26.9.14

Bad Ending

September 27

Kejadian malam tadi hampir adu tangan vs. clurit sama orang mabok. Alkisah habis futsal sama anak-anak Zeal. Biasa, setiap jumat malam ada futsal rutin. Pulangnya si Ari kemalingan. Untungnya cuma hp jadul + powerbank, soalnya dompetnya ketemu. Selidik punya selidik, katanya pake motor satria. Dari tempat futsal, semua rombongan futsal coba mengejar itu maling. Pakai sepeda.

Jam 23.45 WIB. Masih dalam keadaan panas, kami coba mencari itu maling sambil pulang melalui jalan lain, memutar. Di jalan brawijaya, salah satu anak pelayaran yang notabene anak camp juga, merasa diludahi oleh orang tak dikenal di pinggir jalan. Mencoba bertanya baik-baik, eh malah salah sangka. Disangkanya ngajak ribut, tapi kan... memang ngajak. Mungkin merasa panas. Adu mulut dan adu jotos tak lagi terhindarkan sodara sodari. Jumlah kami 20 orang, sedangkan mereka cuma 4-5 orang kalau tidak salah. Tetapi kami kalang kabut ketika salah seorang dari mereka mengacungkan clurit. "Ya bukan masalah gak berani bro. Kita orang asing di sini masa mukulin orang sini. Sukur kalo selamet, kalo pulang kepala buntung gimana?" kata salah seorang anak pelayaran itu. 

Saya bersama Mr. Mansoor yang juga anak pelayaran berada di belakang. Kami ditinggalkan rombongan yang sudah kocar kacir ke arah berlawanan. Konsekuensinya kami dimarahin warga. Sampai di camp, suasana masih panas, saya sudah ngantuk. Jam 1.02 pulang ke kosan. 

***

Hari-hari tanpa course saya habiskan di kosan. Mau itu kerjaan freelance, mau itu maen PES, atau sekedar practice speaking. Rencananya pulang selasa besok. Anehnya, saya tidak merasa homesick atau rindu berat kampung halaman. Mungkin karena kampung ini sedikit banyak memberi perubahan besar pada habit saya. Bangun subuh, solat jadi (agak) rajin (dikit), peduli pentingnya waktu, bergaul sama orang dari macam-macam etnis, dan sebagainya. Kalau di bandung, kadang jadi pemalas.

***

Hampir tiap malam si Abeng bicara soal teman perempuannya di kelas grammar yang jadi idola satu lembaga itu. Saya tidak terlalu tertarik soal seperti apa penampakannya. Tapi si abeng bercerita seolah-olah perempuan itu bidadari. Di kampung ini, hampir 90% perempuannya cantik. Berkerudung dan rajin mengaji. Memang kebanyakan dari daerah, tapi auranya menenangkan. Saya bertemu perempuan seperti itu di salah satu lembaga kursus. Dia adalah tutor kelas speaking with grammar. Orang Tegal dan seumuran saya, sepertinya. Unfortunately, she said that she's unmarried but officially unavailable. 

***

Well, underwear gua perlahan-lahan hilang! Pada kemana ini maygat! Gawat! Tak seharusnya kehidupan di Pare harus berakhir sengsara seperti ini.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...