22.6.20

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020
03.22 dini hari
Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan.

Mimpi yang plot ceritanya agak kompleks tapi saya coba buat alurnya sehingga saya paham maksudnya.



Awal mimpi saya sebenarnya masih ada, yaitu bergaul dengan beberapa host acara tv favorit yang tidak perlua saya sebutkan ya. Aneh memang. Mungkin karena lucu dam teringat terus jadi terbawa mimpi. Oke skip aja bagian itu. Lanjut ke inti saja.

***

Saat itu yang entah kapan terjadinya, saya melihat banjir besar tiba-tiba melanda rumah. Semacam banjir bandang yang datang tisak terduga. Aaya keluar rumah sendirian menuju taman depan rumah. Entah di mana anak istri saat itu saya tidak tahu. Banjir datanh cepat sekali sampai airnya sudah mengepung daerah rumah. Saya menuju sebuah bangunan sengan pilar-pilar besar. Saya mencoba memanjat tiap pilar untuk melompat tiap pilar berusaha menuju tempat tinggi. Tapi percuma, air besar yang mengejar tadi sudah melahap saya ke dalamnya.

Saya kemudian terbangun, entah dari ping san atau kematian. Di situ saya bersama seseorang yang entah siapa wajahnya tisqk nampak, tapi feeling saya orang itu ai Imron, teman kantor yang juga teman sepedaan kalau weekend. Dia menghampiri saya dengan bawa sebuah alat yang entah apa itu, menunjukan kalau darah menyusit dengan amat sangat cepat. Dijelaskan saat itu kalau itu adalah jenks penyakit baru yang membuat orang kehilangam darah dengan amat sangat cepat tanpa disadari yang dapat membuat siapapun yang terkena bisa mati mendadak. Lalu saya memandang alat deteksi itu dan ternyata saya terkena penyakit itu. Darah saya menyusut drastis dan tanpa sadar, scene kembali berpindah.

Kemudian saya berada di sebuah tempat yang saya yakini itu adalah masjid. Saya berjalan mengitari tamannya, berjalan lewat teras depan masjidnya, hingga ke ujung belokan. Dari arsitekturnya, seklias mirip sekali dengan masjid salman itb. Di ujung lorong itu saya berhenti dan duduk sebentar. Di situ masih mikir kejadian sebelumnya dimana saya dikejar banjir besar mirip tsunami. Mengerikan. Dalam lamunan itu, saya dikejutkan oleh suara seorang kakek nyeletuk dengan agak keras "sudah sore ya, bentar lagi malam". Lalu saya menoleh ke arahnya dan membalasnya "oh iya pak, tau dari mana?". Lantas ia menunjuk ke arah jam dinding yang twrpasang. Betul sekali, jam sudah menunjukkan pukul 17.05 entah waktu bagian mana.

Tak lama, datang rombongan orang berjalan ke arahku. Sekilas aku lihat itu adalah Ustadz Khalid Basalamah beserta para asistennya. Beliau menuju ke arahku karena ternyata saya duduk di sekitar mihrab/ area depan masjid. Ternyata itu jadwal ceramahnya beliau di masjid itu. Tapi entah apa yang disampaikan di ceramahnya, saya tiba-tiba diserang rasa penyesalan yang bertubi-tubi. Yang saya pikirkan saat itu, mungkim yang dikatakan kakek tadi artinya kalau dunia ini tinggal sebentar lagi. Waktu saya "berbenah diri" sebentar lagi. Setelah perasaan menyesal membuang waktu, saya tersungkur ke lantai hendak menangisi hal teraebut tapi air mata tak kinjung keluar. Saya tersungkur memejam mata. Scene berganti

Tiba-tiba saya erada di sebuah kendaraan yang entah apa itu. Seperti naik mobil bak tapi berjalan halus tanpa deru mesin. Di dalamnya banyak sekali penumpang yang tidak saya kenal. Ada seorang bule berpasangan, tapi saya berbicara lancar seolah kami mengerti bahasa satu sama lain. Lalu kendaraan melaju kencang melewati jalan mirip jalan tol namun di dalam tanah. Lorongnya disinari lampu-lampu TL (lampu neon). Di sebelah jalan ada trotoar lalu pembatas jalan yang terbuat dari plat besi. Mirip-mirip pembatas jalan yang digunakan polisi ketika mengatur lalin.

Di perjalanan yang entah ke mana itu saya ngobrol sengan beberapa penumpang. Entah apa obrolan itu saya lupa. Mendadak lupa beberapa hal. Dari kolong pembatas jalan sesekali saya lihat kendaraan lain lewat. Ya mobil umum lah ya kendaraan polisi atau ambulance lah. Tapi semua penumpang hanya diam melihat lalu lalang kendaraan itu. Mirip sekali di jalan tol. Tak lama, kendaraan berhenti menaikkan seorang peumpang. Saya tidak kenal. Lalu berjalan lagi dan menaikkan penumpang lagi. Terus begitu seolah-olah kapasitas kendaraan ini tak terhingga. Lalu sayang senang bukan kepalang, om saya (mang hana) dan istrinya (bi ema) masuk kendaraan yang saya tumpangi. Tidak lama melanjutkan oerjalanan, ada ibu juga masuk trayek yang sama. Kemudian bertemu istri. Saya menunggu-nunggu apakah bertemu anak, adik saya dan vapak saya. Saya terus menunggu dengan harap-harap cemas. Sampai kendaraam berhenti, anak saya ghazia, adik dan bapak tisak masuk rombongan kami. Sedih rasanya. Dalam benak langsung terpikirkan apakah saat itu artinya mereka "masih hidup" di dunia? Belum saatnya naok kendaraan ini? Atau yang saya takutkan mereka dijemput kendaraan lain yang entah mengarah tujuan yang sama atau tidak. Gelisah sekali. Di penghujung jalan, kendaraan melipir sedikit entah ada apa. Supirnya pun saya tidak tau siapa. Saat-saat menunggu seperti itu, saya diajak jalan keluar oleh si bule yang tadi pertama kali bertemu. Dia lompat dari kendaraan seperti seseorang yang lompat dari gervong kereta ketika munggu kereta lain lewat di sebuah stasiun. Saya lalu diajak jalan sedikit ke arah belakang. Di sana hanya ada pembatas jalan yang secara logika bisa dengan mudah digeser. Saya diajak ke arah pembatas jalan yang agak sedikit terbuka. Lalu saya kaget dengan apa yang saya saksikan. Mendadak ada seseorang yang berlari ke arah mobil  yang sedang bergerak kencang. Dia coba menabrakkan diri tapi mobil tersebut bisa berhenti mendadak. Mereka berkata satu sama lain tapi saya tak bisa mendengar apapun. Bahkan untuk menolong ke arah tkp saya tidak bisa lewat padahal celah pembatas jalan sangat terbuka lebar. Seperti ada barrier tak kasat mata. Si bule yang mengajak saya tadi cerita. Ternyata itu adalah pemandangan dunia saat ini. Orang-orang memilih untuk mati saja daripada hidup. Kesulitan hidup yang amat sangat berat dialami manusia saat itu sampai-sampai orang lebih ingin mati saja daripada hidup.  Saat ai bule cerita itu, tiba-tiba nampak sebuah layar di sebelah tkp. Semacam layar presentasi power point yang ditembakkan proyektor. Di sana banyak sekali visual penyiksaan orang-orang, pembuhunan, ketidakadilan, dan kondisi-kondisi buruk lainnya yang tidak bisa saya ceritakan di sini. Tapi semua itu jelas sekali. Tak lama menyaksikan itu, saya pindah ke kendaraan lagi.

Dalam kondiai menunggu keberangkatan berikutnya, saya dikabarkan bahwa anak saya ditemukan tapi dalam wujud lain, bukan manusia. Dia aman dalam sebuah kotak yang ditaruh di bagasi. Aneh sekali. Saya mencoba membukanya tapi begitu hampir bisa dibuka, scene berganti.

Saya tiba di sebuah daratan luaaaaassss sekali. Awan biru tidak berbatas. Tanpa awan tanpa terik matahari yang menyengat. Saya melihat sebuah pusat perbelanjaan semacam mall. Di ssana saya diberi saldo untuk berbelanja. Di situ saya belum tau kalau ternyata saldo belanja yang diberikan ke tiap orang itu berbeda.

Di dalam mall itu, saya bertemu beberapa public figure yang sering terlihat di media tv, youtube, atau kanal-kanal hiburan lain. Saya mendekati mereka karena saya pikir mereka satu ras, ya gitu kan kalau lagi terdampar di negara asing, manusia serumpun ibarat satu ibu. Untungnya, respon merka ramah. Mereka mengajak saya berbelanja dengan sangat cepat. Saya heran,, kenapa cepat2?

Saya petik buah anggur dari pohonnya langsung. Petik banyak sekali lalu masuk ke keranjang belanja. Di sana banyak sekali manusia sibuk memetik buah dan berbelanja ini itu tapi tidak ada kontak fisik sama sekali. Padat tapi gak crowded sama sekali. Saya sih santai-santai saja belanja saat itu. Sambil lihat-lihat kanan kiri, pilih2 barang mana yang hendak saya masukkan keranjang. Eh di akhir-akhir slot waktu belanja, batu muncul peringatan kalau waktu belanja habis dan sudah saatnya lanjut perjalanan. Saya panik, mencoba mengambil ini itu tapi bukan kebutuhan perjalanan jauh. Karena saya pun tidak tau rombongan ini mejnu ke mana. Saya sendirian walaupun tadi bertemu anggota keluarga lain. Benar-benar sendiri.

Sayup-sayup suara adzan subuh awal. Saya terbangun dari tidur. Melek sebentar lalu menuliskan cerita ini.


Pukul 04.31 WIB kisah ini selesai saya tulis semampu saya ingat. Semoga jadi renungan pribadi dan siapa saja yang tidak sengaja lewat di tulisan ini. Dah. Subuhan dulu

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...