29.3.14

Maknanya Ada Di Ujung Hari

| Jum'at, 28 Maret | 

Jam 3 sore ke potlak. Saya tak tahu tujuannya apa. Motor ini berjalan sendiri ke arah sana. Sepanjang jalan saya hanya melamun saja. Begitupun di sana. Saya hanya duduk-dudk baca buku, menyalakan laptop yang lowbat, mencari colokan listrik, pesan jus orange tidak ada, jus mangga tidak ada, pesan jus setroberi ada, laptop mati, buka hp, tidak ada isinya, diam, tidur. Bangun, nyeruput jus yang tinggal ampas, buka buku lagi, mencoba menulis sms, siap dikirim, tidak jadi. Beres-beres, bayar di kasir, meluncur ke kampus. Tatapan kosong. Karena seluruh isinya ada di kepala dan saat ini, tidak ada lubang untuk mengeluarkannya. Mampet, berdenyut, siap meledak. Perlakuan saya tempo hari cukup membuat banyak rasa bersalah. 

***

Pemilu kampus dikabarkan sedang masa-masa mengkhawatirkan. Entahlah, saya malas mencari tahu apa sebabnya. Desas desusnya karena internal panitianya. Saya enggan berspekulasi. Sore kemarin itu hari terakhir pemilihan. Kuorum 1/2n + 1 belum tercapai. Masalahnya, kalau belum tercapai, perhitungan dibatalkan, kalau dibatalkan, presidennya belum kepilih, kalau belum kepilih, yaa kabinet sebelumnya masih digantungin, kalau masih digantungin, nasib kmitb ini mau dibawa kemana? Saya pribadi ingin segera beranjak dari kepengurusan. Sudah waktunya transfer value pada adek-adek lucu di bawah sana yang menjadi penerus kami.

Saya diberi amanah sebagai koordinator PKM sekampus. Berhubung sudah mau lulus, perlu ada penerus. Penerus sih sudah ada, tapi masih satgas otonom yang kerjanya independen, tak tentu karena tidak tahu di bawah naungan siapa. LK?KM?Rektorat?

Ada yang gak beres sepertinya. Kami telusuri saja jalan setapak ini. Berharap temukan jawabnya. Ternyata jawabnya ada di ujung langit. Kita ke sana dengan seorang anak. Anak ini masuk sekre km. Ngacak-ngacak sampai berantakan. Maka, diputuskanlah sore kemarin sebagai ajang beres-beres sekre. Hanya ada taruna topan nyoman fuad iman ray. Di luar hujan. Saya baru pulang sebelum magrib.



***

Penutup hari ini adalah percakapan dengan seekor ayam. Saya bertanya akan kabar ayam lainnya yang juga kawan sepermainan mencari cacing. Tempo hari saya membentak si ayam satunya itu. Sampai sekarang, ayam satunya itu tak mau mengeluarkan sebutir-pun telur untuk saya. Dia pun belum masuk kandang sampai hari ini. Saya ingin mencarinya ke ladang tempat biasa saya menemukannya. Hanya saja saya coba pelan-pelan supaya si ayam tidak akan lari lebih jauh. Saya rindu kokoknya setiap siang, karena dia ayam pemalas. 

Di ujung hari ini, satu hal lagi saya pelajari : Sesuatu terasa sangat berharga justru ketika sudah kehilangan.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...