23.11.15

Menjelaskan Desain Produk pada Calon Mertua

November 23

Ini adalah tulisan pertama saya tentang keilmuan yang saya geluti habis-habisan sampai hampir KO waktu tugas akhir tahun lalu. Tentang bidang keilmuan yang sulit dijelaskan pada calon mertua (kalau sudah ada), pada orang-orang yang mengira bahwa kami adalah tukang gambar sketsa muka atau lukisan. Well, hal-hal semacam itu masih sering saya alami dan memang perlu ilustrasi untuk menjelaskannya.

Desain Produk. Saya masih ingat seorang senior ketika kuliah dulu menjelaskan dengan gamblang bahwa desain produk itu bidang keilmuan yang mampu merancang produk-produk sehari-hari dari mulai tusuk gigi sampai pesawat terbang. Sampai sekarang saya masih ingat. Bahkan sekarang saya ingin mendesain pesawat ulang ergi.

Saya suka membuat ilustrasi pada klien yang ngotot ingin desain murah, bagus (menurut doi) dan cepat tapi bukan di bidang yang saya tekuni (desain produk). Misalnya mendesain logo. Saya bukan desainer logo, hanya menguasai software-software untuk membuat logo. Gini deh. Dokter itu tugasnya mengobati, memberi saran, dan resep. Ikhtiarnya saja. Da kesembuhan mah di tangan Tuhan juga sih. Dokter ada jenis-jenisnya : Dokter mata, dokter kelamin, dokter kandungan. Itu untuk manusia. Untuk hewan yaa dokter mata hewan, dokter kelamin hewan, dan kandungan hewan. Meskipun hewan itu haram seperti babi. Karena mengandung babi. Begitu pula desainer, Bu, Pak. Singkatnya, desainer itu dokter hewan, seniman itu dokter manusia. Sama-sama bisa nyuntik, bisa ngasih obat, bisa melakukan operasi kan?  Dan seperti saya bilang, dokter juga ada spesialis, begitu pun desainer/seniman. Desainer Komunikasi Visual itu dokter mata : membuat apa-apa yang enak dilihat mata. Desainer Interior itu dokter kandungan : mendesain apa-apa yang ada di dalam, baik itu gedung, rumah, gubuk sekalipun. Desainer produk itu dokternya kelamin : memaksimalkan fungsi 'barang' untuk membuat barang/produk.

Nah, ketika Bapak, Ibu meminta dokter kelamin untuk mengobati mata, itu benar salah? Let say Bapak Ibu memaksa/membujuk si dokter dengan cara "yaa bisa lah dok, tinggal suntik ini kan gampang". Apakah itu benar menurut Bapak Ibu sekalian? Sekarang tinggal ganti saja kata dokter kelamin itu dengan desainer produk, dokter mata itu dengan desainer komunikasi visual, dan 'suntik' itu dengan 'gambar'. Hemm gimana? Sudah ingat kapan terakhir kali memperlakukan dokter kelamin seperti dokter mata? Ya gapapa Pak, Bu, Tuhan Maha Pengampun kok. Dokter-dokter juga.

***

Oke saya naikkan sedikit level pembahasannya. Dongkrak mana dongkrak?

***
Definisi desain produk amat banyak. 'Mendesain barang' itu definisi secara kulit. Kalau secara luar dalam, banyak aspek yang menyangkut keilmuan ini. Desainer produk itu kaya raya, menurut saya. Dia (minimal) tahu kulit-kulit keilmuan lain seperti mekanika gerak, sains, elektro, antropometri, psikologi manusia, manajemen bisnis, manufaktur, bahkan sampai teknik dempul saja minimal tahu caranya. Karena desainer produk merancang bagaimana produk yang erat kaitannya dengan manusia sebagai pengguna, dampak terhadap lingkungan, dan dari segi pemasarannya.

Sebulan ini saya habis baca 2 buku sakti. Saya mau bahas satu-satu.
Jony Ive, kalau mahasiswa desain produk tingkat 3 masih ada yang belum tahu doi, saya sarankan mending ulang TPB. Buat yang belum tahu, tak apa, bisa googling, TPB-nya lulus kok. Doi desainer produk-produk Apple sejak awal tahun 90-an. Singkat cerita, awalnya Jony cuma desainer di sebuah biro desain di UK, lalu direkrut salah seorang pimpinan RnD Apple setelah melihat karya-karyanya yang dihujani banyak award internasional. Awalnya produk-produk Apple didesain oleh pihak ketiga, Frog Design namanya, dengan gaya Snow White-nya yang terkenal. Ketika Ive masuk, stylenya diubah, dan Apple punya tim desain produk sendiri. Nah tim desain inilah yang banyak diceritakan di buku ini. 

Disebutkan di buku ini bahwa Apple itu sebuah perusahaan desain, bukan perusahaan teknologi, bukan perusahaan handphone, pc, laptop, dan lainnya. Mereka menjual desain, bukan produk. Dan gilanya, pada awal-awal proses desain iMac, mereka 'menuntut' puluhan engineer yang bekerja di Apple saat itu untuk membuatkan apa yang tim desain ini minta. Tidak ada alasan tidak bisa. Tentu tim desain ini mempertimbangkan aspek-aspek feasibility-nya agar tim engineernya bisa melakukan riset demi permintaan tim desainer produk tersebut. Bahkan Jobs pun malah mendukung setiap keputusan yang diambil Ive. Jadi ini yang dikatakan Pak Martinus, dosen saya waktu kuliah. "Desain itu ujung tombak industri. Bukan engineering, bukan yang lain". Kalau saya bahas terus isi buku ini, sampai Apple bangkrut mungkin belum kelar. Jadi silakan baca.

Buku kedua. Success By Design karya David Sherwin. Saya punya 2 saran:  buku ini Wajib Kifayah buat mahasiswa desain. Segala jenis desain. Dan Wajib 'Ain bagi Bapak Ibu Om Tante yang punya design house/consultant/freelance sendiri. Karena disini dibahas bagaimana etika bisnis berbasis desain, client service, how to rate your works, design efforts, Project kolaborasi antar multidisiplin ilmu, majanemen keuangan, dan lainnya dibahas secara comprehensive. Buku ini adalah jawaban dari pertanyaan tersering ke-3 dalam hidup saya setelah 'kapan nikah?' dan 'sekarang sibuk apa?' : "Cara menentukan tarif freelancer itu berapa?". Temukan sendiri jawabannya di buku ini.





***

Stay hungry, stay foolish. Begitu kata Pak Jobs. Harus selalu merasa bodoh, supaya terus ingin tahu. Harus selalu merasa lapar (ilmu), supaya terus mencari sendiri, bukan hanya terima begitu saja apa yang 'disuapin' pak guru, dosen, mentor. Ini opini saya pribadi, tentang mahasiswa sekarang ini terutama desain. Pertanyaan saya, apa kalian tidak lapar? Lapar untuk lebih banyak mencari ilmu, meningkatkan keterampilan, penguasaan software, 'ngulik' material baru, UI, UX, dan skill-skill yang bisa meningkatkan kualitas desain kamu minimal se-elvel mahasiswa-mahasiswa desain di negara-negara maju itu. Misalnya, hanya meguasai software 3d modeling yang diajarkan di kuliah. Apakah sudah menguasai berbagai fiturnya? Apakah selalu mengupdate software tersebut dan memaksimalkan fitur-fitur baru yang mempermudah dan mempersingkat proses desain? Apakah melihat compatibility software yang dipakai dengan perkembangan teknologi? Dan lain-lain. Itu baru satu kasus saja. Masih banyak 'kelaparan' lainnya yang semestinya diupgrade secara mandiri.

Sejatinya desain produk menjadi ujung tombak sebuah perusahaan insdustri. Para engineer juga tentunya harus lebih menantang diri sendiri untuk menemukan solusi baru, penelitian baru, inovasi baru yang selama ini ada di otak-otak para desainer produk. Sangat terasa ketika kuliah ataupun bekerja di perusahaan berbasis teknologi. Ada semacam gap atau tembok besar yang menghalangi desainer dengan engineer (mesin, elektro, industri). Antara desainer yang cenderung idealis akan ide-idenya, dengan keengganan para engineer untuk menantang diri mereka untuk 'ngulik' lebih banyak agar tercipta sebuah inovasi baru hasil kolaborasi desain dengan engineering. Namun kembali lagi, masih banyak orang yang harus diberikan pemahaman mengenai desain produk ini. Salah satu pemahaman itu bisa didapat dari buku-buku di atas. Bukan promosi. Hanya permisi, ngiklan. Malam!

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...