April 21
Ada puluhan artikel soal bagaimana memunculkan kembali
motivasi. Saya baca beberapa di antaranya. Klise. Senin kemarin, saya bolos
kerja.
***
April 18
Sabtu siang sudah pulang kantor. Pulang cepat dikarenakan
hendak pulang ke Bandung. Tapi sebelumnya harus bersih-bersih kamar, cuci
baju,ngepel, dan segala pekerjaan rumah lain supaya ketika pulang kembali,
kontrakan tidak jadi sarang undur-undur.
Jam 4 sor e berangkat. Diantar Geisya sampai terminal
sekalian beli lapis bogor, 1 buat dibawa ke Bandung, 1 lagi buat di rumah
Babeh. Lucunya, waktu di toko kue tempat beli lapis, si penjualnya sedang
tertidur pulas. Mau diketok berkali-kali dia tetap pulas. Dipanggil ‘Bang!
Bang!’ sama saja. Baru saya teriak ‘Kebakaran!’ dia langsung bangun. Sambil sempoyongan,
bergegas menghampiri kami. Mungkin karena masih linglung, dia ke kamar mandi,
cuci muka, menghampiri kami lagi. Barulah saya bisa dapat 2 lapis bogor
darinya.
***
Perjalanan ke Bandung kali ini cepat sekali. Mungkin karena
sapanjang jalan saya tertidur. Baru bangun di terminal Leuwi Panjang.
Seperti biasanya, dari LP ke Kalapa naik angkot. Baru dari
situ naik lagi angkot Cileunyi. Jam 9.24. Angkot yang saya tunggu tak kunjung
datang. Saya putuskan jalan kaki saja dari terminal Kalapa sampai Masjid Agung,
dengan harapan menemukan angkot di sana.
Pangling. Itulah kata pertama di pikiran saya ketika
menyusuri jalan Dewi Sartika. Dari kejauhan terlihat 2 menara Masjid Agung yang
disinari lampu keemasan. Jalanan yang basah sehabis hujan dan hingar bingar
sekitarnya juga membuat suasana menjadi begitu eksotis. Kanan kiri berjajar
toko-toko yang hampir mau tutup. Mungkin karena ini malam minggu, para penjaga
toko itu tetap sabar menunggu jam pulang. Lalu lalang pasangan muda mudi masa
kini begitu mesra bahkan mengalahkan dua menara Masjid Agung di ujung sana.
Enggan saya memotret barang sejepret dua jepret saja. Karena selain ingin
menikmati dengan khidmat, saya pun terburu-buru mengejar angkot.
Alun-alun begitu meriah. Baru-baru saya melihat warga kota
Bandung yang berdesak-desak hendak bermalam minggu di alun-alun.
Sebelum-sebelumnya tempat ini adalah ladang kumpul remaja-remaja labil sambil
bermain-main di pojokan gelap. Tapi tidak untuk kali ini. Dari mulai anak kecil
sampai kakek nenek tumpah ruah. Ditambah, Bandung sedang bersolek menuju
peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika.
Perjalanan pulang harusnya bisa lebih cepat. Jalan Naripan,
Braga, Asia Afrika macet merayap. Baru sampai rumah jam 11 malam. Mampir ke
sekre Karang Taruna barang sebentar lalu istirahat di rumah. Jam 2 pagi baru
terlelap.
***
April 19
Bangun cepat karena pagi ini agendanya adalah Kerja Bakti
keren jilid 2. Latar belakang permasalahannya adalah selokan sekitar rumah yang
selalu mampet ketika hujan dan sudah lama dikeluhkan warga. Dulu pernah
dikuras, diperbaiki, tapi hanya oleh beberapa orang saja yang memang rumahnya
berada di sekitar selokan itu. Ya kali ini semua warga musti ikut wong ini
tempat tinggal bersama toh. Mulai jam 7 pagi baru selesai Ba’da Dzuhur kalau
tidak salah. Setelah itu saya terkapar kembali di tempat tidur. Dari awalnya
hendak pulang kembali ke Bogor jam 2 siang malah batal total. Malas sekali
rasanya. Selain hujan, hangatnya rumah begitu kuat meredam niat untuk kembali
ke perantauan.
Alfan. Ditanya itu jari pake apa? Dijawab : "LAPENDER!" - Fenomena batu akik. |
Sadar bahwa kesempatan saya di Bandung hanya tinggal semalam
lagi, saya habiskan betul-betul malam itu. Pinjam motor om lalu bergegas pergi
entah kemana asal menikmati angin kota. Cicaheum - Gasibu -Dago – Balai Kota –
Cihampelas – BEC – Asia Afrika – Buah Batu – Alun-alun – Dago atas – Gasibu –
Pulang. Tidak usah dipertanyakan lagi kenapa Bandung adalah Parisnya pulau Jawa.
Keindahannya membuat saya tidak punya waktu untuk mengambil foto-foto seperti
orang-orang yang saya lihat sepanjang jalan.
***
Akhirnya terkumpul juga niat untuk ke Bogor. Jam 11 siang
beres packing. Naik angkot Panghegar ke arah Cicadas berhenti di perempatan
Antapani. Mampir ke Kartika sari beli oleh-oleh. Dari sana lanjut kembali naik
Bis Leuwi Panjang. Macet di jalan Asia Afrika tak jadi bahan keluhan
orang-orang di bis. Karena mereka tahu bahwa Bandung sedang berdandan, dan
mereka pun menikmati proses bersolek itu. Kanan kiri disuguhi
instalasi-instalasi dan gedung-gedung tua yang sudah direnovasi. Bis pariwisata
di mana-mana dan tentunya, berfoto-foto dengan beragam gaya. Di alun-alun saya
turun.
Jalan kaki dari Masjid Agung sampai Jalan Banceuy. Kedia Kopi Aroma masih terlihat lengang saat saya masuk. Pesan beberapa kilo Arabika dan Robusta pesanan orang-orang kantor dan untuk konsumsi pribadi. Jalan lagi ke halte Alun-alun. Menjemput bis menuju Leuwipanjang.
Sampai di kontrakan sekitar maghrib. Ganti baju dan bongkar
tas lalu ke Babeh. Karena rumah sebelah diisi oleh orang-orang yang senang
berguyon dan bisa meramaikan suasana, maka kehadiran orang-orang yang setipe
seperti itu lebih ‘dinanti’ ketimbang yang biasa saja. Mungkin yang biasa saja
itu dinanti juga, hanya saja kadar penantiannya tidak lebih dari mereka-meraka
yang mampu menghidupkan suasana. Seringkali saya mendengar soal si ibu yang
menanyakan si Bobi yang pandai berguyon. Atau anak-anaknya yang menanti-nanti
si Robi, si pendiam tampan tapi kadang lucu. Saya adalah pengecualian. Karena
seringkali ada perasaan kalau kehadiran saya kurang begitu meramaikan isi rumah
di sana. Saya pun tidak mengerti. Tapi mereka baik. Saya senang di dalamnya. Meskipun
terkadang tidak pandai melucu dan tidak pula tampan.
** *
Ada masa-masa ketika
nama seseorang yang dulu begitu dinanti, kini terdengar biasa saja ketika
disebutkan. Masa itu belum menghampiri saya. Karena malam ini, waktu menyetrika
pakaian saya habis dengan membuka-buka obrolan lama di Line.
No comments:
Post a Comment