29.11.13

Solvember

Masalah lambatnya progress Tugas Akhir bisa diatasi dengan bermain Need for Speed Carbon. Sudah 2 hari saya bermain dan alhamdulillah, kecepatan mobil saya kenceng. Ardhyaska Amy, 22 tahun.

***

25 November

Meskipun sudah lalu-lalu, tapi belum basi-basi amat lah. Ini tentang pendidikan dari sudut pandang mata kodok dengan 3 titik hilang. Pagi hari tanggal 25 itu saya baca di koran kompas ada sebuah tulisan oleh Luki Aulia yang berjudul : Guru Kaku Sudah tak Laku. Saya kutip beberapa isinya.
Dalam Forum tahunan World Innovation Summit for Education (WISE) ke-5 di Doha, Qatar, dibahas persoalan di jenjang pendidikan dasar. Menurut para peserta, keterbatasan akses bukan satu-satunya penghambat pendidikan berkualitas, tetapi juga kualitas guru. Di forum tersebut banyak menggugat dan mempertanyakan terutama tentang guru yang masih mengajar dengan gaya kaku, konvensional, satu arah, tanpa proses dialog atau diskusi dengan murid (seperti mayoritas sekolah di Indonesia). Bahkan guru dianggap sebagai penyebab lahirnya generasi yang tidak memiliki keahlian atau keterampilan yang dibutuhkan di abad 21 ini.
Menurut sosiolog, filsuf, peneliti Edgar Morin, tugas guru justru menyiapkan generasi yang siap menghadapi kehidupan yang kian kompleks dan serba tidak pasti.
Dewasa ini, pengetahuan bisa didapat dengan mudah dengan internet atau aplikasi dengan platform digital. Namun, peran guru tetap tidak bisa digantikan dengan teknologi secanggih apapun. 
Di Finlandia, negara yang memiliki kualitas pendidikan terbaik, tidak mudah menjadi seorang guru. Untuk menjadi guru minimal S-2 dan ada pelatihan 5 tahun. Jadi, untuk menjadi seorang guru berkualitas perlu waktu sekitar 7-8 tahun.
Impor guru dari Finlandia? Tidak bisa. Guru Finlandia tidak bisa membuat keajaiban jika tidak didukung sistem pendidikan yang benar.

Berdasarkan pengalaman penulis dari SD hingga kuliah yang belum tamat-tamat ini, mayoritas guru yang pernah saya temui adalah guru kaku. Ada beberapa faktor.

Pertama, bisa jadi dia guru seni tari robotika.

Kedua, faktor usia. Pemikiran guru yang (maaf) kolot, itu yang membuat proses belajar mengajar menjadi terkesan kaku. Tidak update kondisi dunia terbaru. Tidak mau membuka sumber lain selain buku yang tersedia. Karena faktor usia ini pula terkesan ada batas kasat mata yang membuat pemikiran murid dan guru menjadi tidak akur. Berbeda kondisinya jika rentang usia guru dan murid tidak terlalu jauh. Selain masih adanya jiwa muda, guru tersebut juga paham bagaimana mengajarkan ilmu yang memang sesuai dengan umur muridnya dan cara menyampaikannya pun tidak seperti pepatah nenek moyang tapi lebih terkesan sharing dari kawan.

Ketiga, tidak kreatif. Guru yang seperti inilah yang banyak di Indonesia. Saya kurang paham pendidikan guru seperti apa. Tapi harusnya metode kreatif juga dipelajari guru. Dampak dari kurangnya metode berpikir kreatif pada guru adalah guru-guru mayoritas malas membuat gambar, Malas membuat simulasi fisika, kimia, biologi, dan lainnya. Praktikum dengan metode yang itu-itu saja. Misalnya praktikum magnet, ya hanya praktik sedot-menyedot magnet, bukan membahas produk-produk teknologi yang berbasis teknologi magnet, misalnya Maglev gitu. Itu sebabnya murid hanya ingat materi, bukan paham penerapan materi di kehidupan sehari-hari. Ingatannya lalu dites ketika ujian-ujian. Setelah ujian, poof! Akan berbeda hasilnya jika murid paham materi. Yang dingat adalah konsep dan penerapan di kehidupan. Dan untuk membuat murid paham, perlu juga cara mengajar kreatif juga interaktif. Kreatif itu bukan berarti harus bisa menggambar dan bukan pula harus menjadi guru kesenian, tapi semua guru, pengajar, dosen, dan apapun pekerjaan mulia itu sebangsanya, perlu pola berpikir kreatif.

Keempat, guru mengucapkan dan menuliskan apa yang ada di buku/presentasi lalu murid mengingatnya, bukan mengajari hubungan antara ilmu yang diberikan dengan kehidupan yang lalu, saat itu, dan masa yang akan datang. Ilmunya banyak? Tentu. Dan masa pendidikan sekarang semakin dimampatkan. Misalnya kuliah yang dulu bisa bertahun-tahun, sekarang harus 4 tahun dengan porsi ilmu yang luar biasa bejubel. Saya baru membaca sebuah artikel yang berjudul The New Retirement Age Is Thirty. Di sana dituliskan bahwa anak kecil sekarang masih dididik untuk menemukan passion dan cita-citanya di masa depan. Dulu, konsep tersebut memang ideal, bahwa setelah nanti ketika ia bersekolah, ia harus mencari ilmu yang sesuai dengan cita-citanya/passionnya. Bukan benar bukan salah. Namun di era sekarang, pertumbuhan penduduk sudah tidak terkendali. Anak-anak sekarang harusnya bukan hanya diajari ilmu untuk mendapatkan cita-citanya, namun juga dididik keahlian dan keterampilan lain di luar bidang yang ia gemari. Diajari juga bagaimana berpikir kritis sehingga ketika ia berada dalam kondisi serba tidak pasti, anak tersebut mampu memecahkan persoalan baik dirinya sendiri maupun lingkurngan sekitarnya.

Kelima, belum nonton 3 Idiots. Kalau belum nonton, coba bapak ibu guru nonton. Di movieroom ada. Perhatikan sosok Rancho pasca lulus kuliah. Dia jadi apa, dia membuat apa, dan bagaimana dia mengajarkan teknologi pada anak-anak.

Tulisan ini mudah dibuat namun menjadi seorang guru itu sulit. Mencari guru ideal lebih sulit. Jadi, karena mencari guru ideal bagi anak-anak itu sulit, mengapa bukan anda yang menjadi seorang guru ideal bagi anak-anak dan lingkungan sendiri? :)

Selamat Hari Guru.

***

26 November

Berurusan dengan mahasiswa surabaya terkait kasus video yang menurut mereka ngeselin tapi menurut saya keren karena itu bikinan saya sendiri. Pasca lomba mobil-mobilan saya bikin video sampai peduli amat sama TA. Diupload, ketahuan anak itees, mereka meradang. Klarifikasi sana sini. Problem solved setelah malam harinya telpon-telponan sama panitianya. Videonya dihapus dari dunia maya. Masih ada di laptop. Jadi harta karun.

***

29 November

Habis dari forum silaturahmi bulanan di gedung kuliah sendiri. Diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lalu ada monyet-monyet yang ngakunya dewasa tapi kelakuan masih monyet coro-coro. Mereka lemparin pesawat-pesawatan dari kertas ke tengah lapangan tempat masa kampus berada waktu menyanyikan hymne negara. Bukan itu caranya untuk menjadi unik dan 'nyeni' ala anak seni. Nyeni itu gak norak dan murahan macam tadi.

***

Masalah hanya akan berhenti kalau hayat sudah tidak dikandung badan. Selama itu masih ada, selesaikanlah. Dan tiap masalah yang dilewati membawa manusia ke level berikutnya.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...