And here we go.
Menikah. Di luar
ilmu saya yang masih dangkal tentang ini, di tulisan ini saya hanya ingin ‘menulis’.
Terlepas benar atau salah, kalau ada pembaca yang diam-diam membaca ini dan
menemukan saya salah, tegur saya.
Saya pemegang
madzhab menikah tanpa pacaran yang totalitas. Maksudnya totalitas, sekedar
ngechat-ngechat yang basa basi saja saya usahakan jauhi kalau tidak
penting-penting amat. Apalagi ngedate-ngedate. Iya saya pernah seperti itu
dulu. Du-lu. Walaupun ada saja yang melihat seseorang dari masa lalunya, itu
hak mereka. But anyway, thanks for caring. I have my own life. Mau dikata orang
saya terlalu idealis dan kolot, saya pegang itu. Kalau ditanya bagaimana
caranya, f yeah.. saya juga tidak tahu. Haha. Kenapa bisa yakin? Saya serahkan
sama Yang Maha Tahu. Mungkin kebanyakan pemegang jalur ini ‘menderita’
kengiluan yang sama. How to get close to my ‘target’? I feel you, bro.
Saya berani jamin, orang-orang tipe ini agak nekad, kepedean dengan menaruh keyakinan penuh pada Sang Pemilik hati manusia-manusia sejagad perjodohan. Yakin bahwa dirinya akan digiring melalui tahapan-tahapan ajaib dan hasil yang tiba-tiba muncul min haisu laa yahtasib, tidak pernah diduga-duga.
Ada malam-malam
yang kamu rasakan begitu sendiri. Perfectly lonely. Bukankah ada teman-temanmu?
Ke mana mereka? Atau kamu tidak memiliki lingkaran pertemanan? Oh ternyata
bukan itu. Kamu berusaha menghargai teman-temanmu yang juga merasakan sendiri
itu tapi mereka memilih untuk menebus kesendirian mereka bersama ‘target’
mereka masing-masing. Pacarnya, cemewewnya, atau yang sudah khitbah, ya sama
tunangannya, dan lain-lain sebutannya. Tetapi maksud Allah memberikan malam-malam
sepi itu padamu adalah agar kamu lebih dekat dengan keluargamu, ayah ibumu.
Karena setelah malam-malam sepi itu dicabut dengan kehadiran pasanganmu, belum
tentulah perhatianmu akan banyak pada orangtuamu.
Ada menit-menit
yang kamu habiskan dalam kebingungan dan kegelisahan. Meracau dengan
pertanyaan-pertanyaan retorikal tentang bagaimana kamu bisa mengenalnya,
bagaimana bisa menumbuhkan rasa nyaman dan cinta pada perempuan yang memikat
hatimu. Tetapi maksud Allah memberikan kebingunan itu padamu adalah supaya kamu
mencari ilmu lebih banyak, mencari tahu cara mengenal dia dengan cara yang
diridhoi oleh-Nya.
Ada detik-detik
yang kamu rasa bahwa itu adalah titik keputus-asaan untuk menggadaikan
pendirianmu selama ini untuk tidak mencoba basa-basi bersama lawan jenis yang
memikat hati. Bukan hilang keberanian, tapi ini ujian kehebatan menghadang
gejolak-gejolak nafsu sebelum saatnya. Kamu tidak bisa memaksakan pendirianmu
pada orang lain yang kamu anggap dekat, tetapi kamu bisa merengek dalam sujudmu
untuk menanamkan keyakinan yang sama pada seseorang yang entah di mana adanya
yang telah dipastikan berjodoh denganmu. Pasti.
Ada masa-masa
keyakinan ini goyah.
Ada desir-desir
penggoyah iman.
Kapan bisa
mencintai jika tidak memulai?
Sampai kemudian
keyakinan ini kembali kuat dengan sebuah pertanyaan.
Sejak kapan
kemuliaan cinta dapat diraih dengan bermaksiat kepada Allah?
Biarkanlah Allah yang
menumbuhkan rasa dalam dada masing-masing.
Dan kalaulah pernah ada rasa sebelumnya dan berat untuk mengikhlaskannya,
itu karena kamu mencintai sebelum saatnya.
***
Dan jika mengikhlaskan itu amatlah berat, wallahi, jangan pernah berhenti meminta padaNya satu hal. Ya Allah, cabutlah rasa cinta, rindu, kasih, dan segala bentuk rasa yang tertanam padanya. Cabutlah sampai ke akar-akarnya.
Namun, jika ini adalah salah satu nikmat cinta karena-Mu, yang Engkau tanamkan terus, yang Engkau rawat terus meskipun pemiliknya mencoba melupakannya, maka berilah kami kesabaran menghadapi waktu-waktu sendiri kami. Berilah kami kenikmatan menderita semata-mata menggugurkan dosa-dosa kami sebelumnya. Berilah kami kabar gembira di ujung sana.