22.6.12

Minim Apresiator

June 22th

Kalau hidup di negeri ini, jangan mau jadi desiner, pelukis, seniman yang kerjanya di belakang layar doang jika orientasinya duit. Stereotip orang tua negeri ini, bangsa ini, masih melihat profesi ini kerjanya hanya tukang gambar. Lukisan pemandangan desa yang dipampang di belakang truk adalah buah karya mereka, KATANYA.

Pagi-pagi perbincngn dalam sekre sudah menjurus ke arah ketidakbenaran akan permainan uang. Siang sehabis jum'atan bertambah tidak benar. Orang orang di*ti itu mencatatkan banyak kaya "Honorarium" di RAB Setan mereka. Kalau dilihat, ada satu baris RAB menuliskan : Jasket, seharga Rp. 600.000. Anggaran macam apa itu!!! Lalu di bawah lagi ke bawah lagi, kecewa bukan buatan. Mana ada tulisan Honorarium Tim Kreatif atau apapun itu disebutnya. Kecewa saja. Kami ini garamnya sayur. Tanpa kami di acara manapun semuanya akan hitam putih, monoton, suramnya duniamu. Menurutku ini keterlaluan. Terlalu!!

Sebelumnya aku oke-oke saja. Pertama, susunan organisasi. "Ardhyaska Amy : Tim Kreatif" berada di ujung kertas, paling bawah. Aku tak mempermasalahkan namaku di ujung tatanan organisasi. Tapi aku keberatan kalau tim kreatif yang ada paling ujung sebelum tanda titik (.). Seolah-olah yaa bukan sesuatu yang paling utama. Tolol-tolol begini aku masih tau kalau deretan paling awal itu diutamakan, dan paling akhir itu di-anaktirikan. Kedua, hasil jerih payah. Memang ini bukan urusan timku. Poster lah, spanduk lah, baliho lah, itu semua wadah kami. Itu semua karya nyata kami yang bisa dilihat, diraba, dijilat secara nyata. Karena selama ini hanya digarap di dunia maya. Lantas semua atribut itu diletakkan di lantai, di meja sampai robek-robek, diinjak-injak bak tahi kotok dijalan. Kalau memang ada di bawah, ya bawalah ke tempat yang tidak akan terinjak-injak. Hargai, hargai, hargai! Negeri ini kekurangan apresiator yang tidak hanya melihat lalu memuji-muji. Negeri ini tidak banyak apresiator yang 'memperlakukan' karya cipta seperti dia memperlakukan dirinya sebaik mungkin.

Sepanjang jalanaku putar otak menyusun kata-kata paling merdu yang bisa kudampratkan di catatan ini. Kesal tiada ampun itu hak kan? Saya kesal padamu hei bapak-bapak berdasi yang bercokol di sebuah institusi bernama di*ti. Kudoakan semua anakmu jadi desainer, pelukis, atau seniman apapun bentuknya asal bukan artis instant televisi. Biar kalian merasakan anakmu sendiri tidak dihargai kerjaannya. Kalau masih ogah menghargai karya cipta dan karya seni, silakan buat acara sendiri!

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...