19.5.14

Sehari Soal Nikah. Piala dan Sekolah

| Mei 19 |

Baru keluar kandang siang hari. Saya lupa pagi beraktivitas apa. Kalau yang gak jelas-jelas memang gampang lupa. Bada dzuhur ke pak utju tempat buat piala kawinan ipa3. Ketemu anaknya. Pak Alvin namanya. Masih muda kelihatannya. Sedikit uban yang mungkin membuatnya terlihat bercucu segudang. Obral obrol soal pembuatan dan durasi pengerjaan. Diberi banyak masukan soal etsa dan teknik grafirnya. 




Seandainya di belakang saya tidak mengantre klien-klien beliau, saya mau betah-betahin di sana. Ngobrol soal teman-temannya atau jaman kuliah dulu. Awalnya dia lihat desain piala yang saya buat. Katanya bukan tipe-tipe desain dalam negeri yang biasanya 'rame'. Lantas dia tanya saya kuliah dimana dan sekarang sibuk apa. Saya jawab desain produk dan pengangguran terselubung. "Pantes", katanya sambil terkekeh-kekeh Lalu dia cerita soal masa lalunya sebagai arsitek yang pengennya masuk SR. Hanya bapaknya dulu yang masuk SR. Pak alvin tanya soal lamaran-lamaran yang sudah saya kirim ke perusahaan. Habis dengar jawaban saya, lalu dia cerita punya kenalan, dulu. Kenalan dia ini dari SMP/SMA, saya lupa, disekolahin ke porsche. Lalu sekarang jadi desainer di volkswagen. Kontan saya sebut namanya. "Pak Chris Lesmana, bukan pak?". "Oiya!" dia jawab kegirangan. Lanjut bercerita soal ayahnya Pak Tony Lesmana yang notabene teman bapaknya dulu. Merembet ke dosen-dosen SR lain yang kurang saya kenal. Baru-baru saya ngeh ketika beliau sebut ciri-cirinya. Saya tebak-tebak beberapa ternyata tepat. Pak martinus, pak alva, pak ad.pirous, pak prim, bu riama,dll. Ah seru kali bertemu orang baru.

***

Langit sebelah barat kota, roman-romannya mau hujan. Kalau hujan, saya tak jadi lari sore. Ke salman dulu mampir ashar. Ketemu si azmi, tiba-tiba dibilangin kalau SPN buka lagi. Itu.. Sekolah Pra Nikah. Sebetulnya saya tak ambil pikir serius soal ikutan ini. Apalagi tak bawa persyaratan-persyaratan layaknya orang yang memang betulan niat ikutan. Cuma, merasa timing-nya cukup, selagi menunggu  sebelum berangkat mencari nafkah, yaa why not? 

Oya, alasan saya akhirnya mengisi form pendaftaran, bukan karena latah ikut kawanan yang tujuannya mencari jodoh atau semacamnya. Bukan, bukaan se-desperate itu. Karena seringkali, apa-apa yang ada hubungannya soal menikah, cenderung disangkut-pautkan dengan mentalitas anak muda penganut paham galauisme atau sejenisnya. Saya ndak mikir ngebet menikah, ndak juga ndak mikirin soal beginian. Toh nanti pasti mengalaminya, sebagai bentuk ibadah dunia. 

Anak cucu adam hawa perlu berkeluarga supaya ras-nya berkelanjutan. Itu pilihan. Mau cepat-cepat atau lambat-lambat, itu juga pilihan. Hanya saja, ilmu itu tidak menunggu waktu. Kalau ada sempet, mengapa harus menunggu kepepet? Saya ikut pendidikannya sekarang bukan berarti mau cepat-cepat menerapkan ilmunya. Ibaratkan ini celengan ayam. Nanti kalau sudah waktunya, saya pecahkan. Begitu kira-kira. Ini soal memantaskan diri sendiri dulu lah. Agar kelak segala permasalahan hubungan dua insan manusia dalam satu ikatan perkawinan itu ada solusinya. Pret! Tapi bener, bukan sok bijak.. Tapi, pret. Ya begitu deh. he he.



Hujan sudah reda. Ke saraga, tapi lupa bawa ktm lama, jadi bayar 2rb. Di trek ketemu nyoman yang baru saja berganti model rambut. Dia lagi ikut program pendidikan wanadri, katanya. Obrolan antar-alumni biasanya seputar rutinitas saat ini atau pekerjaan.



Delapan putaran lalu pulang. Mampir dulu ke salman karena terlihat sudah mulai hujan dan adzan. Makan di salman yang hanya tersisa bakso dan sosis dingin tapi terasa nikmat-nikmat saja. Mungkin bukan karena teman nasinya. Mungkin karena teman ketika menyantapnya. Itu pun bertemu tidak sengaja.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...