23.6.13

Investasi

Seiring dengan banyaknya kawan telah rampung menyelesaikan studinya, akhir-akhir ini saya repot memikirkan masa depan. Tidak repot juga sebetulnya. Hanya kalau hendak tidur, selalu mampir ke sana. 

Saya punya harapan. Kecil memang. Tapi saya percaya ini dampaknya besar. Kelak jika berkeluarga lalu beranak cucu, saya haruslah bijak. Tidak memanjakan, tidak pula terlalu otoriter. Dengan pengalaman bahwa pribadi sendiri pernah merasakan menjadi anak-anak, tentunya jadi bahan pertimbangan tentang bagaimana anakku nanti dibesarkan.

Diam-diam saya mengoleksi barang-barang. Ada yang memang atas dasar kesukaan, ada yang kebutuhan.
Si mobil-mobilan ini misalnya. Hotwheels beberapa seri. Ada yang versi Soy Story, Angry Bird, Flinstones, Back to The Future, dll. Hasil hunting ke beberapa tempat mainan di bandung. Kadang kalau ke luar kota mampir ke pasar-pasar eh taunya nemu yang limited edition. Dulu waktu awal-awal koleksi selalu gak sabaran buka case-nya. Sekarang-sekarang gak dibuka. Biar nanti saya ceritakan alasannya.


Yang ini mobil kayu 4 wheel steering. Ini tugas studi DP 2. Bahannya kayu pinus. Mobil kayu ini saya kerjakan sendiri selama sekitar 3 bulan. Dengan bantuan pak Emon penjaga bengkel DP kala itu, akhirnya nilainya memuaskan. Mobil kayu ini tadinya ada tongkat yang terhubung ke tali di bagian dalam. Tujuannya buat kendali dari belakang. Jadi kendali belok kanan kirinya itu dengan cara memutar tongkat, lalu maju mundurnya itu dengan cara dorong-tarik tongkat. Tugas ini semacam memorabilia. Dulu waktu SD pernah buat mobil serupa tapi hilang ditelan rayap.


Yang satu ini yang paling saya sukai waktu huntingnya. Beberapa CD album band-band atau penyanyi yang baru atau kata orang (anti mainstream). Saya bilang huntingya seru karena CD-CD ini saya dapat dengan cara yang lain-lain dari sekedar beli di toko musik. Misalnya CD payung teduh #1. Dicari ke seluruh pelosok toko musik bandung juga suplier merchandise band-band indie pun gak ada. Lalu kenal si Rani anak TL. Saya baru tau kalau dia dulunya keyboardist band ini. Ya kontan saya minta langsung ke dia. Ha ha. Ada lagi album John Mayer yang Continuum. Itu nemu di toko barang bekas dengan ownernya yang pasang muka curiga melulu. Album Agrikultur nemu waktu lomba di jakarta. Mocca yang Dear Friends dapat waktu Last Show di jakarta kapan taun. Beli CD karena memang saya ngerti buat karya itu susah. Makanya perlu dihargain seniman-senimannya.


Buku-buku. Dee masih jadi favorit. Sisanya ya campur aduk. Kebanyakan novel. Kalau yang sastra-sastra macam Armijn Pane, Buya Hamka, S.T. Alisjahbana, Tan Malaka,dll adanya e book. baca di laptop. Ada situs yang ngasih link download. He he.. Soalnya susah juga jaman sekarang cari buku-buku mereka. Palasari ada. Sekalinya nemu harganya bisa gila. Majalah-majalah desain juga cuma beberapa. Ketika berniat langganan Concept+Babyboss, eh doi gulung tikar. Mentok di edisi 50. Tapi asyiknya, karya saya ada di 3 edisi terakhir. He he.
Iya itu ada kecoa. Namanya Roni.Dia senang baca. Makanya jenius bisa terbang.


Ini Kumara. Namanya saya ambil dari nama adik seorang kawan. Artinya Kumpul Main Rame-rame. Sejak dia lahir, sudah melanglangbuana ke beberapa acara kampus. Ngisi acara kecil-kecilan. Cuma dibayar nasi kotak sudah alhamdulillah asal bisa manggung. Barang ini yang tidak akan pernah saya jual. Anak sendiri masa mau dijual. Iya bikin gitar ini 9 bulan lamanya seperti bunda mengandung.
Terakhir si Bontel. Sepeda tua yang saya temukan di pedalaman Pangandaran dengan harga 300rb. Didapat dari seorang petani yang memiliki kelebihan sepeda model begini. Ini sepeda buat cewek sih (framenya lengkung. Kalo buat laki framenya mendatar). Untungnya waktu dibeli kondisinya tak separah sepeda-sepeda tua pada umumnya. Di bawa ke Bandung saya habis sekitar 1 juta buat reparasi, cat ulang, ganti velg, aksesoris ini itu. Sekarang kondisinya sudah pulih kembali. Kalau saja ada penghitung jarak, saya bisa kira-kira jarak yang selama ini saya tempuh sama si bontel sudah 535 kilometeran. Ya ngasal. Banyak cerita seru sama si bontel. Dari mulai ditertawai penumpang angkot yang duduk di belakang, atau dilemparin senyum sama teteh-teteh motor mio sampai dibawa ke kiara payung. Rasanya mau mati. Tapi pas sampai di puncak, saya diberi applause sama bikers lain yang pake MTB. Wong satu-satunya orang edan yang naik gunung pake sepeda begini.


Ada juga topi-topinya. Serunya punya sepeda begini, kita bersepeda sambil cosplay. Kadang saya pake setelan beskap + topi polka ala kumpeni. Atau kombinasi blangkon + baju lurik. Yang sering dipakai itu iket sunda + celana batik + kacamata hitam ala jimi Hendrix. Suka dikatai tua lalu ditertawakan kawan-kawan. Baguslah, dengan begini saya buat orang tertawa. Sekaligus menertawakan diri sendiri apa salahnya. Ha Ha







Maaf bukan pamer. Saya tidak menganggap ini harta berharga. Toh ini hanya titipan. Sekarang di sini. Beberapa taun yang akan datang, saya hanya berniat mewariskan titipan-titipan ini ke anak-anak sendiri. Belum sempat terpikir untuk dijual. Saya anggap ini investasi. Dibilang begitu karena saya beli di jaman sekarang, ketika harga-harga masih bisa saya capai. Tidak satu setan pun tahu berapa harga mainan anak 10 tahun yang akan datang. Berapa harga sepeda 25 tahun mendatang. Atau barang lainnya. Disimpan baik-baik bukan karena pelit, tapi supaya ketika diberikan pada anak nanti, barang-barang ini terlihat baru. Dan ia pikir ini barang baru kemarin dibeli. Masih jauh sekali. Tapi tidak lama lagi.



Kita tak pernah menanamkan apa-apa

Kita tak kan pernah kehilangan apa-apa


-Soe Hok Gie-

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...