10.7.16

Cinta Masa Gitu?

Setidaknya ada 2 tema dominan yang menjadi motivasi tulis menulis di blog kacang kulit rasa ini. Tema yang juga menjadi kekuatan di tulisan saya, yang saya anggap tulisan saya memang powerful. Namanya juga opini pribadi. Kedua tema itu adalah kekecewaan karena ketidakikhlasan dan obatnya.

Kecewa itu datangnya dari hati manusia yang tidak pernah merasa puas. Nampaknya ini menjadi problem utama saat segala daya upaya yang kita lakukan, hasilnya tidak sesuai harapan. Harapan yang amat tinggi untuk ukuran manusia se-level kacang kulit rasa ini. Kekecewaan-kekecewaan ini adalah racun bagi masa depan. Onggokan kekecewaan masa lalu yang terakumulasi tanpa diobati hanya menjadi momok menakutkan bagi seseorang untuk mencoba melangkahkan kakinya lagi di kemudian hari. Seringkali bayangan kekecewaan yang pernah dialami tampak seperti monster besar penjaga pintu masuk time zone. Padahal monster itu hanyalah hologram, augmented reality yang sebenarnya hanyalah tipuan mata saja untuk menakut-nakuti. Satu-satunya cara melewati luka kekecewaan yang seperti monster tipuan itu hanyalah dengan menganggapnya ghoib, tidak eksis, lalu melangkah saja dengan gagah berani. Maka itulah yang dinamakan keikhlasan.

***

Lantas, dari mana keikhlasan itu didapat? Dari hati yang hanya melibatkan Allah dalam setiap perbuatan baiknya untuk orang lain dan dari hati yang hanya berharap bahwa Allah-lah yang senang melihat perbuatan kita terhadap orang lain tersebut.

***

Saya menulis ini dalam keadaan sehat wal’afiat tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Kondisi mental dan kejiwaan Insya Allah stabil dari segala risau galau air payau andi lau. Ada beberapa kasus yang saya alami terkait tema ini dan seringkali menimpa anak muda labil pada masanya. Bukan maksud saya untuk melarang kekebasan anak muda, tapi saya tidak ingin ada lagi anak muda yang terjerumus dalam lubang sebesar lubang yang saya alami. Saya kira ini hamper seperti jurang. Jurang kekecewaan yang curam dan hanya dengan iman kita mampu selamat karena ada Yang Maha Menyelamatkan.

***

Rasa kasih dan sayang, mencintai, mengagumi lawan jenis ketika usia belia amat indah. Bohong jika itu tidak indah. Jika ada yang menganggap hari-hari saat itu tidaklah indah, mungkin dia kurang piknik.

Bagi saya, seorang pemuda belasan tahun, cinta pertama itu tiada duanya. Porsi yang disediakan otak untuk menampung segala memori momen-momen ini bisa dibilang paling banyak dibandingkan memori cinta-cinta non-halal setelahnya, kedua, ketiga, sampai puluh-puluh kemudian dan baru akan dikalahkan oleh cinta halal setelah pernikahan nanti. Katanya sih, belum ngalamin juga. Porsi memori yang besar ini, isinya bisa macam-macam, bahkan hal terkecil semacam pita rambut bentuk segitiga sama kaki yang di ujung-ujungnya agak rounded pun masuk di dalamnya. Itu versi saya. Entah versi orang lain. Porsi yang besar ini bisa jadi berkah bisa jadi masalah. Saya enggan menyebutnya musibah karena gak buruk-buruk amat. 

Pengalaman yang dialami selama menjalani kisah kasih saat belia dulu, terutama cinta pertama, beragam ceritanya. Seringkali berupa bahagia, merasakan bahwa hari itu terlalu singkat. Namun tidak sedikit suram itu bergantungan di detik jam yang enggan bergerak, seolah-olah hari itu amatlah panjang, terlalu panjang untuk menanggu cemburu, kesal, dan kekecewaan.

Kekecewaan berasal dari harapan kepada manusia.

Entah sudah berapa kali cinta versi saya ini merenggut hakekatnya sebagai pemberi kebahagiaan. Karena cinta versi saya selama ini feedbacknya adalah rasa kecewa yang cukup dalam dan melelahkan untuk sekedar diceritakan pada sahabat terdekat sekalipun. Cinta yang aneh. Bahkan sahabat-sahabat yang pernah mendengar cerita saya ini dari magrib sampai dini hari sampai geleng-geleng kepala dan kehabisan kata untuk berkomentar. Cinta aneh yang semakin hati ini dihancurkan, semakin kokoh pilarnya menjulang tinggi. Semakin tinggi dan sampai akhirnya terjatuh. Semua ini karena saya akui kesalahan pribadi. Tidak melibatkan Yang Maha Cinta dalam setiap perbuatan yang saya lakukan untuknya.

Belakangan saya sadar, bahwa itu bukan cinta. Itu pamer dan kesombongan. Kesalahan pertama saya adalah mencoba menyenangkan manusia karena berharap kita diperlakukan yang sama. Kesalahan kedua adalah sombong karena mendahului takdir dan berlagak sok banyak tahu tentang isi hati manusia. Kesalahan berikutnya adalah merasa superior dengan kemampuan sendiri. Dan masih banyak lagi rentetan kesalahan dalam mempelajari cinta.
Sejatinya, cinta yang belum waktunya semacam tadi itu lebih kepada perasaan ingin berbagi, ingin menolong, ingin memberi banyak kepada sosok yang kita anggap pelengkap kekosongan hati. Namun semua itu kacau kalau hanya berlandaskan asas timbal balik. I give you this, you give me that. That is terribly wrong. Urusannya cuma antar makhluk. 

***

Sebagai penutup, coba kita telaah lebih dalam tentang makna cinta sebenarnya. Cinta yang tanpa pedih peri dan kekecewaan. Cinta yang berasal dari hati lalu sampai ke hati. Sering kita mendengar “mencintaimu karena Allah”. Cukup banyak pembicara dan penulis yang sering mengutip kalimat ini namun tanpa disertai penjelasan lebih lanjut. 

Well, saya deskripsikan sendiri saja makna mencintai sesuatu karena Allah itu berarti mencintai orang lain supaya Allah yang senang, bukan supaya orang yang kita cintai itu yang senang. Poinnya ada pada niatnya. Perbaiki niatnya. Jujur saja, dulu saya membantu orang itu karena harapan orang itu membantu saya, atau membuatkan PR si lawan jenis supaya jadi lebih dekat, atau rela nganter-nganter si pujaan hati supaya dia jadi milik saya padahal belum tentu. Perbuatannya baik, tapi niatnya sudah salah, jadi gak dikasih soalna Allah ge teu ridho kana kalakuan urang teh. Aslina tah.

Whatever you think, think the opposite. Artinya berpikir terbalik. Maksudnya terbalik ini bukan yang asalnya niat baik tapi eksekusinya jadi buruk. Tapi niat karena manusia, dibalik jadi niatnya karena Allah. Anggap manusia dan Allah adalah kubu berlawanan dalam hal cinta-cintaan ini. Karena kalau orang sudah kepalang cinta sama penciptanya, maka banyak ciptaan-Nya yang dibuat jadi mencintai orang itu. Kalau orang sudah kepalang takut sama penciptanya, maka banyak ciptaan-Nya yang dibuat jadi takut terhadap orang itu.

***

Allah dulu, Allah lagi, lagi-lagi Allah. Sabar saja. Nanti juga kebagian jatahnya )

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...