isinya hanya kegundahan-kegundahan remaja yang itu-itu saja? Orang Melayu. Suka mendayu-dayu. Kata ERK.

  • Kebudayaan
Ini adalah negeri dengan 860 ragam bahasa. Ini adalah negeri dengan 17.000 pulau dan beberapa masih belum bernama. Sehingga, saya boleh saja menamai sebuah pulau dengan nama sendiri. Ini adalah negeri dengan kekayaan perbedaan, nilai-nilai yang bersifat intangible, yang seharusnya menjadi kebanggaan, bukan pemecah belah.

Contoh kasus :

Saya orang Bandung. Rendi orang Jakarta. Ketika si Rendi berkunjung ke Bandung dan berbicara bahasa betawi, itu bukan suatu masalah. Juga sebaliknya ketika saya memakai bahasa Sunda di Jakarta. Lalu suatu hari Rendi berkunjung kembali ke Bandung dengan mobil plat B. Ia mulai risih karena seringkali disalahkan atas kemacetan yang terjadi di kota Bandung akibat mobil-mobil plat B. Lalu si Rendi kembali ke Bandung dengan memakai seragam Persija. Tiba-tiba ia diintimidasi, dianiaya tanpa sebab. Begitupun saya ketika ke Jakarta memakai atribut Persib. Awalnya dari kekayaan budaya Sunda dan Betawi. Namun mengapa lantas menjadi percekcokan padahal hanya karena seragam? Itulah budaya. Budaya bukan hanya tarian, lagu daerah, bahasa, rumah adat. Dengan kecerdasan berbudaya, pertikaian semacam Persib-Persija tadi tentu tidak harus diturunkan ke generasi-generasi berikutnya. Memang mau, punya generasi-generasi yang tukang ribut? Tidak malu?

  • Skill
6 tahun di SD, 3 tahun di SMP, 3 tahun SMA, namun masih saja ngedumel karena bahasa Inggrisnya kacau. Bahasa Inggrisnya ngacapruk (kata orang Sunda). Dan ketika dia merasa dirinya tidak mampu lebih baik dalam menguasai Bahasa Inggris, dia seringkali mengelak dengan berkata “Ah bahasa Indonesia lo aja belum bener, ngapain belajar bahasa Inggris? Gak usah sok Inggris lah!” atau “Urang mah hirup di tatar Sunda, teu kudu belajar Inggris. Kudu ngejungjung budaya Sunda!” Itu adalah kata-kata tidak dewasa dan pecundang, menurut saya.

MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) dimulai Desember ini. Orang-orang luar Indonesia berhak menjadi pekerja di Indonesia jika bisa bersaing dengan orang-orang sini. Kalau kamu tidak bisa bersaing, tamat. Kamu hanya akan ditinggalkan, tidak dianggap kompeten, tidak diberi kesempatan.

Tidak ada salahnya mempelajari bahasa asing. Justru itu tuntutan era modern. Menyerah mempelajarinya seperti menyerah hidup. Kasarnya seperti itu. Belajar bahasa asing itu bukan hanya kata, tapi berbicara, mendengarkan, dan membaca. Kalau tidak tahu, bertanya! Bertanya! Dan bertanya! Jangan sok tau dan salah makna ketika berbicara dengan orang asing. Maksudnya mau ramah, malah jadi menghina karena salah kosakata. Itu bukan belajar. Itu sok tahu.

Bahasa hanya satu dari sekian banyak skill yang perlu di-upgrade, ditingkatkan. Masih banyak skill-skill lainnya yang bisa ditingkatkan selagi muda. Komputer, mekanik, olahraga, public speaking, leadership, entrepreneurship, dan sebagainya. Cobalah kurangi skill-skill yang membuang waktu, tenaga, pikiran, materi usia muda seperti pacaran, ngegombal, atau cinta-cinta yang belum waktunya. Saya bilang kurangi, bukan hindari. Karena memang, terkadang masa muda pun butuh seperti itu.

***

There was a time when I kept thinking to quit and no longer involved anymore in this kind of organization. Perasaan untuk berhenti dan menyerah pernah datang berkali-kali. Kalau bukan seperti itu, bukan tantangan namanya. Perasaan itu datang bisa karena merasa sendirian, bisa karena tidak didukung, atau karena lelah. Wajar, karena kita hanya sebagian kecil yang masih punya hati nurani untuk menunjukkan kepedulian meskipun di belakang kita banyak pembicaraan-pembicaraan kurang sedap didengar. Well, one of the recipe of happiness is the power of not knowing. Rahasia bahagia adalah dengan tidak mau tahu perkataan-perkataan negatif macam itu. Jalani saja apa yang harus dijalani. Do good things and the good things will come to you eventually. 

Tidak ada penyesalan sedikitpun menghabiskan weekend dalam Bulan Bhakti Karta kemarin mewakili Kelurahan Jatihandap Kecamatan Mandalajati. Manusia normal umumnya istirahat setelah satu minggu bekerja. Tapi saya bukan orang normal. Ketika banyak yang bertanya apa gunanya di Karang Taruna, kamu akan dapat jawaban meyakinkan ketika sudah terlibat aktif di dalamnya. Sudah bukan masanya menganggap karang taruna hanya sekumpulan anak muda pengangguran atau organisasi kolot. Nope! Karang Taruna sudah naik kasta. Sudah keren. Keren parah tanpa obat. Menurutku seperti itu.


Aditya Karya Mahatva Yodha!

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...