26.9.14

Bad Ending

September 27

Kejadian malam tadi hampir adu tangan vs. clurit sama orang mabok. Alkisah habis futsal sama anak-anak Zeal. Biasa, setiap jumat malam ada futsal rutin. Pulangnya si Ari kemalingan. Untungnya cuma hp jadul + powerbank, soalnya dompetnya ketemu. Selidik punya selidik, katanya pake motor satria. Dari tempat futsal, semua rombongan futsal coba mengejar itu maling. Pakai sepeda.

Jam 23.45 WIB. Masih dalam keadaan panas, kami coba mencari itu maling sambil pulang melalui jalan lain, memutar. Di jalan brawijaya, salah satu anak pelayaran yang notabene anak camp juga, merasa diludahi oleh orang tak dikenal di pinggir jalan. Mencoba bertanya baik-baik, eh malah salah sangka. Disangkanya ngajak ribut, tapi kan... memang ngajak. Mungkin merasa panas. Adu mulut dan adu jotos tak lagi terhindarkan sodara sodari. Jumlah kami 20 orang, sedangkan mereka cuma 4-5 orang kalau tidak salah. Tetapi kami kalang kabut ketika salah seorang dari mereka mengacungkan clurit. "Ya bukan masalah gak berani bro. Kita orang asing di sini masa mukulin orang sini. Sukur kalo selamet, kalo pulang kepala buntung gimana?" kata salah seorang anak pelayaran itu. 

Saya bersama Mr. Mansoor yang juga anak pelayaran berada di belakang. Kami ditinggalkan rombongan yang sudah kocar kacir ke arah berlawanan. Konsekuensinya kami dimarahin warga. Sampai di camp, suasana masih panas, saya sudah ngantuk. Jam 1.02 pulang ke kosan. 

***

Hari-hari tanpa course saya habiskan di kosan. Mau itu kerjaan freelance, mau itu maen PES, atau sekedar practice speaking. Rencananya pulang selasa besok. Anehnya, saya tidak merasa homesick atau rindu berat kampung halaman. Mungkin karena kampung ini sedikit banyak memberi perubahan besar pada habit saya. Bangun subuh, solat jadi (agak) rajin (dikit), peduli pentingnya waktu, bergaul sama orang dari macam-macam etnis, dan sebagainya. Kalau di bandung, kadang jadi pemalas.

***

Hampir tiap malam si Abeng bicara soal teman perempuannya di kelas grammar yang jadi idola satu lembaga itu. Saya tidak terlalu tertarik soal seperti apa penampakannya. Tapi si abeng bercerita seolah-olah perempuan itu bidadari. Di kampung ini, hampir 90% perempuannya cantik. Berkerudung dan rajin mengaji. Memang kebanyakan dari daerah, tapi auranya menenangkan. Saya bertemu perempuan seperti itu di salah satu lembaga kursus. Dia adalah tutor kelas speaking with grammar. Orang Tegal dan seumuran saya, sepertinya. Unfortunately, she said that she's unmarried but officially unavailable. 

***

Well, underwear gua perlahan-lahan hilang! Pada kemana ini maygat! Gawat! Tak seharusnya kehidupan di Pare harus berakhir sengsara seperti ini.

23.9.14

Grateful

September 22

Kemarin baru upgrade sepeda. Pepanjangan waktu untuk 2 minggu ke depan. Dan sebelum masuk ke rumah yang punya, saya dapat surat wasiat seperti ini.


Inilah makanan paling fenomenal di Pare. Namanya Tansu, akronim dari Ketan Susu. Kalau ke Pare, rasanya belum afdol kalau belum pernah menikmati (antrian di warung) ketan susu di jalan pancawarna ini.


Malam harinya saya diajak ke kantin Jendela Mimpi. Di sana ada event mingguan semacam ted talk tapi dikemas dalam suasana kafe. Speaker di sana mostly member-member elfast, salah satu lembaga di sana. 



Kelas terakhir active speaking. Sedikit ngobrol-ngobrol dengan Mrs. Anfa soal IELTS.


***

Kemarin malam, ada seorang speaker yang bicara di depan kantin Jendela Mimpi. Dia bilang dia belum mempersiapkan materinya. Tapi karena merasa ditantang oleh MC, dan dia adalah seorang yang agak panasan, dia maju juga. Dari nada bicaranya, dia gugup dan bergetar.

"Gue jujur aja, gue tegangm gemetar bukan karena gue takut, tapi karena gue malu. Sebut aja gue dari  sebuah daerah yang belum pernah lo ketahui sebelumnya. Dari sebuah universitas kecil yang lo gak pernah tau. Gue gugup karena gue berada di tengah orang-orang hebat. Pare ini kota hebat. Gue bisa ketemu orang-orang dari latar belakang pendidikan yang luar biasa hebat. Dari perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Tapi satu hal yang gue sadar, gue gak bisa jadi emas kecil di tengah emas-emas berkilauan di Pare ini. Tapi gue bakal berusaha buat tetap jadi emas jika satu saat emas-emas besar itu lupa akan dirinya, lupa jati dirinya, hingga mereka terjerumus ke dalam tepung putih yang menutupi kilaunya."

***

Pagi harinya, bang Alfa bilang hal serupa.

"Di Pare ini, saya bersyukur. Bisa ketemu orang-orang hebat dari berbagai tempat, universitas. ITB, UGM, bahkan Al Azhar Kairo, Mesir. Dari pertemuan-pertemuan kecil ini saya belajar banyak hal."

***

Baru saja, sepulang course jam setengah 7, saya makan di warung langganan, mubarokah. Selesai makan, ngobrol-ngobrol sama si Rafi. Waktu mau pulang, saya dicegat bapak yang punya warung. Beliau ngajak saya duduk dan ngobrol sebentar.

Beliau bercerita soal anaknya yang punya bakat seni rupa, menggambar dan melukis. Sekarang ini putrinya masih sekolah di kelas 8 Mts. Lantas sang bapak meminta saran saya soal anaknya. Jika nanti lulus Mts, baiknya masuk jurusan apa, kerja ke depannya gimana kalau anaknya jadi 'tukang gambar' melulu, katanya. Lalu tanpa maksud sok tau, saya sih jelaskan sebisanya, dan berusaha support sang bapak.

Baru-baru saya tahu, kalau bapaknya ini ragu akan masa depan anaknya jika sang anak cuma bakat di seni, sedangkan science-nya gak terlalu. Baru-baru saya juga tahu kalau bapaknya ini sangat ingin berkuliah seperti anak-anak kuliahan yang sering ke warungnya.

Sepanjang jalan pulang, saya mengucap syukur atas kesempatan mengecap berbagai jenjang pendidikan.

19.9.14

Sarapan Pagi - TED Talk about 3D Printing

September 21

Kuota internet smartfren (which is not really smart and friendly) saya bulan ini sudah habis. Cukup menyiksa bagi kaum eksekutif muda seperti saya yang menempatkan internet pada list nomor 6 dalam kebutuhan primer setelah rukun islam. Jadi saya mengungsi ke warnet dekat kosan. Ambil paket 2 jam tapi baru 5 menit duduk ada kendala sama panggilan alam. Tapi saya acuh saja. Ya itu derita pelanggan berikutnya kalau tempat duduknya becek-becek bau.

Tapi bukan soal itu yang ingin saya bahas. Niatan saya ke warnet pagi ini ada 2 : cek email dan nonton TED. Sudah sekian lama saya kehausan nonton TED. Ya seperti yang saya bilang tadi, jangankan nonton video online, buka blog begini saja bikin overheat modem juga perut. Atau dalam bahasa sunda biasa disebut nasteung (panas beuteung). Untunglah pagi-pagi seperti ini warnet di kampung ini belum banyak anak-anak yang main dota, jadi bisa nonton/download banyak video TED.

Ada 1 talk yang menarik. Soal teknologi 3d printing. Judulnya : What's Next in 3d Printing. Sebenarnya saya sudah tau teknologi macam ini sejak masuk kuliah. Tapi waktu itu masih sebatas yaa print-print bidak catur, mainan, lego, dll. Sekarang teknologi ini improve-nya udah beyond imagination aja. Coba saja tonton.



Di bidang medis, buat kaki prostetik atau support buat penderita skoliosis ibarat bikin mie instant. Hasilnya pun sudah memenuhi kaidah ergonomi tubuh manusianya. Di bidang kuliner, tinggal download resep, upload ke alatnya, dan tinggal nunggu 'Ta-daa' moment buat liat hasilnya dalam hitungan menit. Material buat nge-print makanan ya pasti beda sama buat nge-sol sepatu. Di bidang arsitektur, jelas buat bikin model berskala. 

Prospek paling menjanjikan itu adalah di ranah desain produk (kepedean). Ya kalau dipikir pikir, back in early 20th century, revolusi industri itu produk-produk masih diciptakan 1 saja untuk 1 atau 2 orang. Begitu ada mesin-mesin pabrikan, produk-produk jadi bisa mass production. Prediksi saya, sekarang sih kembali ke revolusi industri, jika dilihat dari sisi kebutuhan produknya. Manusia akan butuh produk yang spesifik untuk dirinya. Atau manusia hanya ingin produk yang membuat dirinya beda/unik dari yang lain. Individualis?

Ya kita lihat saja apa jadinya nanti.

18.9.14

Krisis Moneter

September 19

Bibir agak kelu. Setiap pagi ikut kelas speaking  sedikit banyak merobek otot-otot bibir saya. Mungkin 5 hari berikutnya bibis saya bisa sixpack.



Kelas-kelas pagi ini tidak ada yang terlalu spesial. Wong memang kegiatannya memang bicara saja. Yang membuat hari ini spesial adalah, saya benar-benar kehabisan uang. Di dompet hanya tersisa 1.200 rupiah. Di ATM juga habis. Untunglah masih ada kerjaan kerikatur. Meskipun tiap malam harus tidur di atas jam normal, mau tidak mau saya harus selesaikan gambar pesanannya demi menyambung hidup. 

Hidup semakin berat. Tapi Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tidak bisa dilampaui oleh makhluknya. Saya percaya itu.

16.9.14

How to Explore East Java in 6 hours

September 14

Agak sulit mencuri-curi waktu, akhir-akhir ini. Brendelan speaking classes dari pagi hingga sore hari membuat nama saya tersempil di daftar manusia-manusia angkatan 66. Pergi jam 6, pulang jam 6. Sementara ingus ini mengalir cukup deras, saya coba kerahkan sisa-sisa tenaga untuk update jurnal-jurnalan ini.

Awal kemunculan demam, flu dan batuk ini besar kemungkinan sudah ada sejak 2 hari lalu. Weekend kemarin saya dan kawan-kawan sePare berusaha memecahkan rekor Muri kategori : Travelling 3 tempat yang jaraknya di atas 100 km dalam waktu 6 jam naik motor. Tapi nyatanya, kami malah masuk rekor nyeri. Nyeri badan nyeri-nyeri-nyeri moal beunang diubaran.

Tadinya ini hanya acara jalan-jalan santai ke kota. Mau melihat peradaban, kata si Bang Jamal. Maklumlah selama di Pare ini kami - manusia-manusia kota - lama tak melihat mall. Nyewa motor dengan paket 12 jam. Jam 11 siang kami berangkat. Ke mana? Destinasinya baru ditentukan setelah 300 meter berangkat. Pertama, Kelud.









Kasihan si Kelud. Dulunya rindang sekarang gersang. Malah lebih mirip Arizona. Sayang, jalan ke puncak masih ditutup.



Lalu berlanjut ke Blitar. Sekitar 30 km ke arah selatan dari Kelud. Di sana lebih terkenal dengan wisata ziarahnya karena banyak sekali makam-makam. Yang paing terkenal dari blitar adalah makam Presiden Soekarno. Tidak banyak foto yang saya ambil di sini karena memang kurang etis berfoto-foto di pemakaman. Ada hal-hal yang hanya bisa dinikmati oleh hati yang khusyuk tanpa ada jepretan kamera.






Terakhir adalah Simpang Gumul Kediri, atau yang lebih dikenal dengan Arc De Triomphe-nya Kediri. Karena hampir malam, dan jam penyewaan motor pun hampir habis, ya pulanglah kami ke alamnya masing-masing. Oleh-oleh dari perjalanan ini : Badan yang rasanya terinjek mobil setum PU, bersin-bersin indikasi bakal pilek, dan sepatu kotor debu Kelud.


***


Sialnya, besok ada presentasi. I haven't prepared yet for it. Mana temanya tentang politik pula. Dengan gagah berani, saya putuskan bakal speech sambil berakting sebagai calon presiden RI. Sebelumnya saya lihat-lihat referensi: Obama's Inaugural Speech, Hillary Clinton Speech, dan tokoh-tokoh lain. Hasilnya alhamdulillah lah mayan. Meskipun sambil a eu a eu srot a eu a eu srot sedot ingus.


12.9.14

When in Rome, do as the Romans do.

September 11

Smart Quiz. Evaluasi materi 2 minggu yang lalu yang dibawakan dengan permainan santai. Tim saya namanya Fortune, sama si nadif, satrio, fani. Saya dipilih jadi leadernya, juru bicara juga.



Hasilnya, ya tim kami menang lah. No wonder kan ada gua. Hadiahnya voucher lunch di warung lamtana. Alhamdulillah.


Tapi saya memutuskan untuk menukarkan vouchernya besok saja.

***

When in Rome, do as the Romans do.

Siang ini makan biasa di mubarokah. Ada 2 orang anak muda yang duduk di seberang. Dari obrolannya, mereka dari Jakarta. Dengan bahasa gue elu dan aksen 'tinggi'nya, mereka bicara soal rencana weekend ini. Namanya di warung, obrolan itu seringkali macam-macam. Semua orang bebas berpendapat, bebeas bersuara. Namun, yang buat saya terganggu adalah, cara kedua pemuda Jakarta ini ketika bicara. Tinggi. Bukan intonasinya, tapi pilihan katanya. Seperti bicara di depan teras rumahnya saja. Seenaknya. Belum lagi kata-kata kotor yang tidak sepantasnya dibicarakan keras-keras di tengah lingkungan yang amat sangat menjunjung tinggi sopan santun dan budaya ramah. Gak pake otak. Seperti idiom di atas, mestinya tau diri, tau tempat. Jaga attitude.

Sore ke peace. Kelas 100% English. Agak telat gara-gara tutor di program sebelumnya di tempat lain itu ngaret melulu. Paksa-paksa ngayuh sepeda dari ujung ke ujung kampung inggris.



Ada yang buat saya kagum hari ini. Bertemu sosok yang menginspirasi. Namanya Pak Purwanto from Semarang. Meskipun umurnya sudah berkali-kali lipat dari umur saya, beliau tetap mau belajar. Mau mencari ilmu tentang bahasa Inggris. Tidak gengsi berbaur dengan anak-anak muda. Yaa mungkin menurut beliau, prinsip 'tidak ada kata terlambat' itu menjadi motivasi baginya. Good luck, Sir!

11.9.14

Latepost - Craziest Weekend 1500 km

September 6-8

Sudah memasuki masa-masa akhir periode 2 mingguan di pare. Beberapa course yang saya ambil sudah selesai. Pronunciation class dan vocab class selesai hari ini, sedangkan speaking class masih lanjut 2 mingguan lagi. Sebagai bentuk penghormatan kami pada guru ter-awesome (dengan merasa terpaksa nyebut itu), kita berfoto sama mister katria beiber. Ya terserah deh dia mau disebut apa, supaya seneng aja.hahaha just kidding sir. You're great teacher, no exception. I admit it.


Kalau yang ini foto speaking class. Ambil foto cuman gara-gara ada satu member yang bakal pulang hari ini, padahal periode belajarnya masih 2 mingguan lagi. So, goodbye Aswar!



Malamnya, futsal terakhir bersama anak-anak Zeal. Biar habis sekalian dalam satu hari. Puas-puasin bercengkrama sama banyak orang. Oya hari itu juga saya makan di warung langganan Mubarokah, dan rada diluar nalar. Sekalian pamit sama si ibu dan bapaknya.

***

Spending this weekend by travelling around 1500 kilometers is the most ridiculous thing that I've ever done in my life. Pare-Bandung-Pare dalam 3 hari. Tua dijalan. Dari Pare saya berangkat jam 11 siang, karena ngejar kereta jam 2. Takut terlambat.


Weekend kemarin sebenarnya sudah saya rencanakan jauh-jauh hari. Dalam bayangan saya, saya akan melakukan sesuatu paling sibuk yang pernah dilakukan manusia tersibuk. Makanya, saya sempet-sempetin deh ke Bandung. Plan awal : Ketemu si rendi ngomongin start up bisnis + brand, ketemu si gun ngomongin proyekan buku doi yangbelum kelar, bayar hutang sama si dini dan anak-anak satgas PKM taun lalu, dan tentu saja karang taruna yang sudah lama saya terlantarkan.

Kenyataannya selalu berseberangan dengan ekspektasi. Dari semua itu, hanya dua rencana yang sempat. 

Sesampainya di stasiun bandung jam 4 pagi, saya bertemu si lukman dan dedi yang hendak pergi ke lembang, beli susu murni. Baru-baru saya tahu kalau karang taruna sekarang berjualan susu dan pempek. Karena tersentuh dengan semangatnya, saya juga jadi ikut ke Lembang beli susu, walaupun badan rasanya mau ambruk. Ya tau lah namanya efek samping kursi kereta ekonomi.





Malamnya, traktir anak-anak satgas PKM, dengan harga yang...naudzubillah bikin heart attack. Di sisi lain, kita silaturahmi dan bertemu wajah-wajah baru.



 ***

Pulang kembali ke Pare hari senin malam. Melewati 2 pertemuan speaking class tapi tak apa. Pagi-paginya tumben-tumbenan kumpul, makan ayam penyet di bu tien. Dapet pepatah dari si bapaknya soal anak muda. Pelajaran hari itu : Anak muda itu gak usah gengsian. Sir yes sir! Noted!

 




10.9.14

Time Flies!

September 10

Sepertinya skill menulis saya semakin tumpul. Bingung memilih paduan kata dan menyelaraskannya dengan pikiran yang akhir-akhir ini dipenuhi bermacam kelakuan.

***

Kemarin misalnya, saya adu mulut sama bule Libya bernama Abdul. Masalahnya hanya perkara gadis. Ceritanya, kemarin saya keliling Pare cari makan malam sama si abeng. Sampai di suatu tempat kawasan jalan anggrek kita nemu tukang nasi goreng. Singgahlah kami di situ. Beberapa saat pasca pemesanan, datanglah segerombol gadis ABG (yaa seperti anak baru mau kuliah) yang juga ikut memesan itu nasi goreng.

Tiba-tiba, itu cewek-cewek ABG berlarian masuk ke dalam kedai nasi goreng sempit itu. Duduk di samping saya. Loh saya ya kaget. Pesen nasi goreng kok disodorin anak gadis, (manis pula). Ya saya tanya aja kenapa. "Itu takut" sambil nunjuk-nunjuk seseorang di luar. Ternyata ada 2 orang bule Arab nyasar di sini. Dari keterangan si cewek-yang-duduk-di-sebelah-saya, saya tahu kalau dia adalah Abdul, bule Libya yang baru beberapa minggu belajar bahasa Inggris di Pare. Si Abdul ini ternyata maksa-maksa si cewek-yang-di-sebelah-saya buat ikut dia. "You! You! Come here!" sambil nunjuk-nunjuk tempat gelap di sebelah. Si cewek ini ketakutan. Lantas dia bilang "I'm with my boyfriend here!" sambil nunjuk-nunjuk saya. Loh?? Apa ini? Saya liat sekeliling juga gak ada kamera. Ya kirain aja saya lagi masuk acara Kena Deh atau acara pranks gitu. Ternyata emang bukan pranks. Sambil bengong-bengong diliatin si bule arab, dan si cewek sebelah nyoba pegang tangan saya, saya kan jadi blah bloh. Tapi dengan niat membantu si cewek ABG ini, ya saya bilang juga kalau she's my girlfriend. Si Bule langsung pasang muka heran, tapi tetep maksa buat ngajak ini cewek ikut sama dia. Saya ladenin deh. Tapi karena saya gabisa bahasa Arab selain ente Bahlul, dan itu bakal repot urusannya, ya kepaksa pake Inggris.  Tapi si bule ternyata gak bisa bahasa Inggris. Gubrak. Masa iya harus saya ladenin pake ayat kursi?

Setelah adu mulut selama hampir 15 menit di tukang nasi goreng yang tak berdosa itu, si bule dan temannya yang berwajah mesum menyerah dan pergi dengan tangan kosong. Si cewek ABG ini lantas menunggu beberapa saat sampai si bule-bule arab gila tadi benar-benar lenyap.

Singkat cerita, si Abdul itu ternyata suka sama si cewek ini. Dia mau nembak malam itu juga karena besok paginya si cewek pulang ke jakarta. Tapi cara dia mengajak si cewek ini agak frontal dan menjurus pada pemaksaan. Siapa yang gak parno diajak sama bule yang baru dikenal beberapa minggu doang?

Ujung-ujungnya, si cewek itu berlalu, berterima kasih, tanpa meninggalkan nama atau nomor hp atau apapun itu. But sometimes the bitterest the better. If there is somebody else that you really hope to meet, you have to stick with it even she's miles away from your place right now. The art of longing for someone is not about send her text every single time you miss her, it's all about how to keep your feelings to her as the time goes by. It's pretty hard indeed, but it's worth to try. So when you come back in the next day, you won't regret.

***

4.9.14

Farewell Party Zeal

Pare, September 4

Farewell Party Zeal dipercepat karena mulai besok sudah banyak yang pulang kampung, baik untuk kuliah, sekolah, juga bekerja. Bagi saya pribadi, saya menyayangkan hal ini karena saya masih belum apa-apa di sini. Juga belum kenal banyak sama Zealgirlsnya sih. Tapi ya it's not a big deal. Pret


Dari sore sudah persiapan macam-macam. Buat perform di malam harinya terutama.










That's it.

***

Anyway, sudah beberapa postingan ini tulisan saya sangatlah singkat padat dan tidak jelas. Ada beberapa alasan di balik ini semua.

Pertama, karena setiap hari bangun jam 4 pagi dan siang habis dengan kegiatan belajar, maka malam harinya amatlah melelahkan. Kedua, siang harinya tidur siang. Ketiga, karena saya sedang dalam mode hidup di dunia nyata__yang ternyata lebih jelas. Keempat, karena saya mulai berusaha menyingkirkan bahasa Indonesia dan Sunda sehingga ada kesempatan bagi Bahasa Asing untuk masuk ke otak dan kehidupan saya. Tapi tidak dengan kamu.

***

Sabtu ini rencananya mau ke Bandung untuk 2-3 hari saja. Ada sesuatu yang perlu diselesaikan. Pokoknya, see you in Bandung. But I'll be back soon.

1.9.14

Weekend Intermezzo - Sempu Island

August, 29-31



Weekend pertama di Pare saya habiskan dengan perlancongan ke sebuah travel destination ternama di kawasan Malang. Nama Pulau Sempu. Sudah dari lama saya mendengar nama pulau ini, namun baru kali ini kesampean.
Awalnya hanya rencana beberapa anak camp. Tapi karena yang mau join terlalu sedikit, kami buka lowongan strangers juga buat ikutan. Hasilnya, ada beberapa temannya teman dan saudaranya temannya teman itu yang juga gabung, sehingga total ada 15 orang.
Kami berangkat dari Pare hari Jum'at malam pukul 11.00 naik bis 3/4 carteran. Selama perjalanan berangkat sih tiada pemandangan yang bisa dilihat karena ternyata melewati hutan pinus dan perkebunan. Padahal kalau berangkat pagi atau siang, kami bisa kebagian panorama indah kawasan Batu, Malang karena memang rutenya lewat situ. Tapi perjalanan malam tidak begitu terasa karena dihabiskan dengan : tidur. Jam 04.23 kami tiba di Pelabuhan Sendang Biru. Tetapi ternyata bukan di sini kami akan menyebrang. Bis berputar kembali dan menuju suatu daerah yang saya lupa namanya. Di sana bis berhenti di sebuah pelabuhan dan pasar ikan. Sholat subuh, sarapan, dan segala persiapan lainnya. Jam 07.00 WIB menyebrang naik kapal ikan.


Kami tiba di pos kedatangan. Sebetulnya bukan pos literally pos yang memang diisi petugas kehutanan atau semacamnya, tapi hanya bangunan biasa yang lebih bisa dibilang WC umum. Air sedang surut, jadi kami bisa berjalan dengan mudah menuju daratan.


Trek menuju spot utama bisa dibilang agak berat bagi yang belum terbiasa berjalan jauh seperti ninja hattori, mendaki gunung lewati lembah. Dalam perhitungan saya, perjalanan pergi ditempuh selama 1 jam 10 menitan. Itu karena memakai guide. Coba kalau nggak, nyasarlah kita. Saran saya sih, kalau ke sini harus ada guide, berangkatnya pagi, dan pakai sepatu/sendal trekking. Karena kaki juga ingin dimengerti bro. Saya adalah salah satu korban keganasan trek pulau sempu ini. Selain jalan yang sempit, batu-batu karang yang terdapat di sepanjang jalan pun lumayan runcing dan bisa melukai. Tapi it's ok bagi kamu-kamu yang sudah sering dilukai.


Tapi tak apalah terluka, kalau yang didapat memang worth sama pengorbanan. Kami sampai di danau sekitar pukul 10.02. Di sana sudah ada banyak orang tapi mereka hanya singgah untuk sehari saja. Sedangkan kami memutuskan untuk menginap di sana. 


Tidak butuh waktu lama bagi spot ini untuk dijejali puluhan orang. Menjelang sore, puluhan tenda kian memadati tempat ini. Tapi seperti kelakuan turis-turis dalam negeri yang tidak tahu attitude, mereka datang ke mari mengirim banyak sampah, tanpa mau memungutinya kembali untuk dibawa pulang.











In the end, akhirnya kami kembali lagi ke dunia nyata. Tak banyak yang bisa saya ceritakan di sini, tapi banyak yang patut disyukuri, bahwa Indonesia memang elok rupanya, yang patut dijaga keindahannya.


Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...