27.5.12

Ini, Ibu Pertiwi.

Kulihat Ibu Pertiwi,
sedang bersusah hati
air matanya berlinang,
mas intan yang kau kenang.
hutan, gunung, sawah lautan
simpanan kekayaan
kini Ibu sedang lara
merintih dan berdoa

Aceh dengan potensi minyak hidrokarbon di timur laut Simeuleu, 320 miliar barel. Panas bumi di Jaboi, Sabang. Tambang emas.

Riau dengan pasir kuarsanya. Dijarah Singapura secara besar-besaran. Harga jual sekitar US$ 2 per meter kubik.

Bali. Jika Indonesia adalah Kerajaan, makan Bali adalah Permaisuri cantiknya.

Kalimantan Timur sebagai paru-paru dunia, penghasil minyak bumi, gas alam, perkebunan kelapa sawit. Blok Natuna D-Alpha dikuasai korporasi asing, Exxon.

Sulawesi Tenggara, aspal buton memiliki deposit 3,8 miliar ton. Wakatobi terumbu karang terbesar di dunia, namun orang-orang pemerintah sana bahkan tak bisa menunjukkan lokasinya di Peta Indonesia.

Papua. 2,5 miliar bijih emas dan tembaga, 6,3 miliar ton batu bara, namun Cendrawasih yang kita kenal sampai sekarang masih memakai koteka dan rumah beralaskan tanah. Freport hanya menyisakan 9,36% untuk Indonesia dan hanya 1% untuk rakyat Papua.

Lalu dimana kita?
Ketika seluruh sumber daya alam di perut Ibu Pertiwi habis oleh pihak asing, semua akan tunduk pada hukum internasional mengenai emisi dan perdagangan karbon. Dari Sabang sampai Merauke, kesana mereka akan datang, ke setiap petak tanah yang masih kosong.

pada akhirnya, hanya meninggalkan tetes air mata Ibu Pertiwi untuk anak cucunya di masa datang.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum : 41)

Dikutip dari Buku : Indonesia Incorporated.


January 25th

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...