12.4.14

Jurnalulus

Akhirnya, semua akan tiba pada masanya. Di mana masa-masa untuk menyapa kawan tanpa harus bertanya "lagi sibuk gak?" sudah habis. Bukan waktunya berkeluh kesah, tapi bisa jadi ini sangat susah. Namun bukan berarti tidak bisa. Kita yang dulu pernah saling menyapa bercandaan bermesraan tanpa harus terlalu peduli kondisi satu sama lain (kecuali jika salah satu di antara kita dalam keadaan berduka). Kita yang sekarang hanya dipenuhi rasa segan, takut, khawatir, dan ragu jika ingin bertemu. Padahal aku sendiri selalu berkata padamu kawan-kawanku, ganggu-lah aku, bertemu-lah denganku, sapa-lah aku. Aku tak pernah kesal jika aku yang diganggu. Aku hanya kesal jika hubungan kita yang terganggu. Tetaplah begitu. Karena dengan itu, aku akan selalu mengingatmu.


***

12 April 2014.
Hari ini aku melihat kembali wajah-wajah itu. Yang pernah dan (alhamdulillah) masih ada dalam roda kehidupan. Aku mengenali mereka. Aku bersyukur mengenal mereka. Ada pejuang-pejuang lama yang sudah meninggalkan institusi ini terlebih dahulu. Ada yang masih bergelut mematangkan ilmu dan belajar banyak hal lainnya. Lalu di tengah kolam yang dikerubungi banyak orang aku sempat diam. Melihat sekeliling lalu tertunduk lesu untuk sementara waktu. Dan terlintas sesuatu:

Entah bagaimana jadinya jika aku tidak menghabiskan 4.5 tahun di tempat ini.
Entah bagaimana jadinya jika aku tidak bertemu orang-orang hebat di tempat ini.
Entah bagaimana jadinya aku jika tidak membuat sesuatu di tempat ini.
Entah bagaimana jadinya jika aku tidak memberi apa-apa setelah meninggalkan tempat ini.

Siang itu berlalu begitu saja. Bersenang-senang adalah cara terbaik untuk menikmatinya. Ironis jika harus melihat realitanya, bahwa esok harinya, aku ini hanya rakyat jelata yang kian menambah jumlah data Badan Pusat Statistik soal angka pengangguran. Aku sadar hal itu. Tapi, tertawa-tawa sehari saja bukanlah dosa. Terima kasih Senirupa 2013. Jilat!

Aku lulus. Kupersembahkan untuk ibu, ibu, ibu dan ayah. Akan kubawa ilmu-ilmu ini bersama do'a-do'a kalian yang mungkin tak pernah aku tahu bahwa itu tentangku. 

Setelah ini, aku punya mimpi besar. Sangat besar sampai aku agak takut dan ragu untuk mencapainya, atau bahkan untuk memulainya saja. But if i die trying, then at least i tried.

Tidak usah sesumbar jika memiliki mimpi besar.
Tidak perlu banyak dibicarakan pada orang jika itu masih dalam bayang-bayang.
Tidak perlu diceritakan pada seseorang jika mimpi itu ternyata diperuntukkan bagi yang bersangkutan.

Aku ingin melihat negeri ini dalam sebuah jendela rumah.
Berharap di sana ditampilkan pemandangan negeri yang makmur dan indah.
Dengan wajah-wajah yang kukenal dan yang kuharap bisa mengenalnya.
Siapapun itu aku harap bisa melihatnya hidup di negeri itu.

Aku benci diriku sendiri. Menjadi melankolis yang selama ini sering aku ingkari. Aku tidak mau menjadi manusia melankolis seperti ini. Terlihat lemah dan payah. Sepertinya seringkali menjadi kasta terrendah dalam segala jenis bidang karena terlalu banyak campur tangan perasaan ketimbang pemikiran. Tapi, setiap orang memiliki peran masing-masing di dunia ini. Harus ada manusia dengan segala tipe untuk keseimbangan hidup. Maka dari itu, aku bersyukur pada diriku. Aku bisa melengkapi hidup orang lain. Dan aku bersyukur hidup seperti ini. Ada orang lain pula yang melengkapi hidupku.


***

Malam tadi, suguhan video angkatan 2009 sarat akan makna. Sebagian mungkin merasa terharu, merasa tersentuh, merasa hangat dalam kebersamaan. Aku ada di antara perasaan itu. Satu hal yang paling menyita pikiran : jika aku sudah tahu penyesalan datang paling akhir, aku akan mati-matian di awalnya. Aku bukanlah orang berpengaruh di sini. Tidak akan terlalu menjadi sorotan dalam buku sejarah 2009. Barangkali karena masa-masa tpb dan masa-masa di gedung ini aku terlalu egois. Terlalu sibuk akan diri pribadi, mencari kebutuhan hidup sendiri, tidak banyak mau berbagi. Lain halnya dengan lainnya. anas ryan ambon irvan ocipa ilmi ajuy edo dan lainnya yang jelas menikmati masa-masa itu bersamaan. Berdekatan dan hangat jika diceritakan. Masa tingkat akhir lalu aku mencoba kembali ke lingkaran pergaulan orang-orang di dalamnya. Namun di dalam sepertinya sudah terlalu hangat. Tidak banyak yang bisa aku perbuat untuk lebih dari sekedar kenal saja. Satu hal yang aku tekankan. Aku bangga pada 2009. Bangga karena telah diajarkan banyak hal oleh orang-orang di dalamnya.

Malam tadi, aku menemuai banyak orang untuk mengucap terima kasih dan meminta maaf. Lalu aku berlalu terlebih dahulu ketika lapanganmerah itu masih dipenuhi manusia-manusia yang saling berpelukan menyampaikan ucapan perpisahan. Aku berpamitan dengan membopong gitar melewati lorong gelap arsi. Biar tidak ada yang melihatku mengusap mata.

***

Siang kemarin aku bersyukur pada Allah SWT. Ternyata aku dipandang orang lain seperti itu. Hadiah-hadiah dan bunga-bunga yang tidak pernah terbayangkan bisa sebanyak itu. Ibuku dulu bilang, siapa menanam banyak, dia menuai banyak pula. Alhamdulillah. Beberapa diminta keponakan. Aku pasrah-pasrah saja. Terima kasih Winnie, Gigi, Festy, Nana, Dhiya, Dian, Lala, Tilau, Bebmit, Arga, Mirza, Ilham, Baninda, Keysha, Inggrit, Senni, Sanny, Dika (selendangnya hilang), Kiki, Tata, Vika, Cici Erlyn, Lora, Tami, Yodha, Akka, Upi, Kiki, Irfan, Nathan, Hanif, Cokde, Toriq, Dina, Emma, Bulu, seluruh DP 2009, 2011,2010,2012, KMSR, Tim Cikal Cakrawala, Kabinet PM, Karinov, massa kampus, semesta, dan semuanya yang (maaf) mungkin terlewatkan namun tetap saya kenang.





***


Ada 3 jenis manusia paling menyesal di muka bumi. Mereka adalah manusia yang tidak pernah menyelesaikan apa yang telah dimulainya, manusia yang menunda-nunda dan manusia-manusia yang tidak pernah mengatakan apa yang seharusnya dikatakan. Terutama soal-soal perasaan yang satu itu. Apapun itu istilahnya. But, some words are better left unsaid.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...