23.9.14

Grateful

September 22

Kemarin baru upgrade sepeda. Pepanjangan waktu untuk 2 minggu ke depan. Dan sebelum masuk ke rumah yang punya, saya dapat surat wasiat seperti ini.


Inilah makanan paling fenomenal di Pare. Namanya Tansu, akronim dari Ketan Susu. Kalau ke Pare, rasanya belum afdol kalau belum pernah menikmati (antrian di warung) ketan susu di jalan pancawarna ini.


Malam harinya saya diajak ke kantin Jendela Mimpi. Di sana ada event mingguan semacam ted talk tapi dikemas dalam suasana kafe. Speaker di sana mostly member-member elfast, salah satu lembaga di sana. 



Kelas terakhir active speaking. Sedikit ngobrol-ngobrol dengan Mrs. Anfa soal IELTS.


***

Kemarin malam, ada seorang speaker yang bicara di depan kantin Jendela Mimpi. Dia bilang dia belum mempersiapkan materinya. Tapi karena merasa ditantang oleh MC, dan dia adalah seorang yang agak panasan, dia maju juga. Dari nada bicaranya, dia gugup dan bergetar.

"Gue jujur aja, gue tegangm gemetar bukan karena gue takut, tapi karena gue malu. Sebut aja gue dari  sebuah daerah yang belum pernah lo ketahui sebelumnya. Dari sebuah universitas kecil yang lo gak pernah tau. Gue gugup karena gue berada di tengah orang-orang hebat. Pare ini kota hebat. Gue bisa ketemu orang-orang dari latar belakang pendidikan yang luar biasa hebat. Dari perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Tapi satu hal yang gue sadar, gue gak bisa jadi emas kecil di tengah emas-emas berkilauan di Pare ini. Tapi gue bakal berusaha buat tetap jadi emas jika satu saat emas-emas besar itu lupa akan dirinya, lupa jati dirinya, hingga mereka terjerumus ke dalam tepung putih yang menutupi kilaunya."

***

Pagi harinya, bang Alfa bilang hal serupa.

"Di Pare ini, saya bersyukur. Bisa ketemu orang-orang hebat dari berbagai tempat, universitas. ITB, UGM, bahkan Al Azhar Kairo, Mesir. Dari pertemuan-pertemuan kecil ini saya belajar banyak hal."

***

Baru saja, sepulang course jam setengah 7, saya makan di warung langganan, mubarokah. Selesai makan, ngobrol-ngobrol sama si Rafi. Waktu mau pulang, saya dicegat bapak yang punya warung. Beliau ngajak saya duduk dan ngobrol sebentar.

Beliau bercerita soal anaknya yang punya bakat seni rupa, menggambar dan melukis. Sekarang ini putrinya masih sekolah di kelas 8 Mts. Lantas sang bapak meminta saran saya soal anaknya. Jika nanti lulus Mts, baiknya masuk jurusan apa, kerja ke depannya gimana kalau anaknya jadi 'tukang gambar' melulu, katanya. Lalu tanpa maksud sok tau, saya sih jelaskan sebisanya, dan berusaha support sang bapak.

Baru-baru saya tahu, kalau bapaknya ini ragu akan masa depan anaknya jika sang anak cuma bakat di seni, sedangkan science-nya gak terlalu. Baru-baru saya juga tahu kalau bapaknya ini sangat ingin berkuliah seperti anak-anak kuliahan yang sering ke warungnya.

Sepanjang jalan pulang, saya mengucap syukur atas kesempatan mengecap berbagai jenjang pendidikan.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...