10.5.18

Instantaneously

Tidak usah heran, mengapa di zaman ini, orang-orang ingin hasil yang serba cepat, sulit mengerti keadaan orang lain, dan mental tempe, atau kalau perlu saya tekankan, dia laki-laki, tapi emosi seperti emosi perempuan. Bukan saya mengatakan perempuan punya mental tempe, tapi laki-laki yang porsi pemakaian perasaannya terlalu banyak daripada pemakaian logika, terutama ketika dia dihadapkan pada sebuah masalah.

Sekarang ini manusia terbiasa instant. Saat orang dulu perlu puluhan percobaan meracik bumbu masak, perlu ribuan jam menjadi koki, sekarang hitungan menit orang sudah bisa membuat masakan setara koki profesional dengan rasa yang tidak jauh berbeda. Saat orang dulu perlu mendatangi puluhan guru, merantau ribuan kilometer, dan ribuan jam untuk menjadi seorang cendekiawan, sekarang hitungan menit orang sudah bisa mendapatkan berbagai ilmu setara Ensiklopedia. Saat orang dulu perlu ribuan kegagalan sebelum mencapai keberhasilan, sekarang orang enggan merasa gagal, ingin langsung berhasil, ingin segala sesuatunya mulus, segala sesuatunya sesuai dengan keinginan pribadinya. Karena sulit sekali mencari orang-orang yang betul-betul rela gagal demi kemaslahatan umat.

***

Sudah cukuplah ini semua menjadi pelajaran. Bahwa hubungan yang bukan didasari atas iman, hanya akan berujung kekecewaan. Sudah cukup banyak tahu saya ini. Dan hubungan di wadah organisasi ini sudah bukan tipeku. Mau dipertahankan sepanjang apapun kalau tidak ada keinginan mengubahnya, pergaulan ini seolah hanya buang-buang waktu saja. Buang-buang waktu yang perlahan menjauhkan diri dari kebaikan. Pelan-pelan. Terasa sekali. Mulai dari hilangnya waktu untuk menuntut ilmu, hingga waktu-waktu yang habis dengan urusan-urusan yang tidak ada manfaatnya.

***

Kemarin itu, kalaulah saya tidak tau hadist anjuran berwudhu ketika marah, mungkin sudah berisik isi rumah dengan teriakan kata-kata yang buruk bunyinya.

***

Saya mengerti sekarang, kenapa banyak orang yang sekarang hidup layak, punya ilmu, punya skill untuk mengubah kondisi negara dari level grass-root, sedikit berurusan dengan masyarakat, terutama di level bawah. Bukan karena mereka melihat strata sosial mereka atau background pendidikan, itu tidak manusiawi rasanya. Tapi, bisa jadi karena masyarakat di situ kufur ni'mat, tidak tahu diri, atau bodo katotoloyoh kalau kata orang sunda.

Sedikit spoiler bagi kamu yang punya niatan untuk terjun di ranah sosial dan berkeinginan berjuang mendermakan ilmu, tenaga, waktu, juga pikiran di lingkup tersebut. Saya tidak akan ceritakan manisnya, karena itu bonus saja kalau kita punya resistansi, ketahanan akan hal-hal berikut ini. 

Pertama, kau akan temui beberapa orang tipe banyak omong, berkata-kata anjing, anying, nada bicara seperti orang tidak terdidik, dan tidak ada keinginan sedikitpun darimu untuk menjadikannya teman dekat. Kau harus tahan, lalu ubah pelan-pelan. Kalau masih saja seperti itu, pilihannya ada pada dirimu. Tinggalkan atau kau terbawa. 

Kedua, kau akan temui beberapa orang tipe fake friends. Kalau backgroundmu berbekal ilmu agama yang cukup banyak, pasti mengerti bagaimana mencari teman seperjuangan, yang mau diajak pada kebaikan, dan dari raut wajahnya, kamu temukan ketenangan. Tapi, kalau memang mau betul-betul berjuang dalam dakwah, coba masuklah ke segmen ini, segmen dimana banyak sekali ditemui tanda kepalsuan. Muslim yang membaca buku panduan yaitu Al-Qur'an, pasti tau cirinya and how to deal with them. Ada di Q.S. Al Munaafiqun. Lho bukan saya yang ngomong kok, Allah yang ngomong. Kalau Rasulullah yang ngomong, ini. Sabda Nabi, ada 3 cirinya.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم – قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ


Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, dan jika diberi amanah dia berkhianat (HR. Al- Bukhari)

Cukup banyak janji yang dicancel mendadak. Cukup banyak janji menghadiri yang dilabrak. Cukup banyak alasan "ketiduran" yang berarti melewatkan shalat subuh. Cukup sudah tugas dan  posisi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Cukup sudah dalih "sakit gak enak badan" menjadi untaian kalimat untuk berpaling dari ajakan. Kalaulah itu benar, saya selalu doakan kesembuhan. Kalaulah itu sebuah kebohongan yang disembunyikan dalam lubuk hati, saya berlepas diri dan semoga Allah beri hidayah. Cukup. Kalau merasa seperti itu, harusnya banyak istighfar. Termasuk saya pun jika ada kesalahan. Apakah dalam diri kita ada ciri-ciri seperti itu? Naudzubillahimindzalik. Harus berhati-hati memang. Saya sendiri bekalnya kurang sekali, makanya merasa terseret dari jalur yang benar karena di circle itu, tidak ada wingman, partner yang sekufu dengan saya. Sepadan keburukannya maksud saya. Karena saya sadar saya belum baik, maka masih perlu orang yang juga sadar dirinya buruk, lalu bersama-sama mengingatkan kebaikan. Ini tidak. Bahkan untuk membersihkan diri di masjid saja, di nanti-nanti. Sadar di tengah jalan lebih baik dari pada di ujung jalan. Sudah cukup saya melihat tanda komitmen seseorang itu dari komitmennya pada Rabb-nya. Kalau dia serius sama Rabb-nya, dia serius pada manusia. Cukup satu ciri saja, dan saya belum menemukan yang betul-betul seperti itu, termasuk diri sendiri.

Ketiga, kau akan temui beberapa orang tipe instant-kabul. Di pikiran mereka, hal-hal yang menjadi keinginannya, cita-citanya, bahkan cita-cita bersama saja, ingin terkabul cepat-cepat, instant kabul pokoknya. Tidak ada sama sekali rasa ingin berjuang. Setidaknya berjuang mengubah nasib diri sendiri saja dulu. Ini mah, loyo. Perjuangan di dunia saja loyo apalagi perjuangan menggapai tujuan akhir yang tidak mereka yakini sepenuhnya, yaitu surga. Akan lain jadinya kalau kita diiringi oleh orang-orang yang juga menyakini tujuan akhir tersebut. Perjuangan pasti tidak sendiri. Soal cara berjuang, saya tidak idealis. Saya mau beradaptasi dengan berbagai cara. Tapi soal tujuan akhir, saya idealis.

Keempat, kau akan temui beberapa orang tipe haters. Mereka yang tidak suka dirimu, tidak suka cara kerjamu, atau keduanya, akan terus merongrong di belakangmu. Mereka seolah ingin segala keluh kesahnya diketahui olehmu dan menyindirmu dengan perkataan mereka. Saran saya, tutp saja negative vibes mereka, tapi teladani akhlak Rasulullah yang tetap ramah kalau tidak sengaja berjumpa. Karena, sifat mereka seperti yang ditulis di surat Al Muthaffifiin ayat 30-32. Dan ada pula tipe seperti Q. S. At Taubah : 58. Harus peka, terlebih kalau mereka ada di barisanmu.

Kelima, kau akan temui beberapa orang tipe habis manis sepah dibuang-ers. Kau harus kuat dicampakkan dan ditinggalkan orang-orang yang dulu pernah kau bantu urusannya. Tidak perlu dituliskan apa saja perjuanganmu dan kekecewaanmu karena hal itu bisa menghapus amalmu. Kuatkan doa.

***

Menggaungkan perubahan perlu bekal pengetahuan dari mana mulai dan ke arah mana perubahan itu dituju. Jika menginginkan perubahan nasib diri sendiri dari miskin menjadi kaya, banyak cara. Ada yang diridhoi Allah, ada yang tidak. Silakan pilih tapi saya hanya menyampaikan pesan bahwa sebaik-baik pilihan adalah yang pertama. Jika perubahan yang diinginkan adalah kualitas hidup khalayak banyak, harus banyak pula yang terlibat. Perubahan akhlak terutama. Karena dari sanalah gaya hidup sehari-hari terbentuk. Disiplin, rajin, amanah, jujur, dan semua softskill untuk menggapai kesuksesan berawal dari akhlak pribadi. Soal darimana titik awal perubahan, saya yakin ada di masjid. Dan saat ini, saya hanya belum menemukan wingman-wingman yang menguatkan cita-cita ini. Mungkin nanti ada yang lebih handal merealisasikan konsep ini di wilayah ini.

***

Istri saya tak jadi cek USG kehamilannya karena workload di kantornya yang cukup menyita pekerjaan. Berdampak tentunya. Terutama saran dokter, atau mungkin ada resep dokter untuk ibu hamil selama berpuasa ramadhan. Belum lagi bumbu-bumbu lainnya.

***

Kamar saya penuh dengan baju bekas. Lebih dari 8 karung besar isinya. Tempo hari baru angkut dari kantor pos keamanan yang tidak jelas statusnya. Aparat setempat dijapri panjang hanya di-read saja. Enak gak digituin? Siangnya dikata anjing sama anggota sendiri yang dia kira saya gak tau apa. Lalu malamnya dia datang. Main HP. Menonton saya, seorang senior dan beberapa perempuan angkut barang. Laki apa banci? Belum lagi pesan WA yang isinya hanya surat perintah. Apakah selama ini kita berurusan hanya sekedar perintah dan perintah? Apakah hanya berisi mohon memohon lalu yang memohon hanya menginstruksikan? Mohon maaf jika saya dituntut untuk memahami posisi para atasan, setidaknya atasan pun harus mengerti bawahan. Apalagi kalau disana tidak ada atasan bawahan. Layakkah seperti itu?

***

Setelah path, twitter, kini giliran instagram saya uninstall. Berikutnya, giliran pertemanan yang memberi influence negatif yang saya uninstall. Berteman memang tidak usah lihat paras, tidak perlu lihat status, lihat kasta, tidak, tapi saya disuruh lihat akhlaknya. Kata siapa? Kata Nabi Muhammad. 





Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Imam Al-Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)

Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Sebagaimana kata pepatah Arab,

الصَّاحِبُ سَاحِبٌ

“Yang namanya sahabat bisa menarik (mempengaruhi).”


Nah saya sudah melihat cukup banyak ketidakserasian akhlak ini. Either i'm not good enough or they aren't. Tau diri saja. Saya tau diri, maka saya cukupkan saja. Posisi ini hanya untuk orang yang punya waktu luang banyak, yang selalu ada di setiap tugas, selalu perhatian pada warga masyarakat seluruhnya, selalu memberikan kabar baik, selalu bisa memberi kesenangan, hiburan, dan liburan. Bukan saya, yang semata-mata mengajak ke arah lebih baik. Bukan saya yang cita-citanya dianggap terlalu jauh, mengkhayal, nisbi, nir-konkrit. Bukan saya yang terbatas ilmunya. Saatnya saya mencari kawanan yang bisa mempengaruhi kehidupan saya lebih bahagia, which are those who believe that changes & growth start from masjid, those who believe that by chasing akhira, they will gain dunya simultaneously. 

No comments:

Post a Comment

Trip Intergalaksi

Selasa, 23 Juni 2020 03.22 dini hari Kisah ini saya tulis begitu bangun tidur dari mimpi yang tidak akan pernah saya lupakan. Mimpi yan...