11.1.14

Bahagia (2)

Menjadi manusia di jaman sekarang lebih susah dibanding jaman sebelum lahir. Susah karena harus menerima kemungkinan mendapat penyakit kronis di masa tua karena udara, makanan, kebiasaan, atau bahkan perlakuan orang lain terhadap dirinya. Yang satu itu bisa saja menjadi penyakit non jasmani alias penyakit hati. Kalau sudah tua masih punya penyakit hati, mending banyak konsultasi pada ulama supaya ketika mati tidak meratapi diri sendiri.

Satu waktu seorang kawan pernah bertanya. "bahagia itu apa?". Saya diam. Sepuluh menit kemudian saya masih belum tau jawabnya namun mengalihkan topik pembicaraan. Dan sore tadi, mungkin saya sudah menemukan satu dari sejuta jawabannya.

***


Masih pagi padahal, tapi Bandung sudah rajin mandi. Byar byur dari jam 12an. Hari ini saya diundang om Cahyo barbequean di rumahnya di daerah setiabudi. Hujan-hujan terabas saja. Sampai di tkp sekitar jam 1an. Masak-masak ala lelaki ala kumis ala kadarnya. Mayan lah saya juga punya skill.  Not bad lah. Tenang aja sih, ini masih stik sapi. Saya masih harus menimba ilmu biar level up. Baru bisa masak stik besbol.



Boleh dibilang, ini pesta bujang. Terutama yang mukanya masih seger baru dikeluarin dari kulkas merk TA. Selain memang masih bujang kering, juga masih belum pada punya pendamping. Ya cuma 1, eh 2 deng. Eh 3. Anjir 4 orang deng ternyata. Edan 5.. Sisanya aing doang sama1 lagi. oke.


Kebetulan dekat sama setiabudi market, jajan beberapa minuman. Oiya saya sudah gede. Mau nyoba yang bikin teler-teler. Itu beberapa rootbeer beda rasa dicampur jadi satu. Sepet kaya minum air kencing. Sejurus kemudian, hangover.


Catatan pribadi : Terima kasih pada om Cahyo yang sudah menyempatkan pulang dari cikarang buat mentraktir kita-kita.

***

Dari setiabudi, mampir dulu ke salman. Ketika sedang duduk-duduk, saya melihat seorang anak. Ini yang saya bilang tadi di awal. Bahwa bahagia ada caranya masing-masing. Yang saya lihat, anak ini bahagia dengan caranya sendiri. Yang ada saya merasa jadi paling kerdil. Sudah diberi 2 kaki tapi ke masjid saja masih "kalau sempat saja". Ini salah 1 jawaban dari jutaan jawaban mengenai bahagia. Mungkin nanti saya bertemu lagi versi yang lain. Subhanalloh.





***

Saya pernah baca sebuah artikel yang menyebutkan bahwa acara TV sekarang gak mutu, gak mendidik, merusak moral, isinya cuma lawakan sarkas gak jelas juntrungannya. Sekarang saya punya pendapat mengenai hal itu.


Saya amati, yang paling banyak berkomentar tentang acara gak jelas itu adalah orang-orang yang boleh dibilang cukup kondisi ekonominya. Lihat aja yang isi petisi. Cara ngisi petisi macam gitu kan lewat internet. Gak semua orang terkoneksi ke internet. Hanya orang-orang berlangganan layanan tertentu yang dapat mengaksesnya. Logikanya, mereka ini kategorinya ekonomi menengahke atas. Sedangkan, yang gak mengisi petisi adalah orang-orang yang menikmati acara YKS itu. Yang kondisi ekonominya kurang, yang_untuk membeli sesuatu yang membuat dia senang/bahagia/nyaman_itu kurang mencukupi dengan materi dari hasil kerjanya. Maka dari itu, golongan masyarakat level ini cenderung menginginkan sesuatu yang membuatnya senang/bahagia/dsb secara murah atau bahkan cuma-cuma. Tayangan YKS itu dianggap menghibur. Saya kurang mengerti selera humor bangsa ini. Orang didandanin banci diketawain. Orang dipeperin tepung diketawain. Orang dihina-hina diketawain.

Oke balik lagi. Jadi,mungkin itulah alasannya sampai sekarang YKS masih jadi pro kontra. Saya tidak mau membahas lebih kanjut mengenai YKS. Saya mau bahas orang indonesia dan standar kebahagiaannya.

Mau kata-kata yang kurang enak didengar? Saya bilang orang indonesia mayoritas MANJA. Maunya ini itu serba ada tapi malas berusaha. Hukum Newton 2 jelas-jelas dibantah. Mau contoh?


Itu cukup sih. Tahun baru kemarin tuh di Jakarta. Orang-orang maunya senang-senang belaka pamer nyala kembang api dan bising terompet. Tawa haha hihi tapi attitudenya masih bagusan semut. Nyampah caca marica. Ada di mana-mana. Maunya senang (makan) doang, gak banjir, sehat, tapi gak mau usaha buat mencegah banjir itu. Maunya enaknya doang. Sampah. Begitu banjir, eh mensyen-mensyen walikota tolong bikinin ini itu, tolong benerin aspal jalan, dll. Kalo gak ditanggepin, demo, marah, ngerusak. Mental pohon toge tu macem gitu.

Kepala pemerintahan bukan pesuruh. Rakyatnya musti tau diri. Udah bosen kan lu pada sama kalimat ini: "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi apa yang telah kamu berikan untuk negara" ?

Belum selesai di situ. Sudah manja, mayoritas orang indonesia itu egois. Ya maunya senang ya senang sendirian. Bahagia ya bahagia sendirian, atau keluarga saja, golongan tertentu saja, komunitas tertentu saja. Sudah kaya, mana inget orang lain. Ingetnya turunan ketujuhnya musti se-kaya dia. Konsep hidup sederhana diabaikan. Lupa kalau hartanya ada harta orang lain juga. Lupa kalau sumber daya alamnya bukan hanya untuk saat ini saja. Masih ada anak, cucu, anaknya cucu. cucunya anak, dan seterusnya. Orang sederhana dianggapnya kumuh, lusuh, serba tidak berkecukupan. Nabi Muhammbad itu kaya raya, tapi hidupnya sederhana. Kalau semua orang hidup sederhana seperti pada zaman beliau, gak ada rakyat miskin, gak ada orang kurang pendidikannya. Karena tidak ada yang menumpuk harta.
***

Apa arti bahagia? Buat saya, bahagia ternyata bukan dengan pancaindera. Panca indera hanya sarana transportasi. Di mana pun kaki menginjak bumi dan menjunjung langit. 

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...