6.11.17

Decluttering Life

Kembali ke mes di deket kantor yang isinya kosong melompong. haha. Karena dari awal, saya pikir gak akan berlama-lama di sini jadi gak banyak barang yang saya ungsikan ke mari. Hanya baju-baju, gitar, buku-buku, hotwheels, dan skate board. sisanya perabotan dari sananya seperti tempat tidur, lemari, dan TV. Kebayang betapa kosongya ruangan 3x6 meter ini. Tak apa, ini salah satu bagian lanjutan dari decluttering my life.



Istilah ini saya dengar awal SMA, berarti sekitar tahun 2008-an lah ya. Awalnya si Arie yang sering nulis ini di twitter. Sedikit banyak saya cari tahu dan mulai digarap perlahan. Kalau saya didefinisikan secara ala ardhyaska amy, ini semacam hidup praktis minimalis. Dalam Islam disebut qonaah, yang sudah dipraktikkan nabi dahulu kala. Jadi, declutter ini pelopornya sudah jelas lah ya siapa. Qonaah jaman itu mungkin terdengar lebih hipster daripada declutter. Hanya saja, we live di jaman now.

I would say that excessive clutter may cause stress and affect every facet in my life. Clutter may distract someone's life. Terasa sekali tahun-tahun belakangan terutama disibukkan dengar berbagai kegiatan. Jadi saat awal-awal saya mengenal (kembali) qonaah yang dibranding dengan istilah decluttering, saya coba berbenah berbagai hal : aktivitas, pekerjaan, relasi, kontak hp, bahkan aplikasi. Kurang-kurangi yang gak perlu-perlu amat. Misalnya di laptop, terkadang saya menyimpan file program yang gak sebegitu penting sampai bertahun-tahun, menghabiskan space memory, padahal saya tau itu file gak seberapa penting buat saat ini. Atau di kamar, barang-barang jadul yang memenuhi kamar harusnya bisa saya sisihkan, dibuang, atau dihibahkan daripada ditumpuk dengan alasan punya nilai historis. 

Jadi saat itu mulai mengurangi barang-barang, menerima fasilitas yang Allah kasih sesuai kebutuhan. Dulu ada wifi di rumah tapi yang pake diri sendiri buat apa. Maka distop. Bahkan media-media sosial yang saat iu dimiliki, mulai dinonaktifkan: twitter, tumblr, blog, dllllll.. Seperlunya saja. 


***

Jadi teringat sesuatu. Ada cerita dimana mengurangi interaksi dengan media sosial bisa menyelamatkan kehidupan seseorang. Sepertinya bakal melenceng sih tapi dicoba deh.

***

The power of not knowing.

Seorang Bapak, saya lupa namanya, sebut saja Rhoma, dan istrinya yang saya juga lupa, sebut saja Ida Royani. Tipikal pasangan yang sudah menikmati pernikahan hingga 20-an tahun. Bang Rhoma ini sehari-hari berprofesi sebagai penjual bahan bangunan yang punya toko cukup besar di pinggir jalan raya. Istrinya adalah ibu rumah tangga yang cukup kreatif membuat home industry catering kecil-kecilan sama genggesnya.

Dengan usia perkawinan yang cukup lama, sudah tidak diragukan lagi pastinya pengalaman mereka dalam mengarungi hidup rumah tangga. Diplomasi keduanya pasti berjalan baik meskipun ada 'bumbu-bumbu' sedikit.

Tahun 2008-an, saat itu media chatting belum semarak seakarang. Paling ada YM dan kompetitornya yang biasa saja saat itu. Bang rhoma dan bu ida ikut tren karena anak sulungnya pakai aplikasi itu juga. Meskipun masih pakai hp alakadarnya, setidaknya bisa lah katanya untuk pasang aplikasi yahoo messenger mah. Lalu satu waktu, (saya singkat saja), Bang rhoma mendapati hp istrinya yang tergeletak di ruang tv, berdering terus menerus (tanda chat masuk). Saat itu Bu ida sedang kemana gitu, lupa. Bang rhoma ya buka saja itu hp, karena dia pikir ada kabar penting dari saudara atau siapa. Lalu bang rhoma buka saja. Ternyata itu dari sepupunya bu ida. Sebut saja Bu Jum. Bang rhoma kenal tau tau pastinya kedekatan istrinya dengan sepupunya itu. Namanya juga sesama perempuan.

Dibukalah hp istrinya itu, dengan rasa biasa saja, toh dari dulu pun sering ngecek-ngecekan isi sms satu sama lain gak ada hal yang janggal. Kali ini, bang rhoma bingung karena yang berdering itu aplikasi ym. Dia perlu adaptasi katanya. Lalu dibuka chattingan istrinya dengan sepupunya itu. Saat itu UI/UX ym belum seenak sekarang. Bang rhoma baca chatingan terbaru. Ternyata isinya hanya obrolan biasa seputar sanak saudara atau kegiatan sehari-hari. Bang rhoma scroll sampe atas. Dia kaget kenapa curhatan istrinya kebanyakan soal rumah tangganya. Soal adat dan tabiat suami padanya, lalu istrinya minta pendapat ke sepupunya itu harus bagaimana. Obrolan dengan suaminya di kehidupan nyata, ia ketik ulang. (mungkin kalau jaman now, itu obrolan di Line, wa, atau sms yang di screenshoot kali ya?). Bang rhoma ngecek itu sampai mentok ke obrolan paling awal, dari soal perbedaan pendapat sampai masalah (maaf) ranjang. Istrinya diskusikan dengan Bu Jum sepupunya itu. Mungkin karena memang karena merasa itu curhat biasa sebagai saudara, dianggap wajar saja. Sesama perempuan yang merasa ingin melegakan perasaan. Tapi bagi bang rhoma, yang saat itu merasa kehormatan dirinya sebagai pemimpin keluarga, sebagai imam, telah tercoreng dengan leaked content dalam hubungan dia dengan istrinya yang harusnya amat privasi, maka dia meledak. Tau lah apa yang terjadi setelah itu. Alih-alih melegakan perasaan, malah bertambah runyam. 

***

Hubungannya dengan decluttering life, menurut saya, tidak tahu sesuatu lebih baik daripada tahu sesuatu. Tidak berurusan dengan sumber-sumber informasi yang hanya membuat kita sibuk dengan hal-hal yang mernguras hati, tenaga, pikiran dan waktu. Mungkin kalau bang rhoma gak buka hp-nya bu ida, gak akan seperti ini jadinya. Atau mungkin, Allah sengaja 'menampakkan' perilaku istrinya untuk menguji dia. Dan bagi istrinya, hal besar ini menjadi ibroh, pelajaran besar, bahwa menjaga kehormatan suaminya harus didasari atas dasar ketakwaan, bukan pada saat bersamanya saja, bukan juga karena ketakutan pada suaminya saja, tapi takut karena ada Yang Mengawasinya. Atau hal lain, mungkin bang rhoma pernah melakukan dosa diam-diam yang belum ditobati, sehingga tercermin dari perilaku istrinya yang juga diam-diam. Suami adalah cerminan istri, istri adalah cerminan suami. 

***

Tapi memang sifat dunia adalah tidak sempurna. Jadi, siapa yang mencari kesempurnaan di dunia sudah pasti ia tidak akan pernah menemukannya. Apalagi manusia, siapa pun di dunia ini, laki atau perempuan, pasti punya kekurangan sekaligus kelebihan. Tidak satu pun pernah ada pasangan sempurna pernah ada di jagat raya ini kecuali mereka berumah tangga atas landasan iman, dengan ketakwaan. Bisa diminimalisir lah setidaknya.

Kadangkala sebagian besar kita lupa hal beginian. Maka tidak sedikit orang yang dengan ringan membicarakan kekurangan-kekurangan pasangannya kepada orang lain. Karena tidak disadari, perbuatan tercela semacam itu berlanjut menjadi kebiasaan. Pasti kejadian ini gak cuma terjadi di zaman yang kata orang modern ini. Kondisi semacam itu (membicarakan kekurangan pasangan ke orang lain) sudah ada sejak manusia ada, termasuk di zaman Rasulullah. Bersumber dari kitab hadits Al-Lu’lu’ Wal Marjan pada hadits ke 1590 yang diambil dari kitab shahih Imam Bukhari pada Kitab Nikah bab mempergauli istri dengan baik,(yang diambil dari google dengan sumber yang Insya Allah terpercaya), disebutkan perihal perkumpulan sekelompok istri yang telah bersepakat membicarakan keadaan pasangannya.

Hadits ini diriwayatkan oleh Aisyah, ia bercerita,

“Pada suatu hari sedang berkumpul sebelas orang wanita. Mereka sedang duduk-duduk santai. Mereka saling sepakat dan berjanji untuk mengungkap keadaan suami mereka.

Wanita pertama mengatakan, “Suamiku adalah ibarat daging tipis yang berada di puncak sebuah gunung yang tinggi sehingga tidak mudah untuk didaki. Ia tidak gemuk sehingga bisa dipindah-pindah.”

Wanita kedua mengatakan, “Maaf aku terpaksa tidak bisa menuturkan secara rinci mengenai keadaan suamiku. Aku khawatir tidak bisa melakukan hal itu. jika sampai aku lakukan, sama halnya aku mengungkapkan aibnya.”

Wanita ketiga mengatakan, “Suamiku berpostur tinggi. Jika aku katakan hal itu terus kepadanya, ia akan menceraikan aku. Dan jika aku diamkan saja, ia pun akan meninggalkan aku.

Wanita keempat mengatakan, “Suamiku laksana cuaca di wilayah Tihamah, tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin, tidak menakutkan dan juga tidak membosankan.”

Wanita kelima mengatakan, “Jika suamiku sudah masuk rumah, ia langsung tertidur nyenyak. Tetapi jika keluar rumah, ia laksana seekor singa. Dan ia tidak pernah menanyakan sesuatu apa pun yang bukan termasuk urusannya.”

Wanita keenam mengatakan, “Jika suamiku sedang makan, semua makanan akan dihabiskannya. Jika sedang minum, semua minuman pun akan diteguknya. Dan jika tiduran, ia selalu memakai kain selimut. Namu ia enggan memasukkan telapak tangannya karena takut diketahui kesusahannya.”

Wanita ketujuh mengatkan, “Suamiku adalah orang yang lemah syahwat dan gagap bicaranya, meski berbagai obat telah dicobanya untuk menyembuhkannya di samping itu ia adalah orang yang mudah melayangkan tangannya.”

Wanita kedelapan mengatakan, “Suamiku memiliki aroma khas seperti aroma zarnab, dan sentuhannya selembut sentuhan seekor kelinci.”

Wanita kesembilan mengatakan, “Suamiku punya kedudukan tinggi, berpostur tinggi, sangat dermawan, suka menjamu tamu, dan rumahnya dekat sekali dengan balai pertemuan.”

Wanita kesepuluh mengatakan, “Suamiku memiliki banyak unta, sebagian besar dibiarkan menderum di halaman rumah, dan yang sedang bunting baru beberapa ekor saja. Jika unta-unta tersebut mendengar suara kecapi, mereka merasa bahwa sebentar lagi mereka akan disembelih.”

Dan, wanita kesebelas mengatakan, “Suamiku bernama Abu Zara’. Kalian tahu, siapa itu Abu Zara? Dia lah yang memberiku makanan-makanan yang berlemak sehingga aku kelihatan gemuk. Ia suka membangga-banggakan aku sehingga aku merasa senang. Ia tahu aku dari keluarga yang tidak mampu. Namun ia mau menerimaku dalam keluarganya yang cukup kaya.Ia tidak pernah mencela ucapanku. Setiap tidur aku bisa nyenyak sampai pagi, dan aku bisa minum sampai puas.”

Lalu Ummu Abu Zara’. Kalian tahu, siapa dia itu? Dia memiliki simpanan bahan pokok makannan yang berkarung-karung dan rumahnya sangat luas.

Lalu Ibnu Abu Zara’. Kalian tahu siapa dia itu? Dia memiliki tempat tidur yang laksana ikatan pelepah kurma. Ia sudah merasa kenyang dengan hanya memakan sebelah kaki seekor kambing.

Lalu binti Abu Zara’. Kalian tahu, siapa dia itu? Dia adalah seorang yang amat patuh terhadap kedua orang tuanya. Tubuhnya gempal dan dia adalah orang yang sangat dermawan.

Kemudian pelayan puteri Abu Zara’. Kalian tahu, siapa dia itu? Dia tidak pernah menyebarkan ucapan-ucapan yang bersifat rahasia. Dia sangat jujur sekalipun dalam soal makanan dan dia adalah orang yang sangat rajin bekerja dan tidak pernah membiarkan rumahku kotor.

Selanjutnya Ummu Zara’ mengatakan, “Pada suatu hari Abu Zara’ keluar dengan membawa bekal sebuah bejana terbuat dari kulit yang sudah diisi penuh dengan susu. Ia bertemu seorang wanita dengan dua anaknya yang laksana sepasang macam kumbang.

Mereka mempermainkan buah delima di bawah pinggang ibunya tersebut. Demi menikahi wanita itu, aku diceraikannya. Setelah itu aku menikah lagi dengan seorang laki-laki yang cukup budiman dan cukup kaya. Kendaraannya adalah seekor kuda pilihan. Ia juga memperlihatkan kepadaku sebuah kandang yang penuh berisi unta, sapi, dan domba. Aku disuruh menikmati semua itu. kalau aku kumpulkan semua pemberiannya, maka apa yang pernah diberikan oleh Abu Zara’ kepadaku tentu tidaklah seberapa.”

Kata Aisyah, Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam pernah bersabda, “Aku terhadapmu adalah seperti Abu Zara’ terhadap Ummu Zara.”

Pelajaran dari hadist ini ykni buat saling menjaga dan mengharumkan pasangan. Mun ceuk basa Sundana mah 'Silihwangi'. Ironis sekali jika pasangan suami istri antara satu dan lainnya saling menjelekkan. Jadi, tidak perlu terjadi hal-hal yang tidak perlu, seperti membesar-besarkan kesalahan pasangan. Karena sudah pasti tidak mungkin ada pasangan yang tidak memiliki kekurangan atau bahkan kesalahan.

Seandainya pun harus bercerita kepada orang, maka ceritakanlah kebaikan-kebaikannya, agar yang mendengar terinspirasi dan tergugah, sehingga ketika pulang ia bisa memperbaiki diri bagaimana berinteraksi dengan pasangannya. Lebih-lebih bisa berkomunikasi lebih baik lagi, sehingga pasangan nya dapat memperbaiki diri.

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ …

“Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699)

Hadits ini jadi bekal, khususon buat sim kuring pribados umumnya untuk jemaah al bloggiyah rohimakumullah ini, agar supaya dengan pasangan hidup kita, harus lebih menutup aib dan menjaga kehormatan mereka. Kalaupun ada keluhan, sebaiknya tidak membahas hal yang sangat rahasia seperti itu di circle tertentu yang tidak dijamin kerahasiaannya. Dan kalaulah kita di pihak yang menerima banyak curhatan, keluhan, dan sebagainya, dan terbiasa dengan itu, bersikap bijaklah dengan menetapkan perkara hanya pada aturan yang dipegang umat ini. Karena selain itu, pasti kacau. Bersikaplah okjektif, tidak ada standar ganda, membela salah satu pihak karena hubungan tertentu. Jika memang terpaksa mendengarkan curhatan seseorang. Lalu perlahan ingatkan untuk menjaga kehormatan orang yang disinggung itu terlebih jika seseorang itu adalah suaminya.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...