28.7.14

Menjadi Laki-laki Abnormal

Sebagai pria, yang normal dan sendirian, saya akui terkadang ada perasaan iri, kepada laki-laki -- yang saya pikir, saya punya nilai plus lebih ketimbang dia -- tapi punya pacar baik, cantik, juga penyabar. Di usia segini, membicarakan pacar itu sepertinya sah-sah saja. Karena sudah bukan lagi anak remaja yang ingin punya pacar karena latah, atau sindiran teman-temannya. Bagi saya sekarang ini, definisi 'punya pacar' itu bukan lagi karena ingin ikut-ikutan gaya anak muda, tetapi lebih sebagai sosok yang nantinya menemani kehidupan.

Bicara soal iri, ternyata saya iri hanya sebatas apa yang dilihat. Semisal : 'oh laki-laki itu tukang judi dan pemarah, kenapa perempuan cantik itu sabar menghadapinya?' atau 'dia itu pemuda yang sehari-harinya hanya ngurusin hubungan asmara melulu tapi bukan masa depan, lantas kenapa ada perempuan cantik yang mau padanya?'. 

Ternyata, saya iri, bukan karena fisik, atau status teman-teman saya itu. Tetapi saya iri pada ketidakmampuan saya. Dari situ, nampak jelas kalau saya belum ada apa-apanya ketimbang teman-teman saya. Ternyata saya belum cukup hebat. Teman-teman saya dan laki-laki lain yang sudah memiliki pacar, tentu laki-laki hebat, karena sudah sangat siap untuk dititipi seorang perempuan. Sementara saya sendiri masih berkutat memperbaiki diri, memantaskan diri. Lama betul.

Semenjak pergaulan saya hanya mencakup area kelurahan, diantara pemuda-pemuda seumuran lain, sepertinya saya sendiri yang tidak berani meneriaki tiap perempuan manis yang lewat di depan jalan atau gang-gang sempit. Tragisnya, diantara kami, hanya saya sendiri yang 'sendirian' atau jomblo atau tak punya pacar. Itu artinya, mereka-mereka teman-teman saya itu sudah punya perempuan idaman masing-masing toh. Dalam kondisi seperti itu, siapa yang terlihat normal dan tidak normal? Tentu saya sendiri. Dikatanya saya tak doyan cewek manis. Lagipula, kalaupun saya ikut nge-trek-in, itu cewek mana mau juga sama saya. Tampang pas-pasan ala pertamina pasti pas. Buang-buang suara.

***

Saya adalah laki-laki tidak normal bagi mereka. Karena bagi mereka, meneriaki /nge-trek perempuan yang lewat depan gang itu adalah sesuatu yang dianggap manly, keren, coolgentle. Dengan harapan perempuan yang diteriakinya itu akan merespon dengan senyum-senyum malu, atau lirikan mata saja. Setelah itu tercapai, tahap perkenalan lebih lanjut bisa dilakukan.

Saya adalah laki-laki tidak normal bagi mereka. Karena selalu menutup-nutupi soal ketertarikan pada perempuan, terutama menutupi identitas. Karena kalau ditanya siapa perempuan yang disukai, saya kerap bungkam. Lain halnya dengan mereka. Ada rasa kebanggaan yang tinggi. Kebanggaan atas dirinya karena telah 'laku', dan kebanggaan atas paras pasangannya yang aduhai cantiknya menurut dia. Yang ia puja puji dan banggakan di depan teman-temannya termasuk di hadapan saya.

Saya adalah laki-laki tidak normal bagi mereka. Karena setiap malam minggu tidak pergi ke-mana-mana mengajak seseorang perempuan untuk jalan-jalan bermalam mingguan. Itu sebabnya saya tidak banyak tahu tempat nongkrong anak muda (yang gaul) di sekitar kota.

***

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal seperti itu. Supaya saya tetap bisa menahan mulut ini untuk tidak meneriaki perempuan manis yang lewat depan gang. Karena itu tanda hormat dan respect saya pada perasaan perempuan, rasa aman, rasa nyaman, tanpa merasa risih.

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal seperti itu. Supaya tetap bisa menahan hasrat untuk menceritakan rindu yang teramat dalam pada seorang perempuan pujaan, meski dayung berlum tentu bersambut. Karena nama seorang perempuan (yang belum tentu jodoh) hanya boleh diucap dalam hati, dalam doa yang akan dibawa ke langit.

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal seperti itu. Supaya setiap sabtu malam saya habiskan mencari banyak ilmu tentang peran sebagai pria dewasa yang bertanggung jawab di masa depan. Yang mengerti banyak tentang perempuannya, anaknya, keluarga besarnya. Menjadi imam yang pantas bagi siapapun perempuan yang saya pimpin nantinya.

Maka, terus panggil saya laki-laki abnormal, sampai saya bertemu perempuan terakhir yang memang mau membuat saya terlihat normal di depan mereka. Pria normal yang dibanggakan perempuannya.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...