25.10.15

Soal Persib mau pindah ke Liga Arab.

Konvoi Persib, di mana-mana konvoi Persib. Di instagram, di facebook, path, warung pak amay, di warung BK (bubur kacang), semua tentang konvoi Persib. Saya termasuk orang yang berkontribusi di dalamnya.

***

Minggu pagi sudah dibrendel line dan bbm soal pemilihan ketua RW baru yang dilaksanakan di balai RW. Hari kemarin itu termasuk hari di mana warga daerah sini berbondong-bondong keluar rumah pada waktu yang bersamaan, selain Idul Fitri, Idul Adha, atau pemilu. Dari luar sudah banyak warga dan kami salam-salam. Di dalam masih banyak pemilih. Prediksi awal selesai pukul 11.49 waktu adzan dzuhur. Dan memang benar. Siang saya pulang cari makan lalu ketiduran. Hasil akhir menurut panitia, yang menang adalah Pak Rojikin, seorang dosen di salah satu universitas, masa SMA?! Saya kenal beliau karena terlalu sering bertemu di rapat-rapat bersama warga. Dari tutur kata dan wibawanya, ada harapan bagus ke depannya.

***

Bada Maghrib dipaksa anak-anak karta ikut konvoi persib lagi. Saya tanya bukannya sudah tadi siang? (tadi siang saya memutuskan tidak ikut konvoi karena malas dan sudah bisa, minggu lalu pernah ikut). Mereka bilang tadi siang gak rame. Tanpa pakai baju biru, langsung ikut mereka. Bukan karena ingin seru-seruan atau bikin ribut anak orang sih, tapi hanya mengawasi. Sudah banyak berita yang saya dengar siang tadi kalau peserta konvoi banyak melakukan tindakan tidak beradab. Jadi ikut saja biar terpantau.

Saya tidak menikmati keseruan konvoi persib tadi. Kontradiktif sekali dengan konvoi minggu lalu waktu tengah malam. Kali ini asa males weh. Jangan tanya mengapa, karena saya bakal jawab panjang lebar. Tapi karena ditanya, saya beberkan saja alasannya.

Pertama, Si Koboy Kampung. Masih berhubungan tentang postingan sebelumnya mengenai  knalpot. Kalau minggu lalu otak saya masih bisa men-tolerir knalpot-knalpot sangkakala itu, kali ini tidak, bahkan cenderung anti. Karena perilaku yang ditunjukkan mereka-mereka justru jadi bahan tontonan warga dari anak bayi belum lahir sampai lahir sampai anak yang sudah manula. Entah siapa yang memulai, yang pasti, apa yang ditunjukkan dari adegan nga-gerung-gerung knalpot itu tidak mungkin tidak diingat mereka yang menonton, baik dengan ekspresi senang gembira ataupun ekspresi pengen nendang truk molen. Jika diingat, ada dua kemungkinan : dikagumi, atau dilupakan. Kalau tindakan macam itu cijadikan cita-cita anak-anak kecil, mau jadi apa negara ini?



Sebut saja Farel, umur kelas 5 SD. Dia keponakan tetangga yang ikut rombongan kami. Ada obrolan singkat.

Farel      :  kok aa sendirian?
Aliando  : (tanpa baper, saya jawab) iya tadi kan dipaksa ikut pas papas an di jalan, hehe.
Farel      :  A aku nanti mau bisa kayak gini a! (sambil mainin gas motor)
Aliando  : Persibnya juga ga akan juara lagi di Indonesia, Rel. Mau pindah ke Arab.
Farel     : Biarin pokonya pengen bisa gerung-gerungin kayak yang tadi. (sambil mengingat atraksi tadi di sepanjang jalan) .

Belum lagi dia menirukan gerakan orang-orang di samping tukang gerung-gerung knalpot. Tangannya diayun-ayun di samping telinganya, seolah-olah memberi isyarat kepada si tukang gerung-gerung itu untuk semakin liar semakin hot jeletot dalam memainkan gas motornya. Saya jelaskan kalau itu bukan hal keren. Tapi sepertinya dia abaikan.

Yaa semoga saya hanya bertemu satu Farel saja yang bercita-cita menjadi tukang gerung-gerung.

***

Pertanyaan berikutnya, sebagian bobotoh persib sudah buta warna mungkin, karena kebanyakan dijejali warna biru. Coba pikir, lampu lalu lintas, ketika traffic masih kencang-kencangnya, lantas diserobot oleh mereka yang sepertinya buta warna itu. Yang hampir selamat ada. Entah yang tidak selamat, paling dia gamau disalahkan  atas perbuatannya menerobos karena dia anggap itu sesuatu yang bisa dimaklumi selama Hari Pawai Persib ini. Dan ketika saya satu-satunya motor yang menunggu lampu hijau, malah disuruh maju. Heran saya, perasaan tes buta warna waktu ujian masuk FSRD dulu tidak sesulit ini.

***



Sampai di rumah jam 9.23 wib. Masih kelelahan sebenarnya, tapi baru ingat kalau ada undangan acara pre-event Sumpah Pemuda dari karang taruna tetangga. Saya ke sana bersama rombongan konvoi tadi. Hanya joget-joget gila lalu pulangbawa keringat. Biar cuma dangdut, selama dress dan aksi panggung si penyanyi masih dalam batas suci, saya sih ikut-ikut sampai selesai. Sudah lama tidak berkeringat di acara musik. Karena biasanya, anak muda, kekinian, banyak jaim dan malu kalau ikut joget-joget dansa dansi di acara-acara musik. Entahlah, di pantauan saya selama ini, orang-orang yang menganggap dirinya snang musik malah lebih sibuk mengabadikan acaranya pakai stupid-phone nya mereka sendiri. Bukan menikmati. Saya rindu masa-masa itu.



Di waktu yang sama, di belahan dunia lain di babakan siliwangi sana, saya ada agenda ke sana juga, nonton Float. Mengingat fenomena di atas tadi, saya tidak menyesal lebih memilih di sini karena berdasarkan  pantauan di media sosial, teman-teman dan kolega yang berkunjung ke acara Babakan Siliwangi itu banyak mengupload video Float mendendangkan lagu bertajuk “Sementara”. Menikmati musik kan beda-beda caranya ya. Cara saya aja yang paling seru. hehe

***

Kadang-kadang pengen jadi Persib. Biar diteriakin “nu aing” sama cewek-cewek se Bandung Raya. Tapi, the secret of happiness itu salah satunya : tidak membandingkan kehidupan sendiri dengan kehidupan orang lain. Jadi tarimakeun weh…

Selamat Senin. Memang kembali ke peraduan, tapi jangan buat kebiasaan jadi rutinitas. Buat tiap hari berbeda dan jangan lupa bahagia.


No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...