Februari 28
Penantian itu datangnya di awal. Yang di akhir itu bisa dua
probabilitas : kebahagiaan atau penyesalan. Tapi penantian-penantian ini lain
ceritanya. Bagi hampir separoh bangsa di dunia mayapada ini, akhir bulan adalah
penantian besar. Yap, terutama bagi para buruh dan pekerja kantoran. Gajian.
Bagi saya, ada penantian lainnya. Hari ini saya ada rencana bertemu teman lama.
Harus hari ini, karena besok dia ke Jakarta dan saya pun entah kapan lagi
pulang ke Bandung. Singkatnya, kami deal. Jika meeting point dan waktu sudah ditentukan, maka
nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?
Seharusnya saya masuk kerja. Di sini, sabtu memang tetap
masuk kerja, dan hitungannya lembur. Tetapi jam 9 pagi saya sudah bergegas
ambil langkah pulang. Cegat angkot 72 ke arah terminal Cibinong tanpa ambil
gaji terlebih dahulu, walaupun kenyataannya gajiannya di-postponed sampai
sekitar tengah bulan depan.
Dari terminal cibinong jam 10. Traffic madness di daerah
pintu tol citeureup buat saya ragu apakah bisa sampai bandung tepat jam 3 atau
tidak, karena kami sudah janjian jam 3 di salman. Tapi beruntung saya naik bis
MGI. Sepertinya mereka memang sudah di-training untuk bisa melakukan maneuver
di bahu jalan tol. I can feel the thrill and excitement at the same time. Jadi,
jam 2-an saya sudah sampai di sekitar padalarang. Sambil berharap-harap cemas.
Di windshield bis mulai tampak rintik hujan tapi tak
seberapa. Tidur saya dibangunkan oleh pesan masuk di Line. “Maaf saya tidak
bisa bertemu hari ini. Daerah rumah saya sedang hujan besar. Saya tidak
diperbolehkan ke luar oleh orangtua.”
Perlu puluhan detik bagi saya untuk menyerap kata-kata
tersebut. Ini sama sekali bukan kesukaan saya, atau mungkin setiap manusia di
muka bumi ini. Terlalu mendadak. Dan bagi saya, alasan hujan itu bukan suatu
excuse yang logis. Sudah terlalu banyak produk di dunia yang bisa mempermudah
manusia melewati hujan tanpa basah kuyup. Tapi ini, sigh. Saya hanya balas :
OK. Suatu ekspresi netral yang biasa saya keluarkan meskipun perasaan kesal berkecamuk.
Jam 3 sore. Saya baru sampai di Leuwi Panjang. Cuaca cerah. Tadinya
saya berniat langsung pulang saja ke rumah. Tapi keinginan berkata lain. Saya
tetap pergi ke meeting point yang telah ditentukan. Semata-mata menguji diri
sendiri, sejauh mana saya bisa memegang komitmen pada tujuan meskipun saya tahu
tidak akan menemui siapa-siapa di sana. Jam 16.08 WIB tiba di Masjid Salman.
Makan, minum, solat lalu pulang. Mungkin tidak bertemu teman
lama, tapi balasannya bertemu Tuhan. Dan semoga Tuhan mengabulkan doa-doa
umatNya.
***
Jarang-jarang sampai di Bandung ketika matahari masih
bersinar. Biasanya larut malam. Momen ini saya manfaatkan untuk sekedar
jalan-jalan sekitar Dago. Salman-Gedung Sate jalan kaki sambil sesekali mencari
angkot pink ke arah Gede Bage. Duduk di bangku depan sambil masih memikirkan
kekesalan beberapa jam yang lalu.
Saya inisiatif mencari tahu informasi cuaca kota Bandung
dengan bertanya sana sini. Ibu bilang Cicaheum terang. Gasibu Dago juga terang
walaupun ada bekas hujan. Pikiran saya langsung tertuju pada twitter yang
selalu memperlihatkan info terbaru tentang apapun. Di sana saya cari tentang
kondisi cuaca sekitar rumah kawan lama ini, karena dulu pernah ke sana beberapa
kali. Kenyataannya memang hujan besar
disertai angin kencang dan banjir. Kasihan juga.
Malamnya, saya merasa agak terlalu kasar pada kawan lama
saya ini karena sudah mengirim pesan soal pembatalan janji tadi. Semata-mata
saya melatih keterbukaan saja, dan bukan emosi belaka. Memang kesal, tapi saya
perlu belajar lebih banyak tentang mengatur ego dan menghormati hak orang lain.
Saya juga mengerti mengapa orangtuanya melarangnya ke luar rumah. Bayangkan
saja sendiri menjadi orang tua yang punya anak. Dan tentu suatu pelajaran juga
buat kawan lama saya ini soal menepati janji dan mengurangi gengsi. Karena
sejujurnya, saya berharap kawan lama saya ini mengontak saya lagi dan
menawarkan waktu lain untuk bertemu. Tapi itu hanya angan-angan. Obrolan kami
terputus di emoji jari kelingking yang saling berkaitan. Apakah ini pertanda
baik-baik saja atau apa? Ah sudahlah. Sudah cukup sering seperti ini. Semoga
Allah menguatkan dan melindungi saya dan
kawan lama saya juga. Aamiin.
***
Rencananya sore ini saya pulang lagi ke Bogor diantar
keluarga. Ayah ibu adek naik mobil pribadi. Berangkat jam 4 sore agar lolos
dari peak hour macetnya tol Cipularang. Sepanjang perjalanan saya hanya
tertidur karena malam sebelumnya begadang di sekre karang taruna. Jam 6 sudah
di gerbang tol Cikunir. Saya pikir mudah saja. Tanpa disadari, mobil yang
dikemudikan si bapak belok kiri ke arah cikunir. Literally. Maka terperosoklah
kami dalam kemelut planet antah berantah bernama : Bekasi. Hehe.. Kidding,
dude.
Macet membuat kami kebingungan dan tersesat di daerah
Jatiasih. Niat mencari jalan kembali ke tol malah semakin jauh. Putar balik,
baru ketemu tol lagi. Total time wasted : 1hour 26minutes. Dan perut semakin
tak terkendali ingin segera muncrat.
Untungnya sudah masuk tol Jagorawi dan singgah sejenak di
Rest Area Cibubur. Plong. Jam 22.00-an sampai di kontrakan. Mampir dulu ke tetangga kanan kiri yang masih bangun kemudian tidur hanya beralaskan karpet pinjaman. Mohon do'anya saja bapak ibu supaya anakmu ini kelak mempunyai rumah sendiri agar kita tak usah tidur di lantai lagi.
No comments:
Post a Comment