13.7.14

Pendakwah dari Irian Jaya

| Juli 14 | 

Cuplikan episode minggu kemarin. Isinya banyak silaturahmi, alhamdulillah.

Bukber Siaware 21 - Balubur

Calon-calon tatib minta diskusi soal kaderisasi

Arak-arakan Wisuda Juli 2014


Irvan - Wisudawan

Rapat persiapan 17-an




Inspiration Day Salman.

Saya mau cerita soal foto yang terakhir itu. Foto itu diambil sore tadi. Sepulang SPN, ada seorang Bapak-bapak yang cerita soal pengalaman dakwahnya di daerah pedalaman bernama Nuu Waar, Irian Jaya. Beliau (kalau tidak salah) bernama Ustad Fadhlan. Jadi pendakwah sudah sejak remaja. Dulu kuliah di Makassar. Ketika di makassar, beliau sempat diusir oleh dosennya karena perwujudannya yang tidak sesuai kaidah fibonacci alias jelek, dibandingkan teman-teman sekelasnya yang tampan tampan cantik cantik. Lalu singkat cerita, ia bertanya pada dosennya soal Islam adalah Rahmatan Lil'alamin. Dan meminta seluruh mahasiswa yang ada di ruangan itu membaca Al Qur-an satu persatu. Namun ketika dites, dari puluhan itu, cuma 3-5 orang yang benar-benar baik bacaannya. Salah satunya Ustad Fadhlan itu. Dan dia diperbolehkan kuliah di sana.

Di masa Orde Baru, beliau berdakwah di kawasan Jayapura. Dulu ada seorang Kepala Gereja se-Jayapura yang tidak suka pada beliau gara-gara dakwahnya si ustad di lingkungan tempat tinggalnya. Sampai suatu waktu pernah ada ancaman untuk mengusir sang ustad. Ustd Fadhlan ini lalu mendatangi rumahnya si Kepala Gereja ini. Hari pertama sampai bulan ke-3 hari ke-3, si pastor selalu berbohong. Dia menyuruh anak/istrinya supaya bilang pada sang ustad, kalau si pastor sedang tidak ada di rumah. Bulan ke 3 hari ke 5, si pastor jatuh sakit. Dirawat, dan sang ustad itu menjenguknya. Beberapa hari kemudian si pastor kepala gereja itu masuk islam. Berita itu bikin geger. Si ustad kemudian dipenjara berkali-kali. Ada yang 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Itu semua gara-gara dianggap pengganggu. Karena banyak orang sana yang menjadi pemeluk agama Islam. Tapi penjara justru tidak menyurutkan semangatnya.
Tahun-tahun berikutnya, dia berencana hijrah ke Wamena bersama rombongannya. Ada kabar di sana masih ada suku-suku daerah yang masih primitif. Mandi pakai minyak babi, anak yang lahir ari-arinya dipotong pakai batu, anak yang lahir hanya boleh disusui oleh payudara ibu bagian kiri karena bagian kanannya untuk menyusui babi, tidak boleh pakai pakaian, dan lain-lain. Sang ustad beserta rombongan itu kemudian tinggal di sana selama beberapa hari. Hari-hari pertama dilalui dengan perkenalan dan adaptasi. Hari-hari berikutnya, mulai intens. Sampai pada suatu ketika, kepala sukunya diajak untuk mandi di sungai terdekat. Oleh sang ustad dan para rombongan itu ditunjukkan sabun, shampo, cara mengusap sabun, berkeramas, membasuh, dan tata cara bersuci. Sang kepala suku senang bukan kepalang. Jadi wangi katanya. Mungkin seumur hidupnya, itulah wewangian yang pertama kali ia cium. Setelah mandi itu, ia tidur dari jam 3 sore sampai jam 9 pagi. Dia bilang itu tidur ternyenyak selama hidupnya. Karena kondisi badan yang enak.

Esoknya dia bilang pada keluarganya mengapa bisa tidur senyenyak itu. Dia bilang diajarin mandi. Lalu si kepala suku itu mengajak para warganya yang berjumlah 3000-an untuk mandi dengan sabun dan shampo. 

Belum sampai di situ. Ketika rombongan pendakwah itu solat di suatu panggung di tengah lapang, orang-orang pedalaman itu malah tawaf, mengelilingi jamaah solat seperti menganalisa gerakan dan perbuatan mereka. Di akhir solat, si kepala suku bertanya banyak hal tentang apa yang mereka lakukan. Sang Ustad lalu menjelaskan maksud setiap gerakan solat : Takbiratul ikhram itu berarti berserah diri, rukuk itu melihat bebatuan, tanah, dan alam sekitar, sujud itu tunduk, salam itu melihat sekeliling kita, apakah ada orang lain yang belum memeluk agama islam sebagai petunjuk hidup. Si kepala suku lalu berteriak teriak dengan bahasa aliennya, alalu mengajak seluluh warganya, 3000 orang, untuk mengucap 2 kalimat syahadat. Subhanallah. Setelah itu, banyak hal lagi yang diajarkan oleh para pendakwah itu kepada warga pedalaman tersebut. Hingga pada suatu saat, kepala suku beserta Ustad Fadlan itu bertemu presiden soeharto, untuk meminta pembangunan dilaksanakan di kawasan Irian Jaya khususnya Wamena. Semenjak saat itu, banyak bermunculan bangunan rumah, kantor, sekolah, masjid di daerah sana. Dan menurut keterangan sang ustad, jika berkunjung ke sana, kita akan menemukan kondisi masyarakat madani, yang hidup sesuai tuntunan Radulullah. Katanya sih, siapapun yang kesana, niscaya akan berlinang air mata karena terharu. Katanya. Jadi penasaran? Sama.Suatu keajaiban hidayah Allah.

***

Pelajaran hari ini : Reminder lagi sih. Bahwa apa yang disampaikan dengan hati, akan sampai ke hati. Apalagi ini yang sifatnya kebaikan.

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...